Sudah 3 jam lamanya Iren mengurung diri di kamar. Sama sekali tak ada kabar darinya bak ditelan bumi. Semua orang mulai cemas. Lola, Ririn, Desi, dan Kak Ines mencoba untuk mengetuk pintu kamar.
Tok...tok...tok...
Kak Ines mengetuk pintu dengan perlahan. Hening. Tak ada jawaban sama sekali dari dalam kamar. Suara isakan tangis pun tak terdengar juga. Desi mulai mengetuk pintu dengan keras lagi. Tetapi tetap sama. Tak ada jawaban. Lola menepuk-nepuk pintu lebih keras dari Desi. Karena masih tak ada jawaban, Ririn tak mau basa-basi. Dengan sekuat tenaga, Ririn menendang pintu kamar sehingga pintu itu terbuka dengan paksa. Kak Ines tidak marah. Ia memaklumi jika Ririn melakukan seperti itu.
"IREN!!" Teriak Kak Ines nada memanggil. Kak Ines menitikkan air mata dan terkejut. Kak Ines mendekap mulutnya sendiri dengan kedua tangannya. Ia mengelilingi kamar Iren yang sangat berantakan layaknya kapal pecah.
"Oh no...," lirih Kak Ines tak percaya dengan pemandangan sekitarnya. Kak Ines berlutut dan memegangi bingkai foto Iren saat kecil yang jatuh dan retak di dekat ranjang. Ia terisak memandangi bingkai foto itu.
Ririn dan Desi saling berpegangan tangan erat. Mereka tak menyangka sahabatnya satu itu akan seperti ini. Mereka mengelilingi kamar Iren lalu membereskan kamar Iren yang berantakan dengan perasaan sendu. Mereka membereskan kamar mulai dari kasur yang sudah tak tertata, selimut yang jatuh di lantai, buku-buku berserakan, benda-benda yang pecah dan tersebar di lantai, bingkai foto yang juga pecah, percikan darah Iren, dan masih banyak lainnya.
Lola. Gadis itu duduk di atas ranjang. Dia memegangi kedua bingkai foto yang Iren letakkan sebelum dirinya menghilang dari kamar. Ya, Iren tak ada di kamar. Lola memandangi kedua bingkai sambil menangis, turut merasakan kesedihan yang dirasakan oleh Iren.
Kak Ines bangkit dari posisinya menuju meja belajar. Di sana ia tidak mendapati apa-apa selain keadaan meja yang berantakan dan secarik kertas yang terlipat rapi di sana. Di atas permukaan kertas, ada suatu bekas air yang mengering dan diperkirakan itu adalah air mata Iren. Kak Ines membuka kertas itu. Susunan kata mulai terlihat.
04.30 PM.
Hai. Jika kamu menemukan kertas ini, artinya aku menghilang dari hadapanmu sejak lama. Mungkin beberapa jam yang lalu. Ya, aku pergi. But don't worry. I'm fine. Don't seek me too. I will find my happiness. Please, sekali lagi jangan cari aku. Aku pergi tuk mencari kebahagiaanku sendiri. Aku ingin kembali ke masa kecilku. So, bye. I hope you will be healthy forever.
-Iren F.-
Kak Ines meremas kertas itu lalu memeluknya, disusul tangisnya. Lola terkejut setelah membaca surat itu. Lola segera berlari menuju ke arah blakon. Lola berdiri di sana lalu menunduk. "No!" Jerit Lola.
Ririn, Desi, dan Kak Ines langsung menyusul Lola. "Ada apa?!"
"Lihatlah!" Lola menunjuk ke arah sebuah tali kuat dan tebal yang terikat di balkon kamar Iren. Panjangnya sampai menyentuh tanah. Tali itu menjadi saksi pelarian Iren. Kak Ines menghembuskan nafas lega. Setidaknya adiknya satu itu masih hidup, tidak melakukan hal semena-mena seperti menghilangkan diri dari dunia. Tetapi ia tetap menangis mengenang kesedihan adiknya lalu memeluk Ririn dan Desi. Lola memandang ke arah depan, memandang rumah-rumah yang berjajar di sana. 'Kuharap kamu segera kembali, Iren!' Batin Lola cemas.
***
Seorang perempuan berjalan lemas dengan sebuah ransel di punggungnya. Arahnya tak menentu. Orang-orang lalu-lalang melihat ke arah gadis yang sedang berjalan sendirian itu. Raut wajahnya sedang kusut. Sebuah headphone sedang bertengger di kepalanya. Gadis itu terus berjalan tak tahu mau kemana. Hati gadis itu pecah berkeping-keping, mengenang masa yang seharusnya tidak menjadi bagian kehidupannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antar 2 Benua
Teen FictionKukira dia akan bersikap cuek atau bahkan tidak peduli dengan sesamanya. Dugaan itu muncul di pikiranku, setelah aku mengetahui bahwa dirinya berasal dari negara yang sangat jauh dari tempat berpijaknya sekarang. Namun dugaanku ternyata salah. Setel...