"Wah wah wah, apa yang kalian lakukan di sini? Zaf? Jangan berani-berani ya sama Kiya." Ternyata orang itu adalah Kafka yang datang sebagai pengganggu di antara Zafran dan Kiya.
"Lo ngapain si Kaf kesini? Ganggu tau gak sih, balik sana." Dengan cepat Zafran mengusir Kafka dari hadapannya. Kehadirannya itu mengganggu saja. Padahal ia kan hanya ingin menghabiskan waktu berdua saja dengan Kiya.
Malam ini memang malam bahagia bagi mereka, karena tadi sore Kiya benar-benar sudah membuka matanya. Berkat kerja keras Kafka dan Zafran akhirnya Kiya benar-benar membuka matanya.
Saat itu, setelah Kafka melihat isi pesan Ridho, dan Zafran dapat mengerti tulisan di buku diary Kiya. Mereka sepakat saling membagi tugas untuk ini. Kafka yang pada akhirnya meminta ketiga orang bersangkutan ini datang ke AS. Untung saja orangtuanya sultan, jadi masalah biaya sudah tak usah di pikirkan lagi.
Sedangkan Zafran yang bertugas untuk tetap menjaga Kiya. Ia selalu sholat di kamar itu mendoakan Kiya. Selalu mengaji di sampingnya, selalu memohon kepada tuhan untuk segera membawa Kiya kembali di tengah-tengah mereka lagi.
Tepat di hari ke-4, setelah dengan susah payah membawa Santi, Evan dan juga Ridho, akhirnya bisa juga mereka datang. Membiarkan mereka berbicara dengan Kiya. Sore itu juga, Kiya benar-benar membuka matanya.
"Bang. Evan, Santi sama Ridho dimana?" Kiya menanyakan ketiga orang itu. Seketika pikirannya kembali pada masalah sebelumnya. Walaupun sekarang, masalah itu juga sudah selesai.
"Mereka jalan-jalan tadi. Lumayan liburan gratis katanya. Mereka kan dikasih uang tambahan dari papa." Bukannya pergi mengikuti perintah Zafran, Kafka justru ikut duduk di situ yang membuat Zafran berdecak kesal olehnya.
Kiya yang melihat tingkah kedua orang itu hanya tertawa riang saja. Ia bersyukur tentunya masih di izinkan Allah membuka mata dan hadir kembali di tengah-tengah mereka. sebenarnya ia juga heran, ia bahkan sampai sekarang juga tidak sadar jika ia sudah tertidur selama 4 hari lamanya.
Yang Kiya ingat, ia kedinginan malam itu, lalu terlelap. Namun sungguh tidak menyangka jika sampai 4 hari lamanya. Ia pikir juga tidur biasa setelah ia bangun. Namun ia kaget ketika semua orang ada di sekitaranya tadi sore.
Satu hal yang selalu ia ingat waktu itu, entah mimpikah atau nyata. Suara orang mengaji dengan sangat merdu, ia sangat menyukai suara itu. Namun, ia tak pernah bisa menggapainya. Meski ia terus mencari, bahkan sampai ia terbangun.
"Kenapa malah duduk sih Kaf? Gue kan nyuruh lo pergi bukannya malah ikut duduk di sini."
Belum sempat Kafka menjawab, sebuah panggilan yang membuat Zafran merasa menang.
Kafka, kesini sebentar, mama perlu bicara.
"Tuh puas lo? Mama manggil gue. Awas aja ya kalo lo sampe macem-macem sama Kiya. Dek, bilang abang kalo Zafran ini aneh-aneh sama kamu." Dari menatap Zafran dengan mata elangnya itu, Kafka beralih menatap lembut pada Kiya.
"Uda sono, udah di tungguin tuh." Zafran mendorong Kafka agar segera pergi dari hadapannya. Lagi-lagi tingkah itu membuat Kiya tersenyum bahagia.
Lagi, tanpa berkata apapun, Zafran kembali menarik Kiya dalam dekapanya. Rasanya, ia sangat merindukan gadis ini. Ia tak akan pernah membiarkan Kiya pergi lagi darinya.
"Mas, boleh tanya sesuatu?" Kiya mendongakkan kepalanya menatap Zafran yang hanya diberi senyuman terbaik pria itu.
"Waktu itu Kiya kayak mimpi ada orang ngaji bagus banget suaranya, tapi Kiya gak tau orang itu siapa. Kiya suka, itu mimpi apa nyata sih?"
Mendengar kata suka dari mulut Kiya malah membuat Zafran gugup. Kiya menyukai suaranya, tentu saja itu membuatnya senang. Ia akan melakukan apapun yang bisa membuat gadis itu selalu tersenyum seperti ini.
"Mau dengar suaranya?" Pertanyaan Zafran itu tentu saja dijawab antusias dengan Kiya. Terlihat sekali dari sorot matanya, ia tengah berbinar bahagia sekarang.
Lalu Zafran pun mulai membacakan ayat demi ayat dari surah Ar-Rahman. Ia membacanya dengan penuh penghayatan dan tentu saja suaranya itu sangat merdu.
Maka nikmat tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Begitulah ucap Kiya dalam hati. Ia tak berkedip sedikitpun, terus memandangi wajah Zafran yang terlihat semakin tampan ketika ia membacakan ayat demi ayat dari surah yang katanya romantis itu.
"Ternyata, mimpi Kiya ada di sini sekarang. Mas, sekarang Kiya percaya. Mas udah benar-benar bikin Kiya yakin, keraguan yang dulu pernah ada, kini sekarang udah benar-benar hilang. Hari ini, mas udah tunjukin sama Kiya, kalo komitmen yang dulu Kiya setujui itu, ternyata gak salah." Begitulah ucap Kiya setelah Zafran menyelesaikan bacaan surah Ar-Rahman nya itu.
Berlipat gandalah sudah kebahagiaan Zafran sekarang. Hal yang ia perjuangkan selama ini tak sia-sia. Hari ini malam ini, dan di tempat sederhana ini, semuanya terjawab sudah. Tinggal selangkah lagi, maka kebahagiaanya akan benar-benar sempurna.
Zafran menarik kedua tangan Kiya, ditatapnya lekat wajah yang meneduhkan itu. "Kiy, malam ini saya sangat bahagia. Namun ada satu hal lagi yang ingin saya katakan sama kamu." Zafran menarik napas pelan sebelum melanjutkan ucapanya. Kegugupan tiba-tiba saja melanda. "Kamu__ kamu mau jadi ibu dari anak-anak saya? Penenang dikala saya gelisah, rumah untuk saya pulang, sumber dari segala sumber kebahagiaan saya, dan__ bidadari surga saya."
Kiya kaget mendengar apa yang baru Zafran katakan. Dengan suasana seperti ini, bisa-bisanya otak lemotnya itu kambuh.
"Maksudnya, mas ngelamar Kiya?"
Pertanyan bodoh macam apa itu, astaga. Hilang sudah kegugupan Zafran, hilang pula ketegangannya. Susah payah ia merangkai kata spontan seperti itu, mengumpulkan keberanianya, tapi bisa-bisanya begini jawaban Kiya. Astaga, untung sayang. Batinnya dalam hati.
"Sudahlah, kenapa seperti ini sih. Kamu gak ngerti sekali dengan apa yang saya katakan." Zafran beranjak dari duduknya ingin pergi, karena tentu saja ia sudah malu sekarang.
Namun Kiya bergerak lebih cepat, ia juga segera berdiri dan memeluk Zafran dari belakang. Sungguh, adegan ini sudah seperti yang ada di drama-drama korea saja.
Kiya memeluk erat Zafran, menyandarkan kepalanya pada punggung pria itu. "Maaf." Ucapnya cepat. Lama ia menjeda ucapanya dan tetap bertahan pada posisi itu. "Kiya mau, jawabannya mau. Mau jadi ibu dari anak-anak kita, penenang dikala mas gelisah, rumah untuk mas pulang, sumber kebahagiaan itu, dan Kiya juga mau mas jadi pangeran surga Kiya."
Hening. Hening sesaat sebelum Zafran berbalik dan mengecup kening Kiya dengan penuh kasih sayang. "Terimakasih, terimakasih Kiya. Malam ini dan seterusnya, saya pasti menjadi orang paling bahagia. Saya akan selalu bahagia selama saya bersama kamu."
Kiya tak menjawab. Ia kembali memeluk Zafran, kali ini ia menenggelamkan kepalanya pada dada bidang pria itu. Aroma maskulin yang sangat ia suka, tak lain dengan Zafran yang juga sangat menyukai aroma lavender rambut Kiya.
Maka biarkanlah malam itu menjadi malam bahagia mereka berdua. Pasangan yang sedang di mabuk asmara. Suatu hari, malam ini akan benar-benar menjadi sejarah untuk mereka. Malam ini mereka berjanji untuk saling bersama apapun keadaanya. Malam ini pula, takdir sudah menunjukkan kebesaranya. Takdir tak pernah berdusta, kalau memang akan ada saatnya kebahagiaan itu tiba, setelah banyaknya rasa sakit.
-END-
KAMU SEDANG MEMBACA
DOSEN IDOLA (END)✅
General Fiction*cerita masih lengkap* Nyatanya yang pergi tak akan kembali dan yang ada tak mesti sama. Ini tentang bertahan, sejauh mana hati dan seisinya bertahan pada situasi yang tak lagi sama. .. Fiy, aku janji tak ada yang lain. (Nalendra Zafran Akhtar) Dia...