Ia menyesap teh yang masih mengepulkan asap di atas mejanya. Setelahnya, ia merenggangkan badan sampai bunyi antar tulang punggung dan tangannya terdengar. Dipandangnya jendela balkonnya yang telah tertutup embun. Setelah puas melamun melihat butiran salju jatuh yang terbias pada jendelanya, ia kembali memfokuskan dirinya pada sebuah ensiklopedia yang terbuka lebar di depan matanya. Baru saja hendak mengetik pada laptop-nya, ia lebih dulu teralih saat mendengar suara ketukan yang berasal dari pintu apartemennya.
Menghelakan napasnya, Doyeon mau tak mau harus berdiri dari lantai tempatnya bersemedi. Kakinya harus pintar mengambil langkah-langkah untuk menghindari kertas, buku, dan alat tulis yang seluruhnya berserakan di sekitarnya. Doyeon tak menyadari ia telah memberantakkan ruang tengah dengan berbagai macam peralatan sekolahnya. Untung saja neneknya tak sedang ada di apartemen, jadi Doyeon tak perlu mendengar omelan sambil disuruh-suruh untuk membereskan semua barangnya.
Perempuan berambut kecokelatan itu mengambangkan tangannya di atas kenop pintu. Ia menarik benda itu, membuka lebar pintunya guna melihat siapa gerangan yang tengah bertamu sore-sore begini. Doyeon sesungguhnya sedikit terkejut saat mengenali siapa pria yang tengah berada di depan pintu apartemennya, namun ia menyembunyikannya dengan decakan lidah yang terimpresi sebal.
"Untuk apa ke sini? Mengganggu saja" Meskipun bibir Doyeon berucap begitu, badannya tetap berpindah ke samping, dan tangannya menarik pintu untuk memberi ruang bagi Hwang Hyunjin untuk masuk. Selepas pria itu melepas sepatunya dan beranjak masuk, Doyeon lekas menutup pintu apartemen untuk menyusutkan hawa dingin yang berlomba-lomba masuk.
Hyunjin tak menjawab pertanyaan Doyeon, pun ia sendiri tak begitu mengharapkan tanggapan. Doyeon tahu Hyunjin pasti hanya datang sebagai bentuk keisengan saja, tanpa ada maksud lainnya. Doyeon berjalan mendahului Hyunjin yang tengah mengibas rambutnya untuk menjatuhkan butiran salju yang terselip di sana. Sudah cukup lama Doyeon tak menjumpai Hyunjin lagi. Oleh karena urusan rumah sakit yang kian sibuk belakangan ini, Doyeon jadi lebih sering pulang saat matahari terbenam seutuhnya.
Namun Doyeon tahu Hyunjin masih menjalani rutinitasnya dengan berkunjung ke sini di hari dan waktu tertentu. Neneknya setiap hari menceritakan kapan Hyunjin datang dan apa saja yang ia lakukan di sini. Jangan ditanya, Doyeon sendiri tahu neneknya sudah menganggap Hyunjin selayaknya cucunya sendiri. Bagus Hwang Hyunjin, dapat lampu hijau jauh sebelum punya status. Patut dicontoh.
"Tumben di sini. Kenapa tidak di rumah sakit? Kau bolos praktek lapanganmu?"
Doyeon menggeleng menanggapi kalimat Hyunjin yang terkesan memfitnah. Ia kembali mendudukkan dirinya di atas lantai dengan alas sebuah karpet, persis di depan meja yang penuh dengan buku-buku tebalnya dan laptop yang sedari tadi menyala.
"Hari ini Natal, jadi semua mahasiswa libur" Doyeon mulai membalik-balik halaman ensiklopedia pinjamannya dari perpustakaan SNU. Natal adalah salah-satu hari nasional. Otomatis, semua mahasiswa di SNU diberi cuti selama dua hari ini sesuai dengan peraturan yang memang berlaku bagi semua sarana sosial. Meski cuma dua hari, Doyeon sudah senang luar biasa. Ia bisa lepas dari kegiatan praktek yang super melelahkan di rumah sakit.
Hyunjin cuma mengangguk dan membulatkan bibirnya. Ia meletakkan sebuah plastik putih transparan yang dari tadi dijinjingnya ke ujung meja, dan ikutan duduk di lantai bersama Doyeon, bersebarangan dengan perempuan itu yang separuh wajahnya tertutup oleh layar laptop.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Tanya Hyunjin sembari melihat-lihat buku-buku tebal yang tergeletak di hampir seluruh permukaan meja. Doyeon kelihatannya tengah sibuk saat ini, pasalnya ada begitu banyak kertas yang berceceran di dekatnya.
"Sedang berperang dengan neraka, skripsi" Jawab Doyeon dengan sedikit guyonan. Yang namanya libur, afdalnya dinikmati dengan vakansi atau tamasya keliling-keliling kota dan relaksasi. Atau dalam kamus Doyeon, libur sama artinya dengan rebahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My CEO • Kang Taehyun
Fiksi Penggemar[COMPLETED] (A Fantastic Cover By : @alcoholnight) Di usia 17-nya, Han Yora harus melepaskan segala cita-cita dan kegembiraan masa mudanya di kala takdir memaksanya tunduk. Pasrah adalah satu-satunya hal yang bisa Yora lakukan sewaktu ayahnya menin...