Satu masalah Kiya kini selesai. Tentang Ridho kini tak perlu ia pikirkan lagi. Kali ini ia hanya memikirkan tentang kedua sahabatnya itu. Bagaimanapun kali ini ia harus benar-benar menyelesaikan itu.
Ia sudah bertekad, mungkin lebih baik jika kali ini ia pergi ke rumah Santi. Maka setelah pertemuannya dengan Ridho, ia memutuskan untuk langsung pergi ke rumah Santi. Meski hari sudah sore, lebih baik memang jika tidak di tunda-tunda lagi.
Kiya melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia juga sambil menimbang-nimbang, apa yang harus ia katakana nanti. Ketika ia bertemu Santi, apa ia harus bertanya? Atau harus bagaimana? Ia yakin keadaanya nanti pasti akan sedikit canggung.
Mobil terparkir dengan rapi di halaman rumah Santi. Sebelum keluar, ia heran kenapa ada mobil Evan di sana. Namun dengan cepat ia berpikir, mungkin ini akan lebih biak baginya. Bertemu keduanya di sini. Semuanya juga pasti akan bisa lebih jelas.
"Assalamualaikum. Santi, Kiya ni." Kiya mengetok singkat pintu rumah Santi.
Tak lama pintu itu di buka, dan muncul ibu Santi di sana. "Eh tante, apa kabar tan." Tanya Kiya sambil mencium punggung tangan ibunya Santi.
"Kiy, tante baik kok. Kamu kok tumben gak pernah kesini? Evan aja udah di sini tuh dari pagi. Sempet bertengkar juga dia sama Santi tadi pagi, tapi sekarang mereka udah ketawa-ketawa bareng gitu." Kiya juga sekarang dapat mendengar suara tawa Santi dengan Evan dari dalam. Kiya lantas berpikir, bagaimana mereka seperti ini hanya berdua saja tanpa dirinya.
"Alhamdulillah deh tan. Oiya, Kiya boleh ketemu mereka kan?"
"Oh iya boleh dong. Tante sampe lupa kan nyuruh kamu masuk. Ayo Kiy masuk aja, mereka berdua ada di ruang tengah main game, langsung susulin aja ya."
Kiya hanya mengangguk dan langsung mengikuti intruksi kemana ia bisa bertemu kedua orang yang entah menghindar kah atau menghilang akhir-akhir ini darinya.
Santi maupun Evan kaget bukan main melihat kedatangan Kiya. Suara tawanya seketika lewat saja. Mereka bergantian saling pandang. Tentu ini adalah sebuah situasi yang sama-sama tak mereka kehendaki. Namun mereka juga tak bisa menghindar lagi dari ini semua.
"Hai." Ucap Kiya hambar pada Santi dan Evan yang masih setia dengan keterkejutanya itu. "Udah lama ya, udah lama kalian kaya ngehindar dari aku. Aku gak tau ini kenapa, aku gak tau punya salah apa. Karena emang jujur, aku baru menyadari ini semua."
Santi dan Evan masih setia dalam diamnya di sana.
"Entah ini aku yang salah, atau kalian berdua yang sengaja ngehindar dari aku pun, aku juga gak tau. Karena yang pasti, aku sadar kalian jauh." Kiya terus mengtakan unek-uneknya pada Santi dan Evan, ia juga belum beranjak dari tempatnya saat ini.
"Kamu gak salah Kiy."
"gak salah? Tapi kenapa kalian bersikap kaya gini sama aku. Kenapa? Aku beneran gak ngerti ada apa ini?" Kiya mulai terisak. Benar-benar tak bisa menahan lagi semuanya. Mereka sudah terlalu dekat, maka aneh saja rasanya jika mereka tak saling bertegur sapa.
"Aku yang salah, hati aku yang salah. Aku yang salah saat aku tau aku suka sama kamu. Aku yang salah udah nahan rasa ini selama ini, udah ngebiarin juga perasaan ini tumbuh gitu aja. Bahkan saat kamu gak pernah sadar, apalagi ngebalas. Kamu malah buka hati kamu untuk orang lain. Aku yang salah dengan semua ini Kiy. Makanya aku memilih pergi."
Kiya terisak semkin jadi. Apa memang hubunganya dengan Zafran itu tidak baik? Kenapa banyak sekali orang yang tersakiti karena ini? Tapi kenapa? Kenapa harus seperti ini? Kiya menatap lekat pada kedua insan di hadapanya saat ini.
"Aku gak pernah mau menyakiti kamu, makanya aku memilih pergi. Bodohnya aku, sampai saat inipun, aku masih sayang sama kamu. Andai aku bisa memilih orang lain untuk segala perasaan ini, tapi sayangnya gak bisa. Cuman kamu Kiy, cuman untuk kamu."
Evan kesal dan geram dengan dirinya sendiri. Lalu beralih dari menatap Kiya ia menatap dalam pada mata Santi. "Andai aku bisa milih pada siapa hati ini akan berlabuh. Mungkin aku akan memilih Santi aja. Cuman aku gak bisa lakuin itu. Aku gak bisa ngontrol hati aku sendiri."
Santi yang dari tadi hanya menjadi pendengar dua insan ini saling berkeluh kesah akhirnya angkat bicara juga. " waktu itu... " semuanya Santi ceritakan dari awal Evan tau dan memilih menjauh, tak tau untuk berapa lama. Lalu saat Evan dan Santi berbicara, hingga saat ini. Santi menceritakan semua itu.
Kiya terkejut mendengar semua cerita itu. Ternyata sudah selama ini dan ia baru menyadarinya sekarang. Apa ini semua karena pak Zafran? Apa pilihan untuk bersamanya itu memang pilihan yang salah?
...
Sepertinya kebersamaan kita selama ini sudah menyakiti banyak orang. Orang-orang yang selama ini udah menyayangi Kiya jauh sebelum mas datang. Maaf, maaf kalau sekarang Kiya harus mengambil waktu untuk sendiri. Kiya akan pergi ke Amerika untuk menenangkan semuanya. Kiya akan ke papa dan mama di sana. Kiya rasa ini adalah keputusan yang baik untuk sementara waktu ini. Maaf, dan terimakasih untuk segalanya.
-Nadhira Zaskiya Putri-
Zafran membaca suart singkat yang dikirimkan ke rumahnya itu. Muncul banyak pertanyaan saat ia membacanya. Ia tentu tidak tau apa yang terjadi, karena rasanya mereka tidak pernah ada masalah. Kecuali waktu yang ia minta untuk sahabat-sahabatnya itu. Juga waktu yang ia minta untuk sendiri ini menurutnya adalah keputusan yang salah.
"Bik, siapa yang mengantar surat ini?" Tanya Zafran pada pembantunya itu.
"Kurir mas." Jawab bibi itu singkat.
Zafran berpikiran sedikit jernih. Ia harus menyusul Kiya ke rumahnya, mungkin sekarang ia belum berangkat. Atau bahkan sekarang Kiya sudah di bandara.
Zafran melajukan mobilnya dengan kencang.
"Assalamualaikum, Kiya, kamu masih di dalam kan? Jangan pergi saya mohon? Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Saya tidak tau apa yang terjadi? Kenapa kamu ingin pergi seperti ini?" Namun seberapa keraspun Zafran mengetok atau berteriak, tak ada tanda-tanda Kiya di sana.
Mungkin Kiya memang sudah berangkat sekarang. Zafran hanya bisa meratapi kepergian tanpa sempat mengatakan sepatah katapun itu. Bahkan telfon pun sudah tidak bisa nyambung lagi. Apalagi sekedar pesan singkat, mana mungkin akan dapat balasan.
Zafran terduduk di depan pintu rumah itu. Apa kali ini aku harus merasakan kehilangan untuk kesekian kalinya? Zafran berdialog dengan dirinya sendiri. Takdir begitu jahat mempermainkannya seperti ini.
Tak cukupkah segala penderitaanya seperti ini? Kenapa selalu seperti ini. Ketika sudah akan bangkit, selalu dibuat seolah-olah itu bukanlah kebahagiaan yang sesungguhnya untuk dia.
Selalu ada sesuatu yang tertahan selama ini. Apa caranya selama ini juga salah? Apa sikapnya selama ini yang salah? Zafran kembali terpuruk. Untuk kesekian kalinya Zafran harus terpuruk seperti ini.
Untuk kesekian kalinya lagi, mungkin Zafran memang tak di takdirkan merasakan bahagia lebih lama lagi. Satu hal yang benar-benar ia tau, jika takdirnya ini memang selalu menjadi yang di tinggalkan. Bukan menjadi yang meninggalkan. Setidaknya, bahagianya selama ini memang tak pernah abadi. Selalu saja berakhir sebelum waktunya.
Sebuah pilihan kecil yang Kiya pilih, ternyata berdampak besar dalam hidup Zafran. Dalam surat singkat itu saja, Kiya seakan meminta waktu entah berapa lama itu. Maka dengan begitu, Zafran pun akan menunggu dan memberikan waktu selama apapun yang ia butuhkan. Asal memang tak akan ada orang lain. Tak akan ada kebahagiaan lagi untuk Kiya, selain harus bersamanya.
Terdengar egois mungkin bagi orang lain. Namun Zafran hanya ingin mereka saling setia pada satu pilihan saja. Karena ketika Zafran sudah memutuskan untuk memilih, apalagi sejauh untuk berkomitmen? Itu artinya dia dan selamanya. Orang itu akan menjadi satu-satunya wanita beruntung itu.
...
28 Desember 2020
Hola update lagi nih
...
Jangan lupa jejak vote and coment nya ya
KAMU SEDANG MEMBACA
DOSEN IDOLA (END)✅
General Fiction*cerita masih lengkap* Nyatanya yang pergi tak akan kembali dan yang ada tak mesti sama. Ini tentang bertahan, sejauh mana hati dan seisinya bertahan pada situasi yang tak lagi sama. .. Fiy, aku janji tak ada yang lain. (Nalendra Zafran Akhtar) Dia...