Brak!
Iren mengeluarkan koper dari lemarinya dengan hentakan keras. Ditemani tangis yang masih membendung, Iren mengambil semua barang-barang yang akan diperlukannya untuk perjalanan panjang nanti. Tangan kanannya berkali-kali mengusap kedua mata, menjauhkan buliran bening yang lancang keluar dari matanya. Mulai dari peralatan mandi, kebutuhan pribadi, dan barang lainnya, ia masukkan ke dalam koper. Setelah semua masuk, Iren menutup kopernya mantap. Tanpa menunggu lagi, ia mengenakan jaket jeans, kaos hitam polos, serta celana jeans hitam pekat. Ponsel Iren diletakkan ke dalam tas pinggang kecil. Iren duduk di meja tata riasnya lalu mengucir rambutnya bentuk ekor kuda. Lalu, ia menyeret koper keluar kamar dan mengunci kamarnya.
"Loh? Dik, mau ke mana?" Tanya Kak Ines yang melihat Iren baru saja turun dalam keadaan yang tak biasa. Kedua mata Kak Ines langsung memandang koper yang berdiri tepat di samping Iren. Iren menunduk menghadapi kakaknya itu.
"Aku mau ke Spanyol, menyusul Lola. Kakak beritahu Mama dan Papa kalau aku pergi ke sana dalam waktu yang tidak tahu sampai kapan. Aku tidak bisa menunggu lama lagi. Aku harus menyusul Lola," lirih Iren dengan nata sembapnya. Kak Ines terkejut mendengar keputusan adiknya. Terlebih di bagian ketika Iren mengatakan, 'aku akan menyusul Lola.' Untuk apa ia pergi ke sana? Kak Ines mengernyitkan dahi.
"Kamu ingin pergi ke sana? Untuk apa? Ada apa dengan Lola? Bukannya Kakak ingin mencegahmu ke sana jika kamu ingin meminta maaf kepada Lola. Tapi... Kakak rasa ada sesuatu hingga menekanmu ke sana," tanya Kak Ines. Iren semakin menggenggam erat gagang koper.
"Lola kecelakaan."
Kedua mata Kak Ines membulat sempurna. Ia tak menyangka tentang hal ini. Sungguh kasihan jika melihat teman adiknya itu kini terbaring di rumah sakit. Spontan, Kak Ines langsung memeluk Iren. Kak Ines merasakan apa yang dirasakan adiknya. Di tengah pelukannya, Kak Ines menangis. Iren diam tidak merespon, membiarkan kakaknya membasahi kerah jaketnya.
"Dik, benarkah itu?" Tanya Kak Ines di dekat telinga Iren. Iren mengangguk di pundak Kak Ines.
"Semoga kamu berhasil. Aku akan melalukan perintahmu!" Kak Ines melepaskan pelukannya lalu menepuk pundak adiknya pelan. Iren meraih tangan kanan kakaknya, lalu menempelkan punggung tangan kakaknya ke pipinya. Kak Ines mengangguk mengerti. "Pergilah. Kamu bisa."
Iren melanjutkan perjalanan dengan menyeret kopernya sampai ke garasi. Di sana, sang sopir sudah siap dengan mobil yang akan ia kendarakan. Iren meletakkan kopernya di dalam mobil bagian tengah. Setelah itu, Iren duduk di sampingnya. Mobil berjalan menyusuri setiap jalan yang ada. Iren menerawang ke depan. Pikirannya melayang. Melamun adalah hal yang ia lakukan saat ini.
Semua kenangannya dengan Lola terlintas jelas di dalam benaknya. Peristiwa yang berhubungan dengan Lola, selalu membuat Iren merasa bersalah. Tega-teganya ia melakukan hal bodoh semacam itu dengan Lola di beberapa hari yang lalu. Saat itu, pikirannya sedang tidak jernih. Emosi telah menguasainya. Hati yang terasa panas juga sudah memperngaruhi pikirannya saat itu. Mengakibatkan semuanya terjadi di luar ekspetasi.
Mobil berhenti di depan sebuah bandara besar, setelah 45 menit berselang. Dibantu sang sopir, Iren mengeluarkan kopernya dan juga barang-barang lain dari dalam mobil. Hanya beberapa detik saja, semua barang telah dikeluarkan. Iren mengangguk sambil tersenyum tipis ke arah sang sopir. Sang sopir membalas senyuman Iren, dan kemudian pergi dengan mobil yang dikendarainya. Iren berjalan masuk ke bandara sambil menyincing barang-barangnya sendirian. Rencana selanjutnya, Iren akan memesan tiket pesawat menuju Spanyol hari ini. Namun, antrian yang panjang membuatnya berdiri lama hingga akhirnya ia bisa berhadapan dengan pihak bandara yang melayani penjualan tiket. Iren mendongak, melihat berbagai jadwal penerbangan hari ini. Setelah cukup lama mengecek jadwal, Iren membeli satu tiker menuju Barcelona, Spanyol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antar 2 Benua
Teen FictionKukira dia akan bersikap cuek atau bahkan tidak peduli dengan sesamanya. Dugaan itu muncul di pikiranku, setelah aku mengetahui bahwa dirinya berasal dari negara yang sangat jauh dari tempat berpijaknya sekarang. Namun dugaanku ternyata salah. Setel...