HISTORIA - 24

2.1K 244 45
                                    

+62871234xxxx
Kl ada wktu, ayo ktemu.
Aku mau bicra serius, face to face.

Mohon kooperatif dan kerjasamanya :)

Kooperatif katanya? Cih! Tidak ada bahasa atau perumpamaan lain apa? Yang lebih enak dibaca gitu, harus banget kooperatif kayak buronan 86?

Rentetan nomor itu tak pernah masuk dalam daftar contact person, namun Fiolyn hapal di luar kepala siapa pemilik dari nomor tersebut. Notifikasi chatnya masuk tadi malam sekitar jam sebelas, dan sekarang smart watch di pergelangan menunjukan pukul 07:33 pagi Waktu Indonesia Bagian Barat, Fiolyn baru saja hendak mengetik balasan. Kedua ibu jarinya menekan satu persatu alfabet di atas keypad, menjalin kalimat berupa;

Saya ada di taman komplek.

Lalu, send, dan menunggu.

Untuk mencapai keputusan ini ia harus melewati perdebatan antara kepala dan hati, karena dua bagian itu harus diselaraskan. Fiolyn tidak hanya berdiskusi dengan Atan. Semalam, dia juga berdiskusi tentang problematika 'kasus' Hito kepada dua orang lainnya di grup whatsapp yang beranggotakan tiga orang (termasuk dirinya), dia bercerita tentang kekhawatiran reaksi ibunya jika tahu prihal ini, tentang ketakutan disebut orang ketiga dalam kandasnya hubungan Hito dan Una, tentang kecemasan akan keluarga Hito memandangnya nanti, dan tentang kegelisahan bagaimana anggapan orang sekitar.

Jari Fiolyn menggulir layar, kini kembali membuka isi percakapannya dalam grub, membaca ulang rangkaian chat dengan mata agak menyipit, lalu berhenti pada kalimat yang tertulis;

'Kalau kamu gak ada rasa suka sama dia, kamu gak akan berpikir sejauh itu.'

Jujur, Fiolyn merasa sedikit tertampar, kalimat tersebut sangat telak dan benar adanya. Kalau dia tidak memiliki rasa kenapa juga harus repot-repot berpikir jauh tentang: Bagaimana nanti orang lain memandangnya, bagaimana nanti tanggapan Adelia, bagaimana dengan Razka, dan bagaimana dengan keluarganya, serta keluarga Hito juga?

"Bisa jadi kamu emang suka sama dia. Tapi, diri kamu terlalu sibuk menyangkal."

Sosok Atan versi imajiner bersuara dalam kepala, ikut menyentil si hati kecil agar bisa jujur dengan perasaannya. Memang benar, mungkin selama ini Fiolyn terlalu denial, bukan hanya kepada Hito. Tapi kepada semua laki-laki yang pernah dekat dengannya dua tahun belakangan. Fiolyn pernah mencintai seseorang, dan berakhir dengan tidak menyenangkan. Sebab itu dia selalu menghindari, menyangkal dan menjauhi hal-hal yang bisa membuatnya patah hati.

Tidak sampai sepuluh menit, Hito sudah berdiri di hadapan. Dengan nafas sedikit ngos-ngosan, kedua lengan berhias urat-urat maskulinitas bertolak di pinggang, dahi, pelipis, dan sekitar lehernya terlihat lembab oleh keringat. Mengenakan kaus navy polos, celana training putih pendek, laki-laki itu berdiri menjulang mempertemukan ujung sepatu nike miliknya dengan adidas milik Fiolyn.

Lalu dia bersuara, "Sejak kapan di sini?" diiringi dengan gerakan menyugar rambut hitam pekat yang warnanya sudah tidak alami.

Fiolyn menegadah dari duduknya, menatap Hito keheranan, alih-alih menjawab ia malah berkata, "Cepet banget sampainya, Pak."

"Aku emang lagi di dekat sini, temenin Azka latihan basket sekalian joging. Pas lagi istirahat kamu whatsapp," jelasnya. "Kamu belum jawab, sejak kapan di sini?"

"Subuh," bohong Fiolyn. Dia baru duduk tiga puluh menit lalu di kursi taman.

"Masa?"

Dengan lues Hito menekuk lutut, menumpukan paha belakang di punggung betis. Berjongkok sembari tak sekalipun pandangannya lepas dari wajah Fiolyn, kedua lengannya sengaja diluruskan, masing-masing mencengkram sisian kursi, memenjara kaki gadis itu.

HISTORIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang