Matahari menyambut pagi dengan sinar hangatnya. Cahaya dari langit menembus kamar, menyinari wajah manis Iren yang masih terlelap di atas ranjang.
Guk! Guk! Guk!
Kiki naik ke atas ranjang. Kiki menjilati pipi Iren dengan lembut. Usapan lembut di pipinya membuat Iren segera bangun dari tidurnya.
"Hm, kiki ternyata. Tumben ki kamu datang ke kamar." Iren berdoa dan turun dari ranjang. Ia membuka jendela serta pintu balkonnya.
"Ah! Selamat pagiii!!" Seru Iren sambil meregangkan tubuhnya di balkon. "Eh? Udah bangun, Dek?" Tanya Kak Ines dari balik jendela di kamar sebelah.
"Menurut kakak apa?" Balas Iren cuek. "Sudah bangun," balas Kak Ines.
"Ya udah. Ngapain nanya." Iren pergi ke kamar mandi dan melakukan ritual paginya di sana. Setelah mengenakan seragam dan sarapan, Iren berangkat ke sekolah.
Sesampainya di VHS, Iren duduk di bangkunya. "Hai, Iren!" Sapa Lola yang sudah datang mendahului Iren. "Hm," balas Iren dengan wajah murung.
"Kok murung banget? Kenapa?" Tanya Lola yang tak tahu sifat Iren sebenarnya.
Brakk!!
Iren meletakkan tas di atas meja dengan kasar sehingga menimbulkan dentuman keras di meja. Lola membulatkan mata dan kaget. "Itu...bukan urusanmu."
Kata-kata Iren memang pedas bagi orang yang belum mengenalnya. Hati Lola terasa sakit, tetapi Lola memaksakan senyumannya agar terlihat ramah. "Ouh, ma...maaf mengganggumu," kata Lola canggung.
Iren memalingkan muka lalu duduk tenang. Iren mengeluarkan buku-bukunya lalu membacanya. 10 menit kemudian, kelas dimulai. Bu Kina, selaku guru Fisika menjelaskan materi kepada anak-anak didiknya.
"Anak-anak. Sekarang kerjakan tugas di papan tulis ya. Kalian harus diskusi dengan teman sebangku kalian untuk mengerjakan tugas ini. Setelah itu kumpulkan ke ibu, oke?"
"Oke bu!!"
'Males banget ya amponn! Kenapa harus teman sebangku sih?! Huft...,' batin Iren bersungut-sungut. Iren menghempaskan buku serta alat tulisnya di atas meja dengan kasar.
"Um...jadi? Sudah paham sama materi Bu Kina?" Tanya Lola. Iren melirik sekilas dan membisu. "Kamu kenapa? Ada yang salah?"
"Kamu lebih baik diam. Atau kalau ga bisa, ngomong sedikit aja. Lebih cepat lebih baik." Iren menatap tajam ke arah Lola. Lola bergidik ngeri dan langsung membisu.
Mereka berdua mengerjakan tugas kelompok dalam suasana hening. Bukan lagi namanya tugas kelompok kalau mereka tidak saling berdiskusi. Lola mau berdiskusi, kalau Iren? Dia menolak. Karena itu, tugas kelompok ini serasa tugas pribadi bagi mereka berdua.
Beberapa menit kemudian, mereka telah menyelesaikan tugas kelompok tersebut. Iren mengumpulkan kertas mereka ke Bu Kina lalu kembali duduk. Sunyi. Tidak ada komunikasi antar kedua murid tersebut. Bahkan meskipun Mila sudah membujuk Iren untuk berbicara, Iren tetap diam.
"Dinginnya kebangetan," bisik Rendi ke Ali. "Ya biasalah, namanya juga cewek yang mungkin baru ada masalah. Kita kan belum tahu tentang dia. Biarin aja. Mungkin dia masih butuh waktu buat sendiri," jawab Ali.
"Eh, kalian! Kalian merasa ga sih kalau Iren itu kayak kulkas jalan?" Tanya Mila yang duduk di belakang Ali dan Rendi. "Maaf ya, mba. Perasaan kita udah ngomong pasal itu beberapa hari yang lalu." Rendi dan Ali menoleh ke belakang.
"Ya...iya sih. Iren ada masalah toh? Kasihan dia kalau dingin terus. Apa kita deketin dia aja?" Tanya Mila.
"Ogah! Kita deketin malah yang ada kita dimarahin. Kan gue jadi kesel," sahut Rendi. "Ya kan kita belum coba, ren. Coba aja dulu. Kasihan dia noh. Kalau lo di posisi dia rasanya gimana sih kalau ga ada yang peduli sama dia?" Ali menerangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antar 2 Benua
Teen FictionKukira dia akan bersikap cuek atau bahkan tidak peduli dengan sesamanya. Dugaan itu muncul di pikiranku, setelah aku mengetahui bahwa dirinya berasal dari negara yang sangat jauh dari tempat berpijaknya sekarang. Namun dugaanku ternyata salah. Setel...