"jadi Gimana semuanya? Udah beres kan? Gue maunya malam ini jadi malam paling indah buat Fiya. Karena malam ini gue mau ngelamar dia. Waktu yang paling ditunggu-tunggu kan untuk siapa aja itu."
"Wes, akhirnya ya. Lamaran juga bos kita satu ini. congrat deh, semoga lancar ya, gue juga ikut bahagia lah pokoknya."
Siang itu mereka memang sedang mempersiapkan acara sederhana buat ulang tahun Fiya. Acara yang sederhana namun bisa tetap terkesan elegan. Acaranya pun hanya di cafe Deket kampus yang dulu sering banget mereka pake buat nongkrong bareng disela-sela waktu kuliah.
"Kebetulan banget lagi kan, ntar malem itu malam Minggu. Wah makin menambah kesan romantis aja nih. Duh jadi pengen kan, tapi mau lamar siapa ya?" Ikram turut bahagia. Namun seketika dia juga meratapi nasibnya sendiri. Kenapa sampai sekarang ia masih jomblo. Padahal kerjaan juga udah mapan, wajah juga gak jelek-jelek amat.
"Udah Am, jangan makin ngenes gitu deh jadi orang. Kalo gak laku mah gak laku aja kali."
"Eh, sadar diri dong Kaf. Lo kan juga Masih jomblo. Ayo emang Lo punya pacar?"
"Eh udah deh Jangan ribut gitu. Kalo emang pada punya pasangan, coba deh dibawa ntar malem. Kalo emang punya aja sih. Gimana? Simple kan. Daripada pada ribut gajelas gini kan."
Semua terdiam mendengar penuturan dari Zafran. Ikram, Kafka, bahkan Azam pun dari tadi tak mengeluarkan suara sedikitpun.
"Woi zam, lo gak bahagia adik lo mau di lamar? Kenapa dari tadi kayak murung gitu sih? Lo kalo ada masalah cerita aja dong. Jangan di simpen sendiri gitu."
"Iya zam, Lo sebenarnya kenapa sih? Dari tadi gue perhatiin kaya ada yang ngeganjel gitu. Cerita dong, elah. Kaya ama siapa aja sih. Kita-kita juga kan ini."
"Gak kok gak ada apa-apa, cuman masalah kerjaan dikit aja. Eh ini udah kan ya? Gue balik duluan ya. Ada sesuatu yang harus gue kerjain soalnya."
"Yaelah wekend ini zam, santai aja kali. Kenapa masih mikirin kerajaan gitu sih."
Tut... Suara panggilan masuk dari handphone salah satu dari mereka
"Eh, hp siapa tuh bunyi?"
Tak lama setelah itu ternyata itu adalah hp Zafran, lantas ia sedikit menjauh dari teman-temanya untuk mengangkat telfon.
"Yah ternyata hp Zafran. Siapa lagi itu kalo bukan Fiya, pasti Fiya lah itu gak ada yang lain."
"Gak usah iri gitu juga kali kalo Fiya juga. Oiya, gue balik duluan ya, beneran urgent ini. Ketemu lagi tar malem deh." Setelah berpamitan dengan teman-temannya Azam langsung pergi. Entah kenapa, hatinya terus berkata untuk ia menemui Fiya detik ini juga. Ia khawatir dengan kondisi adiknya itu.
"Lah, Azam pergi kemana?"
"Balik, urgent katanya."
"Sok urgent segala tu anak. Kita makan dulu deh ya sebelum balik. Laper nih. Oiya Zaf, siapa tadi? Jangan bilang kalo itu Fiya?"
"Bukan, itu tadi mahasiswa gue. Mau nyerahin laporan katanya. Gue sampe lupa sih kalo masih ada tanggungan."
"Nah loh, Fiya aja tuh pikirin. Sampe lupa sama tugas sendiri. Terus gimana itu?"
"Santai lah, gue udah suruh dia Dateng kesini. Dosen mah bebas. Iya gak Am?"
"Yoi, makanya Kaf, jadi dosen kaya kita berdua. Dosen mah bebas mau ngapain aja."
Kafka yang disudutkan oleh kedua temannya itu hanya bisa diam. Bagaimana bisa kedua temannya itu berkata seperti itu. Seperti mereka tidak tau saja bagaimana dulu rasanya ketika masih menjadi mahasiswa.
Disela-sela mereka menikmati makanannya, datang seorang gadis menghampiri mereka. "Permisi pak, ehh Abang kok disini?"
"Lah Kiya? Ngapain disini? Harusnya Abang lah yang nanya ngapain kamu disini?"
"Aku ketemu dosen ku, ini pak Zafran. Mau ngasih laporan mingguan."
Sedangkan Zafran dan Ikram hanya bisa menatap cengo pada kedua orang itu.
"Oh jadi yang Lo manfaatin itu adek gue Zaf? Wah parah banget lo ya jadi orang. Bisa-bisanya kaya gini."
"Lah, Nadhira ini adik lo? Ya mana gue tau lah. Lo nya juga gak pernah bilang kok."
"Iya kaf, kok Lo gak bilang punya adik cantik begini. Beda banget sama Abangnya. Kalo tau dari dulu kan kayaknya gue jadi gak jomblo lagi gini."
"Sembarangan banget Lo kalo ngomong. Lagian kamu juga sih, mau aja diperintah dosen kaya gitu. Ngelak kek apa, nurut amat jadi orang."
"Eh bagus dong adik lo ini nurut. Lagian dia itu pinter, gak kaya Abangnya. Makanya dia gak mau cari masalah. Oiya Nadhira, ayo kita pindah ke kursi sebelah sana. Agar lebih tenang Juga. Saya harus dengar laporan kamu Minggu pertama ini."
"Baik pak."
"Wah parah Lo Zaf, udah punya Fiya juga masih aja sih."
"Sembarangan Lo kalo ngomong, ini urusan dosen dan mahasiswa ya. Gak lebih, enak aja kalo ngomong."
Setelah duduk di tempat yang dirasa pas, Kiya langsung memulai laporan pertamanya. Segala hal ia jelaskan pada dosanya itu. Dan Zafran memang tak salah pilih orang, karena nyatanya ia puas dengan segala apa yang dilaporkan Kiya.
"Saya rasa sudah cukup, ini sudah bagus. Tapi saya harap setiap tahapan laporan kamu, ada perubahan-perubahan yang lebih baik lagi. Untuk menunjang segalanya."
"Baik pak, saya mengerti."
"Bagus kalo gitu, karena sudah selesai kamu boleh pergi."
Kiya pun pergi setelah segala urusan dengan dosen nya itu selesai. Ternyata tak serumit yang ia bayangkan. Betapa terkejutnya juga, dosen idola di kampusnya itu ternyata sahabat Abangnya sendiri? Oh astaga, kenapa dunia se sempit ini. Lalu apa tadi, lihat kelakuan mereka di luar, betapa tak mencerminkan sekali dia sebagai dosen. Ah, astaga kenapa jadi memikirkan dosen itu sih.
..
"Dek, kamu beneran gpp kan?"
"Gpp bang, Abang tenang aja. Aku sehat kok."
"Tapi muka kamu itu pucet banget. Abang gamau kamu sampe kenapa-napa."
"Bang, Abang udah janji kan sama aku? Udan jangan bahas itu lagi lah. Lagian malam ini adalah malam istimewa bagi aku, jadi aku mau bersenang-senang aja sama kalian semua. Aku gatau ini yang terakhir atau gak. Tapi aku pasti bakalan selalu ingat malam ini."
"Dek, kan udah dibilang jangan bahas itu lagi. Kenapa sih? Pokoknya setelah ini kamu harus mau berobat. Abang yakin kamu bisa sembuh. Lagian kamu tega ninggalin Abang sendiri? Abang udah gak punya siapa-siapa lagi kan selain kamu."
"Bang please, jangan bikin aku jadi makin sedih gini."
Lalu kedua adik kakak itu saling berpelukan. Saling tak ingin terpisahkan, tapi entah apa yang sedang direncanakan oleh takdir mereka pun tak tau.
"Bang, kalo aku pergi kapanpun itu ikhlasin ya? Tolong kasih pengertian juga sama Zafran. Jangan biarin dia sedih atau bahkan nyalahin dirinya sendiri. Karena ini sama sekali bukan salah dia. Please, jangan bikin langkah aku jadi makin berat gini. Makasih Abang selama ini udah jadi Abang terbaik, udah bisa jadi setiap sosok yang aku butuhkan. Lembut seperti ibu, tegas seperti ayah, penyayang seperti Abang, dan pengertian seperti sahabat. Intinya Abang terbaik. Aku berterimakasih banget sama Allah karena udah hadirkan aku sosok seperti Abang. Juga,, ada Zafran. Seenggaknya hidup aku yang singkat ini selalu dipenuhi kebahagiaan."
Azam tak tau harus menjawab apa dengan segala perkataan adiknya itu. Yang ia tau, ia sangat menyayangi adiknya. Dan tentunya ia akan jadi orang yang paling sedih lebih dari siapapun jika Fiya pergi.
"Udah ah, daripada kita bahas ini terus. Siap-siap gih. Kita berangkat sekarang, ada surprise yang pasti kamu suka. Dan Abang bakalan pastiin, malam ini adalah malam bahagia buat kamu. Karena ada sesuatu yang mungkin sangat kamu tunggu-tunggu.
..
Well, update lagi nih.
Gimana?
Tungguin lanjutnya yah.
@ nurhidayah202
Follow.👆31 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
DOSEN IDOLA (END)✅
General Fiction*cerita masih lengkap* Nyatanya yang pergi tak akan kembali dan yang ada tak mesti sama. Ini tentang bertahan, sejauh mana hati dan seisinya bertahan pada situasi yang tak lagi sama. .. Fiy, aku janji tak ada yang lain. (Nalendra Zafran Akhtar) Dia...