air mata ketulusan

1K 71 1
                                    

Kiya melepas tangan Zafran yang menutupi bibirnya lalu melepaskan kontak mata mereka. "Bapak kenapa sih pak? Sakit?" Kiya tentu saja bingung ditatap dosennya itu dengan tatapan sendu. Lagi-lagi, banyak pertanyaan yang pada akhirnya hanya bisa dipikirkannya sendiri.

"Apa kamu juga percaya jika selama ini saya mendekati kamu hanya karena kamu mirip sama pacar saya? Saya yakin kamu sudah tau tentang fakta itu kan? Kamu pasti tau tentang Fiya." Zafran mengatakan itu, di setiap kalimatnya, ada rasa sakit di sana, ada rasa bersalah, ada berbagai macam rasa menjadi satu.

Bahkan air matanya sudah menetes sekarang, air mata yang paling tulus. Bukankah jika pria menangis itu berarti tentang ketulusanya? Jika pria sudah menggunakan perasaanya, itu berarti dia sudah sungguh-sungguh dalam berkata-kata.

...

'Kiy, Kiya? Kenapa sih? Dari tadi bengong aja gitu. Kalo ada masalah itu cerita, jangan kebiasaan di pendem sendiri gitu bisa gak sih?" Santi kesal karena dari tadi ia selalu di abaikan oleh Kiya.

"Eh maaf San, aku cuman lagi gak enak badan aja ini kayaknya, jadi rada gak fokus gitu. Gak ada masalah apa-apa kok, cuman tau lah kalo aku lagi pms gimana? Gak mood banget rasanya hari ini." Kiya terpaksa berbohong pada Santi, ia tak mungkin berkata yang sejujurnya tentang apa yang sedang mengganggu pikirannya saat ini.

"Yaelah pms? Kirain kenapa. Iya sih, kalo kamu lagi pms kan emang mood kamu hancur banget ya. Yaudah deh, lupain aja tentang cerita aku. Kamu mau balik atau ke uks aja gak? Kayaknya muka kamu itu emang kusut banget lagi?"

"Kiy, kamu sakit?" Evan yang tak sengaja mendengar perkataan Santi itu langsung mendekat dan memberondong pertanyaan.

"Enggak Van, turunin deh tangan kamu itu, apan sih?" Kiya menurunkan paksa tangan Evan dari dahinya.

"Kiya sini aku anterin kamu ke uks ya. Kamu sakit itu, dahi kamu panas gitu. Sini-sini." Kiya benar-benar tak bisa menolak dengan tarikan paksa Evan itu. Sedangkan Santi hanya bisa terkekeh geli melihat itu.

"Van udah lepas. Okay-okay ke uks, tapi aku bisa jalan sendiri." Kiya lantas berjalan mendahului Evan. Jika sudah begini, tidak apa lah. Biarkan sekalian istirahat di uks, otaknya memang tak bisa berpikir dengan jernih sekarang."

Karena terlalu lajunya Kiya berjalan, sampai-sampai sekarang ia menabrak seseorang saat ingin berbelok. "Maaf-maaf gak sengaja." Ucap Kiya tanpa tau siapa yang ditabraknya itu.

"Kiy, tuh kan udah di bilang di anterin aja kok ribet amat sih. Eh pak Zafran, maaf ya pak. Teman saya ini lagi sakit, makanya agak gak fokus gitu. Terus dia bandel juga, sekali lagi maafin ya pak?"

Seketika tubuh Kiya menegang mendengar nama siapa yang baru saja Evan sebutkan tadi. Bahkan orang dibalik nama itulah yang sudah membuatnya tak fokus sejauh ini

"Kamu kelasnya pak Anwar kan?" Tanya Zafran pada Evan. "Sebaiknya kamu masuk kelas, biar saya yang bantu Kiya ke uks. Kebetulan, kelas saya di regional baru saja selesai. Setau saya, hari ini pak Anwar akan mengadakan kuis dadakan."

"Serius pak? Tapi__" Evan sungguh ragu meninggalkan Kiya sendiri. Namun ia harus bagaimana sekarang. Ia juga tak bisa meninggalkan kuis jika memang benar akan ada kuis.

"Sudah jangan kebanyakan mikir, serahkan teman kamu sama saya. Dia akan aman dalam pengawasan saya, sebaiknya kamu segera masuk sebelum kuis di mulai."

