-BAB 12, Festival of Light-

15 4 0
                                    

Rumah Mila.
Drtt...drt...

"Eghh...siapa sih?"

Mila mengolet di atas ranjang. Ponselnya bergetar, membuat tidur cantiknya terganggu. Dengan berat hati, Mila meraih ponsel di atas meja kecil di sebelahnya. "Hah? Lola? Ngapain telepon?" Gumam Mila heran. Tak biasanya Lola menelepon Mila sepagi ini. Hari di luar sana masih terlihat gelap. Matahari belum menampakkan dirinya.

"Halo?" Jawab Mila di sambungan telepon.

"..."

"Kamu yakin? Marah ga nanti? Kenapa aku baru tahu tentang acara itu sih? Acaranya hari ini toh? Eventnya kayak gimana emang?" Tanya Mila dengan berbagai pertanyaan yang datang di pikirannya.

"..."

"Um...ide bagus sih. Nanti coba ngomong ke Rendi atau Ali. Biar diskusi di kelas aja. Bye. Tidur sana. Masih pagi banget nih."

"..."

"Ya ga apa-apa. Untung masih kedengeran tadi deringnya hehe. Bye," Mila mematikan telepon.

***

05.30 AM, rumah Iren.
"Mama, papa di mana? Mama tahu?" Tanya Iren seraya mengambil sebuah pisang manis di meja.

"Papa baru mengurus kafe. Hari ini kafe padat banget jadwalnya. Katanya akan ada tamu di sana. Kalau kamu mau tahu siapa tamunya, mampir aja ke sana," jawab Windy sambil memakan sarapannya.

"Ga ah. Males." Sesuap demi sesuap dimakan Iren. "Ga kayak biasanya kamu, Dek. Kamu dulu suka banget ke kafe papa, tapi sekarang kayaknya udah bosen hahaha," sela Kak Ines dengan membopong tas di pinggangnya.

"Hem."

Semua berjalan lancar seperti pagi-pagi sebelumnya. Iren berpamitan kepada mama dan kakaknya untuk berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah, pemandangan tampak sedikit berbeda dari biasanya. Iren terfokuskan pada sekelompok remaja yang sedang membicarakan sesuatu di sebuah bangku belakang. Mereka adalah Lola, Mila, Ali, dan Rendi.

Iren mencuekkan mereka dan duduk ke bangku yang berdekatan dengan jendela panjang. Entah mengapa, Iren sudah terlalu nyaman untuk duduk di sana.

Karena 2 minggu lagi tes akan datang, maka Iren mempersiapkan segala sesuatu mulai dari sekarang seperti membaca buku, mengerjakan soal, berlatih mengerjakan, dan mencari ilmu-ilmu tambahan.

Kring...kring...

Pembelajaran dimulai oleh Pak Bernard. Iren memperhatikan seluruh penjelasan Pak Bernard lalu mencatatnya. 'Kenapa hampa banget ya?' Batin Iren.

Baru kali ini, ia merasakan kehampaan yang seakan tak ada istimewanya sama sekali. Namun Iren sudah bulat dengan pendiriannya. Dingin tetaplah dingin. Itulah Iren.

Berjam-jam lamanya, Iren terus belajar di dalam kelas bersama teman-temannya. Hingga akhirnya, jam istirahat tiba. Iren mengambil bukunya dan berjalan menuju taman belakang sekolah yang sepi dan sangat teduh. Ia tak sendirian kali ini. Ada Klara di sampingnya.

"Eh, ren. Ini jawabannya apa?"

Detik ini, mereka berdua sedang belajar bersama. "Oh ini. Nih," jawab Iren sambil menyodorkan bukunya. Dengan cekatan, Klara menulis jawaban Iren dan mempelajarinya sendiri.

Iren meletakkan buku serta pensilnya ke atas rumput hijau, kemudian ia menyenderkan kepala ke batang pohon yang menaunginya. Iren melihat ke atas, membayangkan ia bisa menjadi burung-burung yang terbang dan bisa menjelajahi dunia dengan sayap-sayap mereka. Klara mengetuk-ngetuk ujung pensil tumpul ke dagunya. Sedetik kemudian, ia menoleh ke arah kiri.

Antar 2 BenuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang