Hari minggu, setelah semalam ia memutuskan untuk langsung tidur setelah mandi. Entah itu memang terlalu awal untuk ukuran mahasiswa, apalagi tadi malam adalah malam minggu. Namun Kiya tak banyak memikirkan hal itu, ia tetap melancarkan aksinnya untuk tidur lebih awal. Rasannya ingin saja, karena hati dan pikirannya sekarang memanglah sedang tak karuan sekali.
Alhasil, ketika bangun ia melihat handphone nya sudah banyak sekali notif dari teman-temannya. Bukan Kiya namannya jika tidak mengabaikan pesan-pesan itu, nyatannya ia memang tak membalas satupun dari pesan yang masuk. Jangankan untuk membalas, bahkan di read saja tidak, sadis memang wanita yang satu ini.
Namun ketika baru saja ia ingin keluar dari aplikasi whatsapp, satu nomor yang tak dikenal mengganggu pandangannya. Karena penasaran ia pun membuka chat itu.
Kamu sudah sampai?
Kenapa tidak dibalas?
Kamu of? Kalo sudah aktif balas pesan saya.
Kata Kafka kamu marah-marah, apa kamu marah sama saya?
Balas ketika kamu melihat pesan ini.
Banyak pesan yang dikirim dari nomor itu, tapi ia tak menyertakan identitasnya di situ. Namun sepertinnya ia sudah bisa menebak, siapa orang di balik nomor ini. Entah marah atau tidak, tapi ia sama sekali tak berniat membalas pesan-pesan itu.
Dengan santainnya ia turun kebawah, karena perutnnya sangat lapar sekali. Ia baru sadar, sekarang jam sudah menunjukan pukul delapan lewat, pantas saja ia sudah lapar. Apalagi tadi malam ia tak menyentuh makanan sedikitpun.
Tapi ada yang aneh, kenapa dengan rumahnya ini? Rasanya ia tak pernah mengundang siapapun datang. Abangnya juga taka da memberitahu jika aka nada teman-temannya datang. Tapi kenapa seperti ada suara ramai sekali di bawah sana? Ahh, ia ingin saja berbalik jika tak memikirkan perutnya itu yang memang sudah keroncongan minta di isi.
"Dek, ngapain kamu disana? Baru bangun kamu? Abang panggil daritadi gak nyaut-nyaut. Mana tumben-tumbenan lagi kamarnnya di kunci."
Kiya merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa ia tidak menyadari jika tangga ini dempet seklai dengan ruang keluarga. Dimana ruangan itu adalah tempat berkumpul siapa saja yang datang kerumah ini. Teman bang Kafka kah, atau temannya sendiri. "Hee." Akhirnya Kiya hannya menampakan cengiran kudannya itu.
"Kamu pasti laper ya? Sini gabung aja. Banyak makanan ni, abang tau kamu dari semalem belum makan kan?" Kafka disaat seperti ini masih saja membuat adiknya itu malu di hadapan teman-temannya. Memang tak banyak sih, disana hannya ada bang Ikram, bang Azam, dan... pak Zafran. Ya, ternyata diantara mereka semua di sana juga ada pak Zafran.
"Gausah bang, aku masak sendiri aja. Iya, aku masak sendiri aja." Kini Kiya menjawab dengan gagap tawaran abangnnya itu.
Lantas, setelah mengatakn itu Kiya langsung menuju dapur. Menetralkan dulu detak jantungnya sebelum melancarkan aksinnya untuk mencari makanan apa saja itu untuk mengganjal perutnya.
"Kamu tidak membalas pesan saya, kamu bahkan mengabaikanya setelah kamu baca. Itu sebabnya saya ada disini. Sebelum kamu bertannya, saya sudah lebih dulu menjelaskan apa yang ingin kamu tanyakan."
Kiya tentu saja kaget dengan hadirnya dosennya itu yang tiba-tiba. Pd banget bapak kalo saya bakalan nanya kaya gitu. Lagian, saya juga gak peduli tuh buat apa bapak ada di sini."
"Saya sudah minta maaf sama kamu tentang apa yang saya lakukan kemarin tapi kenapa Kafka bilang kamu pulang dengan marah-marah?" Zafran to the point dengan apa yang ingin ia tanyakan kini.
"Pak saya cuman gasuka aja ada yang mencampuri uusan pribadi saya. Lagian bapak itu cuman dosen saya, saya kan juga sudah bilang kalo saya udah maafin bapak. Yaudah kelar kan kalo kaya gitu? Masalah bang Kafka, saya cuman capek aja, dan kalo saya udah capek saya biasa kok bersikap kaya gitu, dia juga udah tau tentang itu." Kiya berkata panjang lebar, entah apa yang dikatakanya itu masuk akal atau tidak. Ia hanya berate seperti itu sebenarnya karena ia malu di haapan dosennya itu.
"Oh maaf, maaf kalo saya udah ganggu kamu." Setelah mengataan itu, Zafran berlalu pergi. Pizza di tangannya itu dibawannya kembali. Padahal niatnnya ingin diberikan pada Kiya namun akhirnya ia mengurungkannya.
"Zaf, darimana?" itu adalah ucapan Ikram. Yang katannya kembar tapi tak sedarah dengan Zafran itu, ia memang selalu kepo dengan apa yang dilakukan Zafran.
"Toilet." Jawaban yang singkat, padat dan tidak jelas. Bagaimana mungkin ia dari toilet jika di tangannya itu ada beberapa potong pizza.
"Toilet apannya sih? Yakali lo makan pizza di toilet." Ikram semakin menyudutkan Zafran yang sebenarnnya pria itu hannya asal bicara saja.
Entah bagaiamana, rasannya Zafran kesal dengan Kiya, namun tak sampai hatinnya itu untuk marah dengan wanita itu. Zafran menarik dalam-dalam nafsnya lalu membuangnya dengan kasar. "Gue balik aja ya, gue lupa rupannya masih ada urusan."
"Lo gimana sih Zaf, baru juga acara kita mau di mulai masa udah balik aja. Lagian yang punya ide ini semua siapa? Kan lo juga yang punya ide ini." Kafka sang taun rumah tentu saja kesal dengan Zafran yang plin-plan ini. Bagaimana mungkin dengan seenak jidatnnya itu, ia selalu saja memutuskan segala hal dengan sepihak. "Gak-gak, pokoknya lo gak boleh balik, lo harus tetep di sini sampai acara kita selesai."
"Bener Kaf, gue setuju sama lo. Enak aja nih Zafran mau balik gitu aja. Pertandingan kita kan dua lawan dua, jadi ya harus tetep gini lah, lagian kan kita juga tim." Ikram turut menimpali apa yang Kafka katakana.
Akhirnnya Zafran menyerah, ia tak bisa pergi dari rumah itu. Ia sudah terlanjur terjebak dengan omongannya sendiri. "Fine, gue gak akan pergi." Begitulah lalu jawabnya singkat.
"Eh tar dulu ya, gue panggil Kiya dulu suruh dia gabung aja. Lagian tu anak kalo hari minggu gini juga pasti gak ada kerjaan dia. Palingan cuman nge-drakor doing. Ni makanan juga banyak, gue tebak pasti tadi dia cuman makan mie instan, soalnya ya cuman itu yang ada di kulkas."
"Nah bener lagi Kaf, baru juga gue mau suruh lo panggilin dia. Siapa tau sambil gue bisa pdkt gitu. Udah lama gue jomblo, siapa tau gue cepet ketemu jodoh disini. Sebenernya sih, gue semangat kesini juga tadi gara-gara adik lo Kaf, makannya gue dating awal. Kalo gak, ya lo tau sendiri lah. Mana mungkin gue dateng se pagi itu tadi." Lagi, Ikram semakin melancarkan aksinnya itu. Terang-terangan ia mengatakan jika ia menyukai adik sahabatnya itu.
Sedangkan di sisi lain, Zafran dan Azam hannya diam mendengar segala celoteh receh Ikram itu. Azam yang sedari tadi memang hanya diam, entah ia berkutat dengan pikiranya sendiri. Sedangkan Zafran, virus anehnya itu juga seakan bekerja sekarang. Seperti bukan benar-benar Zafran yang biasannya.
"Well, untung ya ada orang kaya Ikram dalam pertemanan kita ini. Kalo gak, liat deh noh Zafran sama Azam, daritadi kaya sariawan aja. Irit banget ketimbang ngomong apa gitu kek, aneh tau gak sih lo semua hari ini." Kafka sadar, oleh sebab ini ia mengatakan itu semua di depan sahabatnnya itu. Mereka memang sering kumpul-kumpul begini, tapi tak pernah rasannya sediam dan se gak enak ini rasannya.
...
@ Nurhidayah202
Follow Ig author.👆
KAMU SEDANG MEMBACA
DOSEN IDOLA (END)✅
General Fiction*cerita masih lengkap* Nyatanya yang pergi tak akan kembali dan yang ada tak mesti sama. Ini tentang bertahan, sejauh mana hati dan seisinya bertahan pada situasi yang tak lagi sama. .. Fiy, aku janji tak ada yang lain. (Nalendra Zafran Akhtar) Dia...