Nadhira Zaskiya Putri!
Sekali lagi panggilan itu menggema di seluruh kelas. Tak ada yang berani berkutik, bahkan Kiya sendiri pun bingung dengan apa yang harus ia lakukan sekarang.
"Nadhira Zaskiya Putri? Kamu dengar panggilan saya kan?" kali ini bukan lagi sebuah teriakan, melainkan sebuah pertanyaan menyebalkan yang dilontarkan dosen menyebalkan itu.
"Dengar pak, ada apa ya? Bapak tidak perlu teriak berulang kali memanggil saya seperti ini juga saya sudah dengar kok, saya belum tuli pak." Bukannya malah takut, Kiya justru semakin menantang. Ia sungguh jengah, tak mengerti lagi dengan apa yang akan dilakukan dosennya itu kali ini.
"Ikut ke ruangan saya sekarang!" bukan sebuah ajakan atau permohonan, melainkan kata-kata perintah yang harus di patuhi.
"Maaf pak saya ada kelas, lagian saya juga tau kapan jadwal saya harus menemui bapak." Lagi, Kiya terus membantah apa yang Zafran perintahkan. Seakan ia memang benar-benar menantang dosennya itu.
"Pak Anwar tidak masuk, kamu bisa ke ruangan saya sekarang. Ini perintah, bukan tawaran." Wajah Zafran masih datar, ia masih menunjukan keangkuhannya itu pada semua orang.
"Tetap saja ini masih ja__" Ucapan Kiya terpotong.
"STOP. Ikuti saja apa perintah saya, kamu tau kan disini saya dosen kamu, saya bisa saja memberi kalian sekelas nilai yang jelek gara-gara kamu. Lagian saya sudah bilang pak Anwar tidak masuk, dan saya juga mau keluar kota jam 4 sore nanti. Mau kapan lagi kamu laporan ke saya? Kamu tau kan saya tidak menerima toleransi?"
Kiya diam, ia kalah saat ini. Ia terlalu di rasuki amarah saat ini, bahkan ia pun sampai tak bisa membaca situasi sekarang.
"Ke ruangan saya sekarang!" Setelah mengucapkan itu Zafran pergi meninggalkan kelas. Nada suaranya merendah, namun masih dengan kalimat yang memerintah. Setiap penekanan katanya itu, tak ingin ada bantahan di sana.
Kiya terduduk di mejanya kembali setelah Zafran menghilang dari pintu kelas. Ia hanya bisa menghembuskan nafas kasar, mood nya hari ini benar-benar sudah hancur.
"Kiya astaga, aku tau kamu lagi pms, tapi gak sama pak Zafran juga kali marahnya. Itu ngajakin perang namanya, nilai kita semua sekelas ini tergantung kamu." Santi yang tak kalah paniknya juga langsung menghakimi sikap Kiya barusan. Itu sungguh sikap yang cukup buruk untuk keberlangsungan nilai mereka di semester ini.
"Udah San, jangan mojokin Kiya gitu dong. Lagian ada di posisi dia juga itu gak enak banget. Pak Zafran juga salah sih, sebenernya kalo manggil Kiya kan bisa dengan baik-baik, bukan dengan teriak-teriak gitu." Evan mulai curiga memang dengan sikap dosennya itu. Tampak seperti ada yang aneh dengan dia saat memperlakukan Kiya. Meski ia tak tau masalah yang sebenarnya, ia tadi memang menguping pembicaraan Kiya dan pak Zafran. Walau tak mengerti dengan apa yang mereka katakan.
"Kiya, udah sana samperin pak Zafran."
Kiy buruan, pak Zafran udah bertanduk itu."
"Ih, pak Zafran nyeremin deh. Mending langsung kesana aja Kiy."
Belum lagi beberapa ucapan anak kelas yang mendesak Kiya agar segera menghampiri dosen menyebalkan itu. Posisinya serba salah sekarang, langkah apapun yang ia ambil rasanya tetap saja membuat dirinya dalam posisi yang tidak aman.
"Ok fine, aku ke ruangan pak Zafran sekarang." Kiya lantas berdiri membawa barang-barangnya ke ruangan pak Zafran. Meninggalakn segala ocehan teman-teman di kelasnya itu. Ia pasrah saja dengan apa yang akan terjadi nanti, karena harus ia akui, ia sudah bingung harus bagaimana lagi untuk bersikap.
Sepeninggalan Kiya, teman-temannya itu was-was, harap-harap cemas dengan apa yang akan terjadi sekarang. Jangan sampai nilai mereka yang jadi taruhanya sekarang.
"Van sebenarnya si Kiya itu kenapa sih? Gak kaya biasanya tau. Iya sih pms, cuman gak kaya biasanya aja gitu. Ini bukan Kiya yang aku kenal sih." Santi bertaya pada Evan seiring punggung Kiya sudah tak terlihat lagi dari pintu kelas.
