Selamat membaca
***
Hari hari Luna habiskan membantu bu Rahmi mencuci, dan menyetrika. Karena lokasi bu Rahmi tepat dibelakang sebuah universitas jadi cukup banyak anak-anak kuliah yang menjadi pelanggan setia bu Rahmi. Dan Luna menjadi banyak belajar dari bu Rahmi.
Uang itu cukup untuk kebutuhan bu Rahmi dan Luna sehari-hari. Bahkan Bu Rahmi memberikan Luna uang jajan. Luna sangat bersyukur akan hal itu.
Luna sekarang sedang menghitung penghasilan mereka seminggu ini, sejak Luna disini. Luna cukup kaget dengan jumlah uang yang mereka dapatkan.
"Buk, ini lima ratus ribu." kata Luna berteriak kegirangan. Bu Rahmi melihat nya tersenyum.
"Alhamdulilah. Itu rezeki kamu," kata Bu Rahmi mendekat pada Luna yang kini menyodorkan uang itu pada Bu Rahmi. Bu Rahmi mengambil nya. Lalu menghitungnya lagi.
"Untuk beli sabun sama Parfum," bu Rahmi menyodorkan seratus ribu pada Luna yang kini mengangguk tersenyum. Ia selalu kebagian untuk membeli sabun dan parfum oleh bu Rahmi. Dan tempatnya tidak begitu jauh dari rumah bu Rahmi.
"Ini untuk kepasar besok," ia kembali menyodorkan pada Luna. Luna terpaksa mengambilnya.
"Ini untuk isi pulsa lampu dan satu lagi buat Luna." katanya menyodorkan selembaran uang seratus. Luna mendadak diam. Ia bingung, biasanya ia hanya dikasih sepuluh dan dua puluh ribu paling banyak. Dan itu juga tidak Luna belikan apa-apa. Ia tabung saja.
"Bu, kok banyak?" kata Luna polos. Bu Rahmi tersenyum.
"Buat beli keperluan kamu. Jika untung meningkat, uang jajan juga akan meningkat." katanya serius. Luna memeluk bu Rahmi erat.
"Makasih buk. Aku bisa beli buku." kata Luna bersemangat. Bu Rahmi melihatnya tersenyum bahagia.
"Buk Rahmi...." suara dari luar membuat pelukan Luna lepas. Ia berlari keluar dari sana.
"Eh bu Rahmi nya ada, aku mau ambil baju?" katanya pada Luna serius. Ia melihat Luna beberapa saat, lalu detik berikutnya ia tersenyum.
"Oh, iya atas nama siapa?" tanya Luna serius. Ia belum pernah bertemu pelanggan ini dan tiba-tiba ia ingin mengambil bajunya. Luna kembali menoleh pada cowok berpostur tubuh tinggi dengan kulit sawo matang dan memakai kaca mata itu. Ia terlihat manis.
"Gil..." ucapannya tergantung disaat bu Rahmi muncul dari sana.
"Wah, nak gilang, sudah lama nggak ambil bajunya. Kirain ibuk, udah mau dijual." kata Bu Rahmi pada cowok yang dipanggil bu Rahmi. Ia lantas tersenyum. Cukup keren.
"Ya jangan la buk, orang aku sibuk pulang kampung." katanya tersenyum. Bu Rahmi mengambil sekantong plastik baju disana, lalu menyodorkan pada Luna.
"Dua puluh empat ribu." kata Luna membaca tulisan harga disana pada cowok itu yang kini mengangguk.
"Anaknya buk?" tanyanya pada Bu Rahmi yang lantas mengangguk cepat.
"Kenapa? Cantik?" tanya Bu Rahmi tersenyum. Gilang lantas mengangguk, lalu detik berikutnya ia menyodorkan uang tiga puluh ribu pada Luna.