Evan tak bisa membantah lagi ucapan dosennya itu. Ia hanya bisa menurut saja, padahal ia juga sudah melihat wajah Kiya yang seperti butuh bantuan itu. Namun ia bisa apa dan harus bagaimana lagi, ia tak mungkin jika harus tak mengikuti kuis. Sudahlah nilainya pas-pasan, maka makin hancur lah jika kuis pun ia lewatkan.

"Kalau begitu saya permisi pak. Saya nitip teman saya, maaf juga merepotkan." Lalu Evan segera pergi meninggalkan Zafran dan Kiya di belokan koridor itu.

Malangnya nasibku hari ini, pungkas Kiya dalam hatinya. Kenapa juga ia bisa diam saja seperti ini dari tadi, coba ia langsung saja mengikuti Evan, toh kalau benar ada kuis, ia juga harus mengikutinya kan?

"Kamu tidak kenapa-napa kan? Ayo, saya antar kamu ke uks sekarang." Zafran sudah hampir ingin memapah Kiya ke uks, sebelum gerakannya itu di tahan oleh Kiya.

"Bapak kenapa bohong? Gak ada kuis kan? Bapak juga sebenarnya masih ada kelas? Kenapa bapak masih saja campuri urusan saya? Terlepas saya percaya atau tidak dengan omongan bapak tadi pagi, bapak tetap hanya dosen saya pak. Jadi, tak ada kewajiban lebih antara kita berdua." Kiya sungguh tak tega mengatakan itu, namun rasanya ia memang harus mengatakan itu. ia hanya ingin semuanya berjalan sebagaimana mestinya, tak ada yang seperti ini.

Awalnya Zafran terdiam, lalu_ "Saya cuman mau membantu kamu. Mungkin kamu sakit ini juga karena saya, saya minta maaf."

"Iya, memang semuanya karena bapak. Rasanya, sebelum bapak masuk ke kehidupan saya, semuanya itu masih baik-baik aja pak. Bapak hadir, seakan membuka luka masalalu saya. Saya hanya ingin hidup normal seperti sebelumya. Lama-lama saya dekat dengan bapak, selalu saja ada hal aneh yang saya alami. Otak dan hati saya selalu di buat khawatir."

"Lalu mau kamu apa?" Tanya Zafran pasrah.

"Saya mau hubungan kita seperti awal sekali kita bertemu. Rasanya tak ada yang aneh kan di sana? Bapak tak perlu perduli dengan saya begitupun sebaliknya. Kita tak perlu seolah bermusuhan, hanya saja kita tak saling mengenal sedekat ini."

Zafran menghela napas panjang mendengar kalimat yang baru saja Kiya katakana. "Ok, tapi saya minta satu hal saja, agar kamu tetap menjadi penanggung jawab di mata kuliah saya. Ini professional Kiya, dari awal saya milih kamu karena kamu yang gantikan si bule, tak ada maksud lain."

Kiya hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan Zafran. Berbalik arah menuju kelasnya, entah rasanya kelas memang tempat yang paling aman untuk saat ini. Karena jika masih melihat wajah dosennya itu, maka ia akan merasa semakin bersalah.

Kiya menarik bangku lalu segera duduk dan menenggelamkan wajahnya di atas meja. Suasana kelas masih seperti awal saat ia meninggalkan kelas, tak ada pak Anwar, juga tak ada kuis dadakan. Bahkan keadaan kelas bisa di katakan semakin riuh sekarang.

"Kiy kok udah balik? Emang udah gak sakit?" Santi heran melihat sahabatnya itu sudah kembali, padahal masih lesu seperti itu.

"Aku males di uks San, aku mau di sini aja. Udah ya jangan ajak aku ngomong, aku mau tidur." Lalu tak ada lagi suara setelah itu. Sebenarnya tak ada pms tak ada juga sakit perut, Kiya lesu itu murni karena kepikiran Zafran. Hanya saja itulah langkah terbaik agar sahabatnya itu berhenti bertanya tentang apa yang sedang ia alami.

Nadhira Zaskiya Putri!

Sebuah panggilan yang membuat riuhnya kelas langsung sunyi seketika. Bahkan membuat Kiya terlonjak karena namanya di sebut. Ia tau betul siapa pelaku yang memanggil namanya itu.

...

Selasa, 1 Desember 2020
Awali Desember mu dengan senyuman

...

Jangan lupa jejak vote and coment nya ya

DOSEN IDOLA (END)✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang