Kiya bukan Fiya

1.4K 86 1
                                    

Setelah Kiya sampai, di tempat yang menurut teman-temannya disitulah dosen yang ia cari saat ini. Ia terus menyusuru tempat itu, tapi ia tak menemukan keberadaan dosennya kini. Namuun dari ujung sana ia bisa melihat gunduka tanah yang tampilannya sangat berbeda, lalu ia tertarik untuk menghampiri makam itu. Disitu tertulis nama Safiyyah Huyayna, terdapat banyak bunga segar, semerbak wangi menyeurak sampai di hidungnnya. Perasaanya mengatakan, apa mungkin ini adalah makam pacarnnya pak Zafran?

Saat Kiya tengah asik memandangi makam itu, ia dikejutkan dengan deheman dari seseorang di belakangnnya. "Sedang apa kamu disini?" begitulah ucap orang itu.

Spontan Kiya langsung menoleh ke belakang, dan terlihat seorang pria yang sepertinnya ia pernah melihat orang ini. "Maaf, Kiya,, Kiya cuman lagi nyari orang."

Pria itu sedikit tercegang dengan nama yang disebutkan Kiya. "Apa kamu bilang? Kiya? Itu nama kamu?"

Kiya yang ditatap sedemikin rupa merasa ada yang aneh. "Iya Kiya, apa ada yang salah?"

"Ohh tidak, kamu hannya mirp dengan adik saya." Lalu pria itu menundukan pandangannya pada makam di hadapannya itu. "Ini Fiya, dia adik saya. Dia satu-satunnya yang saya punya di dunia ini. Sekarang Allah telah mengambilnnya dari hidup saya. Dia mirip sekali dengan kamu, makannya saya piker tadi dia yang berdiri di sini. Cara kamu berbicara, cara kamu berpakaian, semua itu mirip Fiya. Bahkan, nama panggilan kalian pun hamper sama. Huh,,, maaf kalo saya jadi curhat begini. Kamu tadi bilang sedang mencari seseorang, siapa yang kamu cari disini?"

Kiya heran dengan apa yang dikatakan orang itu, namun ia menjawab saja apa yang ditanyakannya. Baragkali juga orang ini tau dimana kebeadaan dosennya saat ini. "Kiya lagi nyari pak Zafran. Kiya ada perlu sama dia, ini menyangkut nilai kita semua. Tapi pak Zafran susah di hubungi, makannya Kiya kesini. Temen Kiya ada yang dapat info kalo pak Zafran ada disini."

"Ada bunga segar di sini, itu artinnya Zafran memang baru saja kesini."

"Maaf, abang ini temennya bang Kafka bukan? Soalnnya Kiya kayaknnya bernah ketemu tapi lupa dimana?"

"Kamu adiknnya Kafka? Iay pantas saja saya seperti taka sing melihat wajah kamu. Kita pernah ketemu di café waktu kamu sedang menemui Zafran. Waktu itu kita emang lagi sibuk buat nyiapin café, karena hari itu hari ulangtahun Fiya rencananya Zafran akan melamar Fiya malam itu, makannya dia lupa kalo dia masih punnya tanggung jawab. Hmm, tapi beginilah akhirnnya. Zafran sangat perpukul sekali atas keperian Fiya, saya harap kamu bisa memaklumi perubahahan sikapnnya itu."

Kiya hannya bisa mendengarkan dengan seksama cerita dari orang di hadapannya itu. Ia bingung ingin menanggapi bagaimana. Di sisi lain, hatinnya juga sedang gelisah karena belum berhasil meemukan keberadaan dosennya itu.

"kenalin saya Azam." Pria itu mengulurkan tangan pada Kiya.

Kiya yang tak tau situasi seperi ap itu hannya menyambut uluran tangan itu singkat "Kiya." Jawabnnya singkat.

Hening sesaat "mmm, kayaknya Kiya harus pergi duluan ya, Kiya perlu sama pak Zafran. Kiya harus cari pak Zafran lagi."

"Kiya, kamu boleh panggil saya abang. Anggap saya seperti abang kamu sendiri, kamu mirip sekali denga Fiya adik saya, boleh saya anggap kamu sebagai adik saya?"

Kiya terdiam dengan penuturan orang di haapnnya ini. I juga terlihat sangat kacau, tapi ia mampu mengontrol dirinnya sendiri. Kiya hannya mengangguk singkat sebelum ia beranjak pergi.

"Makasih, kamu sangat mirip Fiya, mungkin cepat atau lambat Zafran akan menyadari semuannya. Oh satu lagi, kamu bisa datang ke salah satu kantor perusahaan pers tak jauh dari sini. Itu tempat kerja Fiya, biasannya Zafran dan Fiya selalu bertemu di taman kantor itu. Akhir-akhir ini Zafran juga sering ada di sana. Mungkin sekarang dia ada di sana."

