Selamat Membaca
***Sudah satu jam lebih pelajaran usai. Dan satu jam pula hujan turun deras. Luna masih diam di bangkunya. Tak berkutik. Meniduri tasnya. Musik kencang mengalun di telinganya. Hanya tinggal ia sendiri di dalam kelas yang sudah sepi itu. Beberapa orang sudah memilih pulang karena kebanyakan dari mereka membawa mobil jadi tidak ada kendala jika hujan turun sederas apapun. Di rumah juga tidak ada Mamanya. Yuli juga sedang pulang bertemu orang tuanya. Jadi sudah pasti tidak akan ada yang menjemputnya kali ini jika hujan turun. Tadi Luna sudah bisa menebak kalau hujan akan turun. Jadi dia memutuskan untuk tidak membawa motor.
"Kak, kenapa sih kita nggak barengan aja perginya. Aku capek gini terus." air mata Luna menetes deras. Ia menyekanya kasar.
"Aku mau pergi juga. Mama sama Papa juga enggak ada buat aku. Aku pengen kita kayak dulu lagi. Tanpa trauma nyebelin ini." gerutu luna kesal.
"Kenapa sih. Hidup aku selalu gini. Aku benci." Luna menyesal tadi menolak ajakan Fandu untuk mengantarnya pulang dan malah berbohong sudah pesan taxi. Padahal tidak Tidak ada gunanya menyesal. Luna menyeka air matanya. Ia tidak ingin menangis lagi. Ia memilih untuk mencoba melupakannya. Berharap hujan segera berhenti dan dia bisa segera pulang.
"Hey?!" satu tepukan lembut di kepalanya sontak membuat Luna kaget. Ia mengangkat kepalanya. Melihat Fandu mengambil duduk di sampingnya tersenyum sedikit. Luna melepas sebelah tali earphonenya.
"Lo kok di sini?" tanyanya heran. Ia inggat Fandu tadi memang sudah pulang.
"Iya bener. Tadi gue udah nyampe rumah. Udah makan juga. Baru ingat hujan turun dan ingat lo. Gue cabut lagi ke sini." balasnya tersenyum.
"Lo enggak apa? Habis nangis?" tanya Fandu menatap Luna serius. Luna hanya diam. Dia memang tadi menangis.
"Gue punya ide buat ilangin trauma lo. Kali aja bisa bantu lo. Biar nggak menyedihkan kek gini lagi, walaupun sedikit gila." tambah Fandu datar. Ia menarik napas berat dan menghembuskan perlahan.
"Jujur sih Lun. Gue selalu sedih ngelihat lo kek gini. Terus sekarang musim hujan lo jadi nggak konsentrasi belajar. Ntar lo malah kalah lagi sama gue." Luna masih diam. Ia kebahabisan kata-kata. Ia tidak tahu maksud Fandu apa.
"Hujannya udah nggak sederas tadi. Gue antar lo pulang yah." Fandu berdiri lalu menarik tangan Luna. Dan mengenggamnya erat.
"Satpamnya bilang mau kunci ruangan ini tadi ke gue." tambahnya. Dan mau tidak mau Luna akhirnya ikut beranjak dari tempat duduknya. Mengikuti Fandu masih diam.
"Asal lo tahu sih? Gue suka hujan. Suka banget malah. Hujan nggak selalu buruk di mata semua orang."
"Gue cukup kaget pas cewek yang gue suka benci sama hujan. Sempat dulu gue malah pengen banget ngajakin lo hujan-hujan. Lucu yah. Tapi sayangnya waktu itu lo malah dekat sama Irwan. Gue cukup kaget dan sempat nutup diri juga dari orang-orang. Kalau kenyataannya gue sama lo itu sama. Lo suka sama Irwan. Gue malah suka sama lo. Sempat gue bahagia banget pas dengar lo jauh dari Irwan. Gue enggak tahu kenapa sih. Selalu aja gue senang banget lihat lo senyum. Selalu nyaman sama lo. Gue juga heran sama diri gue sendiri kenapa bisa gitu. Aneh yah. Ia banget malah. Apalagi sukanya sama cewek aneh kayak lo itu." Fandu tersenyum sedikit atas ucapannya itu. Ia menghentikan langkahnya melihat Luna yang kini diam tambah tak mengerti. Ia ikut menghentikan langkahnya.
"Kakak gue selalu bilang ke gue. Gue lebih ganteng dari dia. Dan bisa dapatin cewek mana pun yang gue suka. Dan ucapan dia berlaku sama semua cewek dan gue udah nyoba sampai gue sendiri pusing. Tapi malah enggak berlaku sama lo,"
"Sama lo, yang pada kenyataannya masih suka sama cowok lain." tambanya serius. Fandu kembali tersenyum. Ia menarik napas berat dan menghembuskan perlahan. Kembali.
![](https://img.wattpad.com/cover/167653706-288-k826517.jpg)