'Ughh...loh aku di mana? Kok gelap. Please, aku takutt.'
Setitik cahaya semakin lama semakin datang. Cahaya itu seakan membawa dirinya ke dunia nyata. Perlahan-lahan, kedua mata membuka. Sedikit demi sedikit kesadaran mulai pulih dan pandangan mulai terlihat.
"Eghh..." Iren mengerang.
"Hah? IRENN!!" Teriak kelima gadis dan kedua lelaki muda di sana.
Tett!! Tett!! Tett!!
"Woi-woi! Dokter cepetan datang dong! Lama banget elahh!"
Tett!! Tett!! Tett!!
"Heh! Jangan berisik! Ini di rumah sakit," tegur Ali. "Dokternya lama banget sih!" Jawab Mila terburu-buru.
"Ya sabar dong!"
Tak lama kemudian, kedua orang berbaju putih nan rapi datang ke ruangan itu. Seorang mengecek kondisi Iren dan seorang yang lain sedang mengiapkan obat-obatan dan keperluan dokter dalam pengecekan pasien.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" Tanya Ririn dan Desi.
"Puji syukur pasien sekarang lebih baik dari sebelumnya. Tetapi dia masih dalam keadaan lemah. Sebaiknya, dia masih dirawat di sini dulu. Agar kita bisa memantau kondisinya," ucap sang dokter.
Semua orang yang ada di ruangan itu menghela napas lega. "Ya sudah, saya tinggal dulu ya. Kalau ada apa-apa, hubungi saya."
"Baik, Dokter!" Serentak semua orang.
"Gue ada di mana?" Lirih Iren setelah dokter dan perawat itu keluar dari ruangan.
"Lo di rumah sakit, ren. Lo babak belur saat itu," jawab Ririn dan Desi lembut dari pinggir brankar.
"Bagaimana gue bisa di sini?" Lirih Iren lagi.
"Saat itu, ketika kamu menyuruh kami untuk pergi, kami tak enak hati untuk meninggalkanmu. Aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Tetapi aku tak mengharapkan itu terjadi. Karena aku takut, maka kami sepakat untuk diam-diam memantau dirimu dari jauh, berjaga-jaga jika kamu mengalami suatu hal buruk, ren. Untung saja kami ada saat itu. Kalau tidak, sudah tak bisa dibayangkan lagi bagaimana keadaanmu nanti. Melihat kamu tidak berdaya di lantai, kami langsung membawamu ke sini," jelas Lola.
"Iya, ren. Kami kaget banget pas lihat lo bisa kayak gitu sama Niken, Katy, dan Cici. Bahkan, kami lebih kaget ketika lo babak belur gitu sampai kayak hancur gituu!!" Sambung Mila dengan histeris.
"Woi! Ngomongnya biasa aja kalii!" Sahut Rendi dan Ali. Mila hanya nyengir.
"Oh. Thanks," ucap Iren.
"Gue udah ada di sini sejak kapan? Ini tanggal berapa?" Tanya Iren lagi.
"Lo udah pingsan selama dua hari," jawab Rendi. "Hah?! Dua hariii??!" Iren menaikkan nadanya.
"Eee...iya, ren. Tapi lo ga usah takut. Kami di sini selalu menemani lo kok." Klara tersenyum.
"Hmm..." Iren mencoba untuk duduk tetapi ditahan oleh Ririn dan Desi. "Gue mau duduk!"
"Jangan, ren! Lo belum terlalu pulih! Kamu berbaring aja. Luka lo itu banyak banget! Lo juga masih demam!" Tegur Ririn sambil membaringkan Iren kembali ke tempat tidurnya.
"Hih! Sebal ga sih sama Niken?! Kejam banget! Kasihan, Iren. Baru sakit-sakit gitu kasih air es. Habis itu dilawan. Apa ga parah tuh?!" Kata Mila dengan kernyitan dahinya.
"Ya gimana lagi. Namanya juga anak kejam. Mau lo apa-apain tetap aja kejam," balas Ali.
"Iya tuh! Mentang-mentang anak pemilik sekolah terus berlagak sombong. Dasar!" Tutur Rendi yang sedang memainkan ponselnya di sofa ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antar 2 Benua
Teen FictionKukira dia akan bersikap cuek atau bahkan tidak peduli dengan sesamanya. Dugaan itu muncul di pikiranku, setelah aku mengetahui bahwa dirinya berasal dari negara yang sangat jauh dari tempat berpijaknya sekarang. Namun dugaanku ternyata salah. Setel...