Kiya membalikkan badanya, "Makasih bang." Begitulah ucapnnya singkat yang disambut senyum hangat dari Azam. Setelah itu ia benar-benar pergi, menuju tempat yang diberitahu Azam tadi. Berharap ia bisa menemukan sang dosen di sana.

...

Tak menunggu waktu lama untuk Kiya sampai di tempat yang ia tuju. Karena memang tempat itu tak jauh dari pemakaman yang baru saja ia kunjungi. Tempat yang pertama kali ia tuju adalah taman, sesuai dengan intruksi Azam. Benar saja, Zafran ada di sana. Ia duduk di salah satu kuris di taman itu, pandangannya terlihat kosong. Raut wajahnnya sangat kacau, namun bisa atau tidak ia Kiya harus tetap menemui dosennya itu. Perlahan ia mendekat kea ah dimana sang dosen duduk, dan saat ini ia sudah ada di sebelah kursi panjang itu. Namun tak sedikitpun Zafran terusik dengan keberadaan Kiya saat ini.

"Pak." begitulah ucap Kiya singkat.

Zafran menoleh singkat pada salah satu mahasiswinya itu tanpa berkata sepatah katapun. Tatapannya terlihat sangat sendu, membuat siapa saja yang melihat itu pasti akan merasa kasian.

"Maaf pak, maaf kalo saya ganggu. Saya akan pergi sekarang." Tak mampu kini Kiya melancarkan niatnnya itu. Ia merasa ia telah mengganggu ketenangan dosennya ini. Mungkin ini bukanlah waktu yang tepat untuknnya membicarakn perkuliahannya. Ia juga merasa, sepertinnya tak akan terjadi sesuatu jika ia menunda untuk melaporkan hasil riset teman-temannya itu. Karena kodisi Zaran saat ini juga sedang tidak dalam keadaa baik-baik saja.

Sebelum akhirnnya Kiya benar-benar pergi, Zafran lebih dulu menahan pergelangan tangan gadis itu. "kamu mau kemana?"

"Eh pak, maaf pak. Sepertinnya saya mengganggu bapak, saya pergi saja. Saya akan menemui bapak lain waktu." Keringat sudah mulai keluar, rasa takutnnya kini sudah mulai muncul. Berbaga presepsi yang ada di pikiran Kiya saat ini.

"Kamu pikir saya akan memberikan toleransi untuk tugas kalian? Kamu tidak lupa kan kalau ini adalah hari terakhir?"

"Iya pak, tapi..."

"Tak ada alasan, saya mau dengar penjelasan kamu sekarang." Zafran berkata dengan dinginnya seakan ingin menelan siapa saja yang mengganggunnya.

Kesabaran Kiya habis, meski maksdunnya itu baik tapi kini ia menuruti saja apa mau dosenna itu. Toh semuannya ini juga bukan salahnnya, ini semua juga karena dosenya ini tak pernah bisa di hubungi. Maka kali ini baru dimulai, permainan ini baru saja dimulai.

"Baik pak." Kiya mulai menjelaskan semuannya. Tanpa disadarinya, tatapan Zafran tak lekat dari wajahnnya. Seperti ada sesuatu yang kini ia rasakan muncul kembali. Melihat Kiya, ia seperti melihat sosok Fiya dalam dirinnya. Sosok yang sangat ia rindukan itu.

Fiy...

Tentu saja ucapan lirih Zafran itu membuat Kiya kaget. Ia teringat pada ucapan Azam beberapa saat lalu. Makasih, kamu sangat mirip Fiya, mungkin cepat atau lambat Zafran akan menyadari semuannya. Mengingat itu, Kiya merinding sendiri membayangkan apa yang akan terjadi. Tanpa memperdulikan racauan dosennya itu, ia tetap melanjutkan presentasi yang ia lakukan.

Namun ternyata tak sampai di situ saja kelakukan aneh Zafran kali ini, ia malah mengangkat tangannya membelai halus rambut Kiya. Melepaskan ikatan rambut Kiya, dan hal itulah yang membuat Kiya akhirnnya tak mampu menahan lagi.

"Maaf pak, apa yang bapak lakukan?" Kiya melepas dengan paksa tangan Zafran dari rambutnnya. Sadar pak, saya bukan Fiya pacar bapak. Jika begini, bapak bisa saya laporkan ke pihak akademik karena kelakukan bapak ini. Selain itu, bapak telah mempersulit mahasiswa. Bapak sudah meninggalkan kewajiban bapak sendiri."

Tampak sekali tatapan sendu Zafran, sebelum akhirnnya pria itu jatuh tak sadarkan diri.

...

@ Nurhidayah202
Follow Ig author. 👆

26 Oktober 2020

DOSEN IDOLA (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang