Ceklek
"Ya! Hwang Hyunjin! Bangun! Banjir! Kebakaran! Gempa! Longsor! Gunung meletus! Tsunami! Urgent, urgent, penting, darurat, important, S.O.S! Astaga, bangun bocah! Bangun atau ku--"
PLUK
"Berisik!"
Seusai melempar guling ke arah Bang Chan, Hyunjin memutar badannya membelakangi pria itu. Ia memejamkan matanya rapat-rapat, kontan menarik selimutnya hingga ke dagu serta menaruh bantalnya menutup telinga. Bang Chan pasti baru saja terpentok sesuatu sampai ia berteriak bak orang gila sehabis masuk tanpa mengetuk ke kamar Hyunjin.
Saat berteriak, suara Bang Chan bisa menggelegar lebih nyaring dari guntur. Dia berteriak seperti habis terkena musibah, padahal Hyunjin yakin itu hanya akal-akalannya untuk membuat Hyunjin bangkit dari kasurnya. Bang Chan belum membawa panci dan centong. Kalau sudah begitu, tetangga sebelah pun pasti akan ikut terbangun. Mengganggu tidur saja, dasar kloningan TOA.
"Bangun bocah! Aku serius, ini genting!" Bang Chan memakai guling yang Hyunjin lempar padanya untuk memukul badan Hyunjin berulang-ulang. Tak lupa menggoncang dan menarik paksa selimut Hyunjin.
Hyunjin mendesis, ia akhirnya mendudukkan dirinya susah payah. Mengucek matanya yang tak terbuka sempurna, Hyunjin melancarkan serangan balasan dengan melempar bantalnya. Headshot, kena kepala Bang Chan. Seandainya saja bantal itu adalah batu-bata, Hyunjin pasti sudah hora-hore melihat kepala Bang Chan bercucuran darah.
"Kenapa?" Tanya Hyunjin tak santai dengan suara seraknya. Ia menggaruk tengkuknya dan menyisir rambutnya ke belakang. Hyunjin melirik jam, masih pukul enam pagi. Hyunjin tak biasa bangun di jam ini. Semalam ia tidur larut malam, rasa lelah masih menghantuinya karena dipaksa bangun oleh Bang Chan dengan teknik yang biasa dipakai emak-emak membangunkan anaknya.
Kalau Bang Chan, dia pasti memang sudah terjaga sejak subuh-subuh. Namun, kenapa Bang Chan mesti menerobos masuk kamar Hyunjin sambil berteriak bak tengah kehujanan berlian? Kedatangan malaikat maut?
"Kau harus menonton TV sekarang"
PLUK
Selimut yang digumpal menjadi bola adalah sarana yang Hyunjin pakai untuk memukul wajah Bang Chan. Habis sudah perlengkapan tidur yang ada di kasurnya, semuanya sudah mendarat di sekujur tubuh Bang Chan. Hyunjin kira ada masalah besar sekelas perang dunia 3 yang hendak Bang Chan sampaikan padanya.
Ternyata ia hanya menyuruh Hyunjin untuk menonton TV yang jelas bukanlah hal darurat hingga perlu dikabarkan dengan begitu overakting. Bang Chan pasti belum pernah merasakan rahangnya diremukan. Hyunjin harus menarik kepalanya dari bantal, hanya untuk memantengi TV? Memangnya apa yang spesial dari menonton televisi? Apa sedang ada drama? Sinetron? Azab? Indosiar? SpongeBob SquarePants? Sofia the First? Doraemon? Masha and the Bear?
"Tak bisa dengarkan aku dulu? Main lempar-lempar saja. Cepat bangun! Ada berita penting di TV. Percayalah, kau akan menyesal seumur hidup kalau tak melihatnya. Bangun sebelum aku bakar tubuhmu hidup-hidup!"
Hyunjin mengerang, ia bersungut sambil menurunkan sebelah kakinya dari ranjang. Matanya masih tertutup rapat, tubuhnya masih mendambakan petualangan mimpi. Rasanya sulit untuk bangun. Lagipun, kenapa Bang Chan perlu memakai ungkapan menyesal seumur hidup hanya untuk menonton TV? Lebay sekali. Jika saja Bang Chan tak koar-koar dan memukul-mukul Hyunjin dengan bantal seperti ini, Hyunjin pasti akan memilih melanjutkan tidurnya.
Berdiri sempoyongan, Hyunjin menggaruk punggungnya dan mengusap air mata yang menggenang karena beberapa kali menguap. Ia ingin mencuci muka dulu, namun Bang Chan mendesaknya untuk segera turun. Hyunjin menggerutu sambil menuruni tangga, membiarkan Bang Chan mendahuluinya lebih dulu. Beberapa kali ia tersandung karena setengah nyawanya masih enggan kembali ke inang. Penderitaan sekali untuk bangun awal-awal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My CEO • Kang Taehyun
Fanfic[COMPLETED] (A Fantastic Cover By : @alcoholnight) Di usia 17-nya, Han Yora harus melepaskan segala cita-cita dan kegembiraan masa mudanya di kala takdir memaksanya tunduk. Pasrah adalah satu-satunya hal yang bisa Yora lakukan sewaktu ayahnya menin...