"Bad mood aja itu, pms kan sakit. Hari ini kayaknya dia banyak banget ngelewatin hal-hal sulit." Evan sebenarnya juga kepo, tapi tak ada niat sedikitpun baginya untuk memberitau Santi tentang apa yang diketahuinya. Seperti dugaanya, antara pak Zafran dengan Kiya pasti ada sesuatu.
"Lo mah gak guna banget sih, setiap di Tanya mana pernah juga tau." Santi kesal, rasanya ada atau tidak adanya Evan itu tetap sama saja tak berpengaruh.
Di sisi lain, Kiya sudah di depan ruangan Pak Zafran sekarang. Tengah mempersiapakn dirinya untuk menghadapi Singa yang sedang kelaparan ini.
"Permisi pak ini Kiy__"
"MASUK!" Satu kalimat saja sudah bisa mendeskripsikan, apa yang akan terjadi di dalam nanti. Pasti akan ada perang dingin antara dosen dan mahasiswinya.
Kiya masuk langsung menarik kursi di depan sang dosen, dan duduk. Ia bersiap dengan segala barang bawaanya itu, untuk segera di laporkan. Maka setelah itu, selesai pulalah tugasnya untuk minggu ini.
"Ini pak, laporan kami di minggu ini." Kiya menyerahkan bukti laporan itu dan mulai menjelaskan segalanya. Zafran tak berkomentar sedikitpun, sedari tadi ia hanya mendengarkan apa yang Kiya sampaiakan. Kiya sungguh piawai jika diajak untuk professional, ia mengakui itu jika Kiya memang sangat cerdas.
"Hanya itu pak laporan kami di minggu ini, selanjutnya kami akan melakukan progres yang lebih baik lagi." Dengan angkuh Kiya berani sekali menatap manik mata dosennya itu. Memang seperti itu bukan seharusnya? Jangan ada rasa takut di sana.
"Laporan kalian bagus, dan__ saya ada tugas di luar kota dalam 10 hari ke depan. Itu artinya, laporan minggu depan kamu tidak bisa bertemu dengan saya. Jadi saya minta kamu email kan semua perkembanganya ke saya tepat waktu, dan setelah bertemu baru kamu jelaskan seperti ini. Paham kan?"
"Baik pak, saya mengerti dan sangat jelas."
"Bagus, sekarang kamu bisa tinggalkan ruangan saya." Tak menunggu jawaban Kiya, Zafran pun segera mengemasi barang-barangnya.
"Kalau begitu saya permisi pak, Assalamualaikum."
Setelah Kiya meninggalkan ruangan, Zafran mengusap wajahnya kasar. Bersandar di kursi kebesaranya itu. Memejamkan mata sejenak, semua ini terlalu aneh baginya. Semuanya sungguh terjadi begitu cepat. Segalanya cepat sekali berubah. Sekaan hidupnya memang hanya tentang kehilangan. Setiap wanita yang ada dalam hidupnya, selalu pergi. Semuanya, tanpa terkecuali.
Sudah diduga, jika saat Kiya keluar dari ruangan pak Zafran, sudah banyak teman-temannya di sana yang menunggu. Mereka pasti saja penasaran, bagaimana masadepan nilai mereka ini. Namun sayangnya, Kiya benar-benar tidak ada mood untuk menemui atau menjelaskan sesuatu sama mereka.
kali ini yang ia inginkan hanya satu, pulang dan segera menenggelamkan kepalanya diantara bantal-bantal. Melupakan sejenak atau mungkin selamanya, dengan apa yang baru saja terjadi.
Ia tak memperdulikan panggilan, atau apapun dari teman-temannya. Ia tetap pergi, biarakan dulu mereka bertanya-tanya.
Toh, ini juga perjuanganya sendiri. Ia yang berjuang sendiri di sini demi kenyamanan sekelas. Rasanya ini memang tidak adil, entah bagaimana juga metode dosen yang paling rese ini. Dulu mungkin pak Zafran memanglah dosen idola, tapi sekarang ia tak lebih dari hanya sekedar dosen pembuat onar yang tak bisa berdamai dengan masalalunya.
...
Rabu, 2 Desember 2020
Doakan bisa update setiap hari dan Cerita ini segera end....
Hangat lupa tinggalkan jejak vote and coment nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOSEN IDOLA (END)✅
General Fiction*cerita masih lengkap* Nyatanya yang pergi tak akan kembali dan yang ada tak mesti sama. Ini tentang bertahan, sejauh mana hati dan seisinya bertahan pada situasi yang tak lagi sama. .. Fiy, aku janji tak ada yang lain. (Nalendra Zafran Akhtar) Dia...