Hari berganti dengan cepatnya. Pagi ini, Iren sudah siap dengan perlengkapan serta mentalnya untuk berangkat ke sekolah hari ini. Hari ini adalah hari yang mendebarkan untuk siswa VHS. Hari yang akan menjadi hari penuh kenangan selama berada di sana. Hari yang membuat semua siswa mematung dan menguji nyali siapapun di sana nantinya. Semua orang pasti akan takut jika mendengar kata ini. Ujian.
Iren mengibas-kibaskan tangannya ke permukaan rok. Kemudian, dengan tatapan murung dan datar, Iren memasuki sekolahnya. Sepanjang perjalanan, hanya ada para siswa lalu-lalang yang ditemuinya. Ada yang makan untuk mengisi energi, ada yang curhat, ada yang sedang belajar, bahkan ada yang sedang mencibirnya. Iren pura-pura untuk menulikan telinganya. Tak peduli seberapa mereka mencibir dirinya yang berubah drastis akhir-akhir ini. Ketika Iren memasuki kelas, ia dikagetkan dengan sosok laki-laki berperawakan tinggi. Tentunya Iren tahu siapa itu.
"Hai," ucapnya dengan senyum tipis melihat kedatangan Iren barusan. Iren menatapnya datar lalu membuang muka.
"Hm, hai," katanya datar.
"Apa kabar?" Tanya laki-laki itu, Ali, dengan canggung. Sudah lama tidak bercakap-cakap dengan Iren semenjak kejadian mengecewakan itu. Iren hanya mengangguk sebagai responnya.
"Baik."
Iren menjauhi Ali lalu duduk di bangku sesuai nomor ujian yang sudah diberitahukan sebelumnya. Dengan waktu yang masih tersisa sekitar 30 menit, Iren belajar menyiapkan ujian nanti. Buku tebal serta soal-soal latihan ia keluarkan dan ia pelajari lagi. Bayangan tentang Lola masih terngiang-ngiang di pikirannya. Perasaan Iren masih gelisah. Namun, apapun yang terjadi, inilah kewajiban Iren untuk menyelesaikan pendidikannya.
Kring! Kring!
Bel masuk berbunyi sangat nyaring. Bahkan suaranya lebih nyaring dari sebelumnya. Iren memasukkan semua buku-bukunya ke dalam tas. Ia mengeluarkan perlengkapan ujiannya lalu menegakkan tubuh santai. Tibalah seorang guru laki-laki paruh baya datang ke kelas Iren. Ia membagikan kertas-kertas ujian lalu menjelaskan beberapa informasi mengenai peraturan ujian serta bagaimana mengisi kertas ujian tersebut. Setelah itu, para murid VHS kelas 12 mulai berkutik dengan soal-soal yang ada di hadapan mereka. Beberapa dari mereka ada yang terlihat sedang bingung sambil menggaruk tengkuknya. Ada juga yang sedang memainkan pensil dan penghapus. Sisanya ada yang benar-benar serius mengerjakan ujian, termasuk Iren.
Iren menajamkan penglihatannya untuk membaca setiap soal hingga akhirnya ia menemui jawaban yang menurutnya yakin. Satu demi satu soal sudah ia jawab menurut keyakinannya sendiri. Tiba-tiba, tentang Lola terlintas di dalam pikirannya. Spontan, Iren sedikit membulatkan mata dan mengalihkan pandangan dari soal-soal ujian ke ujung meja kecilnya. Tangannya berhenti bergerak. Napasnya naik turun. Sejenak, ia menenangkan diri.
Mila yang melihat pergerakan dan respon tubuh Iren, merasa bahwa Iren sedang memikirkan sesuatu kali ini. Kebetulan ia duduk menyilang dengan Iren. Mila merentangkan tangannya ke pundak Iren lalu menepuknya pelan. Iren sadar dari lamunannya. Perlahan ia menoleh ke arah Mila.
Hah? Mila? Batin Iren dengan mata berkaca-kaca disertai kernyitan di dahi yang menandakan isyarat khawatir dan bingung.
Mila tersenyum lembut ke arahnya. Seolah ia sedang menghantarkan semangat ke tubuh Iren. Iren mengerti, kemudian ia memfokuskan pikiran ke ujian yang akan ia hadapi hari-hari ini. Iren menahan air matanya, dan menggerak-gerakkan tangannya dengan sekuat tenaga untuk mengisi semua soal yang seakan menantangnya dengan panasnya. Iren menggigit bibirnya sebagai pendorong semangat baginya.
***
Seminggu penuh ketegangan telah usai. Saatnya murid VHS berpesta sepuas yang mereka mau. Keceriaan menghiasi wajah mereka di setiap perjalanan koridor hingga halaman luas VHS. Mereka bersorak, mereka bernyanyi, mereka berloncat-loncat senang di sana. Membuat para guru terkejut oleh teriakan mereka dan geleng-geleng kepala. Para guru hanya bisa tertawa pelan mendengar para muridnya bersorak kegirangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antar 2 Benua
Teen FictionKukira dia akan bersikap cuek atau bahkan tidak peduli dengan sesamanya. Dugaan itu muncul di pikiranku, setelah aku mengetahui bahwa dirinya berasal dari negara yang sangat jauh dari tempat berpijaknya sekarang. Namun dugaanku ternyata salah. Setel...