HISTORIA - 4

3.8K 338 25
                                    

Sedari tadi Hito diam menatap layar komputer tanpa teralihkan sedikitpun.

Meski ponsel yang tergelatak di samping mouse terus bergetar, menimbulkan suara yang khas perpaduan antara case ponsel dan permukaan meja, Hito sama sekali tidak tertarik untuk melihat siapa si pemanggil.

Kedua kaki panjangnya berselonjor di atas meja, sebelah sikunya bertumpu dilengan kursi, sementara punggung lebarnya bersender nyaman pada sandaran kursi.

Bagi sebagian orang awam yang tidak mengenal Hito, mungkin akan mengira dia seperti pengangguran banyak uang.

Suara getaran ponsel kembali memecah keheningan, decak kesal lolos dari mulut Hito ketika mengintip nama si pemanggil. Dengan malas ia meraih ponsel, lalu menggeser ikon bulat berwarna hijau.

Salah satu kebisaan Hito, dia tidak akan lebih dulu menyapa atau sekedar mengucap kata 'halo' sebelum suara si pemanggil terdengar dari sebrang telepon.

Kamu masih di kantor?” Adalah suara Una yang menyapa telinga.

“Ada apa?”

“Aku mau bawain kamu makanan, belum makan, kan?”

“Gue lagi diluar.”

Tut.

Hito mengakhiri panggilan telepon secara sepihak, tanpa menunggu balasan dari Una.

Kemudian ia mengaktifkan mode airplane, dan kembali fokus pada layar komputer.

Dari tadi Hito memang sangat sibuk. Iya, sibuk mantengin cctv. Selain menjadi bos, Hito juga merangkap sebagai satpam kantor dan penjaga keamanan, karena setiap hari jika bukan bermain game, yang dia lakukan hanya memperhatikan cctv.

Jemari besarnya menggeser mouse, satu bunyi klik terdengar lalu muncul sebuah rekaman salah satu ruangan kantor. Di sana, Fiolyn tengah berkutat dengan beberapa lembar kertas hvs dan laptop.

Katakana saja Hito gila, bagaimana tidak, hampir setiap harinya dia bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya berdiam di depan komputer, bukan untuk bekerja. Melainkan, menonton cctv. Bayangkan betapa membosankannya hal seperti itu.

“Di sini rupanya.”

Bunyi grasak-grusuk terdengar saat Hito tekejut mendengar suara Nandar -kakaknya- di ambang pintu dengan pakaian kerja yang formal, ia buru-buru memindahkan layar tampilan pada komputer menjadi game online.

“Apa?” tanyanya, kikuk.

"Kenapa itu muka? Nonton bokep lo?” tuduhnya seraya mendekat.

“Ngapain gue nonton begituan.”

Nandar menarik kursi di sebrang meja. Tidak perlu menunggu di persilahkan untuk duduk menurutnya. “Muka lo mencurigakan. Seperti duda kesepian, butuh belaian.”

Sontak saja Hito melempar tinta printer ke arah Nandar dengan sorot mata menatap sinis. “SIA! Ngapain kesini?”

“Ah! Ini gue bawa sample T-shirt untuk privat produk yang mau lo bikin.” Nandar mengangsurkan sebuah tas berbahan kanvas.

“Terus?"

"Ketersediaan bahan kain dan cat sablon, nanti staff gue yang kirim laporannya."

“Ya sudah, biar gue cek nanti.”

“Awas aja lo lupa, gara-gara seharian mojok di gudang sama karyawan sendiri," sindirnya.

"Fitnah lo! Kapan gue mojok di gudang?"

HISTORIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang