HISTORIA - 8

3.1K 315 47
                                    

Fiolyn pikir surat balasan yang Hito berikan adalah surat acc atas pengajuan resign-nya tapi ternyata; surat mutasi kerja!

Sudah terhitung lima hari Fiolyn dipindah tugaskan di kantor cabang. Awalnya Fiolyn bersyukur karena dengan begitu ia pasti jarang bertemu Hito, karena setahunya selama ia bekerja di kantor pusat, Hito lebih sering terlihat di sana ketimbang di kantor cabang.

Tapi..

Fiolyn ternyata keliru, sudah lima hari ini pula Hito selalu menampakkan diri di kantor cabang, bahkan pria itu semakin menjadi-jadi terhadap Fiolyn.

Di kantor cabang, pekerjaan Fiolyn kian bertambah, tidak hanya mengurusi bagian oprasional, namun juga membantu Nia dibagian kasir dan ikut bertanggung jawab dibagian distro.

Semua itu berdampak pada jam kerja Fiolyn, dari yang semula setengah hari kini bisa sampai seharian penuh. Tak jarang juga Fiolyn pulang tengah malam, membuat ibunya mengomel.

+62871234xxxx

Kruangn sbntr, bntu gw prksa lap keuangn

Bahu Fiolyn merosot kala ia membaca pesan whatsaap dari Hito, waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Kantor juga sudah sepi sejak satu jam yang lalu, tadinya Fiolyn hendak pulang, tapi ia urungkan karena pesan dari Hito.

Yah, begitulah Fiolyn dengan sikap penurutnya. Tak peduli sekeras apa pun si otak berteriak  lelah, tubuhnya tetap berkhianat. Menuntun Fiolyn masuk ke ruangan Hito.

"Kenapa gak besok aja, sih, Pak?"

"Besok, gue ada acara amal."

"Terus, kenapa gak sama Bang Azis?"

"Azis gue suruh urusin yang lain, udahlah, gak usah banyak ngomong. Mending lo bantuin gue supaya cepat beres!"

Hito duduk di sofa ruang kerja sembari memeriksa kertas-kertas hvs berisi rentetan angka dipangkuannya. Sementara Fiolyn duduk di atas karpet, lebih tepatnya di sebelah lutut Hito. Jarak bahu kecilnya hanya beberapa jengkal dengan lutut Hito.

Tinggi meja yang setara dengan tempat duduk membuat Fiolyn tidak nyaman. Maka dari itu, ia lebih memilih duduk di bawah sembari fokus dengan laptop milik Hito.

Saking fokusnya Fiolyn tidak menyadari bahwa sebenarnya perhatian Hito tak sepenuhnya terpusat pada kertas HVS, lelaki itu diam-diam memandang bahu mungil Fiolyn. Menyusuri rambut hitam legam panjangnya yang di ikat rapi memperlihatkan lekukan leher.

Tatapan matanya beralih ke cuping telinga lalu turun menelisik punggung Fiolyn, untuk pertama kalinya Hito merasa gatal ingin mengelus punggung seorang gadis.

Drrtt.. Drrrttt...

Lamunannya buyar ketika ponsel Fiolyn yang tergeletak di atas meja bergetar, Hito sedikit mengintip. Nama 'Teh Una' tertera pada layar benda pipih tersebut. Ketika Fiolyn hendak menekan tombol hijau---

"Gak sopan lagi kerja, di depan bos angkat telepon!" Hito merebut ponselnya dengan sigap.

"Ini, kan, bukan waktu kerja!" Fiolyn tidak mau kalah.

"Lo bilang ngerasa keganggu sama Una, ya, sudah, biarin aja. Ngapain lo angkat?"

"Tapi, siapa tahu penting?"

"Punya kepentingan apa, lo sama Una?"

Fiolyn diam. Memang tidak ada yang penting, paling juga Una meneleponnya untuk menanyakan Hito.

"Kalau Una whatsaap atau telepon lo buat nanyain gue, mending gak usah lo ladenin," sambungnya.

"Makannya, Bapak kabarin Teh Una setiap waktu! Supaya dia gak tanya ke saya terus."

HISTORIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang