toko dan Ridho

710 50 1
                                    

Semakin di perhatikan Kiya sekarang memang berubah. Kafka hafal sekali itu. Awalnya Kiya sangat acuh dengan penampilannya sendiri, namun sekarang, sedikit demi sedikit ia mulai memperhatikan penampilannya. Entah dari segi pakaian, atau segi rambut sekalipun.

"Kiy, kamu akhir-akhir ini sibuk ya? Biasanya kelar kuliah ataupun kalo lagi gak ada jam gitu kamu pasti di rumah. Sekarang beda aja, kayak lebih sering di luar gitu." Kafka berbicara namun pandanganya tak teralihkan dari handphone yang di peganga nya.

Kiya yang tengah memasak nasi goreng untuk makan malam mereka itupun langsung menghentikan aktifitasnya. "Emang iya bang? Maaf ya kalo Kiya sekarang jadi kaya gitu. Maaf banget, Kiya gak bermaksud buat abang khawatir."

Kafka menghentikan aktifitas dengan gadgetnya itu. "Gak lagi Kiy, siapa juga yang marah. Abang cuman bilang gitu aja kok, baper banget sih kamu. Asal kamu tetap harus bisa jaga diri aja, abang percaya kok sama kamu."

"Ya abisnya Kiya gak enak aja. Kiya sadar, emang selama ini Kiya banyak di luar sih. Kiya selama ini banyak ngabisin waktu sama pak Zafran. Dia sering ngajakin Kiya makan bareng atau pergi ke mana gitu, sebenarnya ya gak terencana juga. Cuman momen itu emang selalu pas Kiya lagi kosong jadwal." Kiya menaruh nasi goreng itu ke piring dan membawanya ke meja makan.

Kafka memakan nasi goreng itu tanpa menjawab atau mengomentari perkataan Kiya.

"Abang gak marah kan? Jujur sebenarnya Kiya gak tau aja gimana cara nolaknya kalo pak Zafran tiba-tiba ngajak Kiya. Kiya ingat juga udah ngasih pak Zafran kesempatan, mungkin itu juga salah satu caranya untuk meyakinkan Kiya."

"Selagi kamu nyaman, gak ada kewajiban abang buat larang-larang kamu. Cuman, jangan sampe abang tau kalo dia udah bikin adik abang yang cantik ini sedih. Karena kalo sampai itu terjadi, abang tentu gak akan tinggal diam." Zafran berkata dengan tegas. Namun dengan sekejap raut wajahnya berubah.

"Tumben Kiy nasi goreng kamu pas. Biasanya juga kalo gak keasinan ya gak ada rasanya." Kafka tertawa setelah mengatakan kalimat itu.

Ia hanya tak mau adiknya itu bersedih. Untunglah sejauh ini semuanya masih lancar-lancar saja. Ia juga berharap jika seterusnya akan tetap seperti ini.

...

Kiya benar-benar merindukan toko buku Ridho. Maka weekend ini ia sengaja meluangkan waktu untuk pergi ke toko buku itu. Lagian, ia juga tak memiliki janji dengan siapapun. Maka inilah waktunya untuk memanjakan kembali matanya dengan buku-buku baru. Setelah mungkin seminggu ia tak mengunjungi toko buku itu, ia berharap sekarang ada buku-buku baru.

Kiya berangkat setelah sebelumnya berpamitan dengan Kafka untuk pergi ke toko buku. Hari ini ia menggunakan taxi online, dengan alasan malas menyetir sendiri. Ia hanya ingin menikmati sepanjang hari ini untuk memanjakan dirinya sendiri.

Selama perjalanan, ia terus memandang keluar jendela. Pikirannya tidak pergi, masih disini menemaninya menikmati berisiknya suara kendaraan di jalanan.

"Mbak, sudah sampai." Bahkan taxi sudah berhenti saja, Kiya masih belum sadar jika ia sudah sampai di tempat tujuannya.

"Oh iya pak." Kiya keluar dari taxi itu. "Ini uangnya, kembaliannya ambil saja." Kiya menyerahkan dua lembar uang 50 ribu. Ia sudah tau ongkosnya adalah 70 ribu, maka tak salah kan memberi rezeki lebih pada orang di pagi hari seperti ini.

"Terimakasih mbak." Ucap bapak itu yang dibalas anggukan dan senyum manis Kiya. Lantas Kiya langsung masuk ke toko, tak sabarnya juga untuk memilih buku-buku baru itu. Karena ia hafal sekali, ini awal bulan, waktunya buku-buku baru akan berdatangan.

Saat Kiya sudah di dalam toko, beberapa petugas menyapanya. Karena tak sedikit juga petugas yang sudah mengenalnya di sini. Tentu saja itu karena ia termasuk pengunjung tetap, yang selalu menampakkan wajahnya di sini.

"Mbak Kiya kebetulan sekali datang sekarang. Banyak novel-novel baru mbak, bagus-bagus lagi." Begitulah ucap salah satu penjaga itu. "Wajar sih mbak datang ya, mbak kan sudah hafal kapan jadwal datangnya buku-buku baru itu."

Kiya tersenyum menanggapi omongan petugas itu. "Iya, saya memang sengaja datang pagi-pagi begini ya berharap kalo saya menjadi pengunjung pertama yang melihat buku-buku baru itu. Yasudah saya keliling dulu ya," Pamit Kiya pada petugas itu dengan lembut.

Ridho yang masih berada di ruangannya itu tak sengaja melihat Kiya dari camera cctv. Saat itu juga ia bergegas keluar untuk menemui Kiya, sampai lupa mengganti bajunya ke baju karyawan seperti biasanya.

"Lama gak keliatan Kiy?" Sapa Ridho setelah berhasil menemukan keberadaan gadis itu.

"Hai Do. Wah penampilan kamu hari ini beda banget ya." Bukannya menjawab, Kiya justru terpana dengan penampilan Ridho sekarang. Setelan kemeja dan celana bahan membuat Ridho terlihat semakin tampan.

Ridho yang tersadar dengan penampilannya juga hanya bisa tersipu malu dengan godaan Kiya. Meski ia tak berusaha menutupi, tapi sejujurnya ia lebih suka jika Kiya mengenalnya sebagai karyawan biasa seperti sebelumnya.

"Aku kira kamu marah dan gak mau kesini lagi, ternyata aku salah. Kamu pasti mau memburu buku-buku baru kan?" Tanya Ridho pada Kiya sambil membuntuti kemana saja gadis itu melangkah.

"Kenapa aku harus marah coba? Kemarin-kemarin itu aku gak kesini karena emang lagi sibuk aja. Baru sekarang nih aku bener-bener luangin waktu untuk kesini. Kebetulan waktunya pas juga, aku pikir pasti banyak buku-buku baru kan?" Kiya menghentikan langkahnya berbalik menatap Ridho.

"cuman, dari tadi kayaknya masih sama aja sih? Gak ada buku baru ya?" Kiya sedikit kecewa karena tak menemukan yang dicarinya.

Ridho hanya bisa tersenyum menatap wajah kecewa Kiya yang di anggapnya sangat lucu itu. Ingin sekali ia mengacak rambut Kiya, namun ia menahan keinginan itu. "Ada kok, ada buku barunya. Cuman belum di keluarin, masih di kemas di ruangan aku. Mau liat langsung?" pertanyaan Ridho itu tentu saja membuat Kiya antusias.

"Mau dong, mau banget malah. Dimana?" Tanyanya tak sabaran.

Ridho semakin bahagia. Akhirnya ia bisa melihat senyum itu lagi dari Kiya. Hal yang paling penting juga, karena sekarang ia tau, bahwa segala perkiraan-perkiraan buruknya itu hanyalah ketakutanya saja. Bahwa kenyataanya Kiya masih di sini bersamanya sekarang.

Rasanya Ridho ingin sekali cepat mengatur bagaimana bisa mengungkapkan perasaanya ini pada Kiya. Hanya saja ia bingung, ia juga masih terus berpikir kapankah waktu yang tepat itu.

"Sini Kiy ikut ke ruangan ku aja. Ada beberapa karyawanku juga yang lagi ngurusin persiapanya buat siap di pajang di luar." Ridho menarik Kiya mengikutinya. Ternyata di toko itu ada sebuah pintu yang memang tak terlihat seperti pintu. Disitulah ruangan Rido, juga ada ruangan khusus barang baru yang belum di pajang di luar.

Kiya senang karena ia menjadi orang pertama yang bisa mengobrak-abrik buku-buku baru itu. Ia antusias langsung keliling mencari-cari yang bagus diantara semua buku yang bagus ini.

"Kiy?" Panggil orang itu kaget. Membuat Kiya tak kalah kaget juga melihat orang itu ada di sini.

...

19 Desember 2020
Hola, happy weekend ya
Update lagi nih
...
Jangan lupa jejak vote and coment nya

DOSEN IDOLA (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang