HISTORIA - 3

4.3K 389 30
                                    

Hito mendengus seraya memalingkan wajah, ketika Atan membatu Fiolyn membuka pengait helm.

Dasar setan!

“Ini memang suka macet.” Atan meringis merasa tidak enak, takut kalau-kalau Fiolyn merasa tidak nyaman ketika memakai helm itu tadi.

“Gak pa-pa. makasih ya Atan.”

“Masuk sana!” Hito kembali bersuara dengan nada perintah. “Azis tungguin lo di ruangan.”

Tanpa kata dan tanpa bantahan sedikit pun Fiolyn berlalu dengan seulas senyum kecil, kepada Atan tentunya. Bukan Hito!

****

Tempat ini terdiri dari empat lantai, lantai pertama untuk distro, lantai kedua untuk staff oprasional, keuangan, admin, gudang penyimpanan stock, ruang khusus tamu dan juga terdapat pantry yang tidak terlalu luas.

Lantai ketiga hanya gudang penyimpanan barang tidak terpakai, ruang d'sign, dan tempat pemotretan produk untuk clothing line, meskipun terkadang brand produk yang dijual bukanlah brand milik sendiri, tapi tetap saja, Hito tidak pernah mau memakai foto curian atau foto editan untuk memasang iklan disitus online shop. Dia selalu ingin memakai foto sendiri dengan logo distro miliknya disudut foto.

Lalu lantai ke empat merangkap ruang penanggung jawab yaitu Azis, ruang sekertaris, ruang HRD, ruang meeting, dan terakhir ruangan khusus si manusia setengah ikan asin alias… you know he is!

Fiolyn mengurungkan niatnya untuk ke lantai empat karena sepertinya orang yang dia cari ada di lantai yang sama, jangan pernah membayangkan bahwa bangunan ini memiliki lift. Yang tentu saja tidak ada.

Jangan manja, gedung ini cuma empat lantai, olahraga sedikit naik turun tangga manual gak pa-pa, biar sehat.”

Setidaknya itu lah yang Fiolyn ingat dari ucapan Hito, ketika lelaki itu memintanya untuk membuatkan kopi atau memerintah sesuatu yang berpotensi naik-turun tangga berkali-kali. Menyebalkan memang!

Fiolyn mendapati punggung seseoraang dengan kaus polo hitam dan celana chino berwarna cream muda, itu Azis. Dia berdiri tidak jauh dari meja kasir, tampak sibuk dengan ponsel yang menempel ditelinga.

Bahkan ketika berbalik Azis hanya mengangguk sekali, sebagai respon bahwa dia menyadari eksistensi Fiolyn yang baru saja mendekat ke arahnya. Fiolyn menunggu sembari merogoh benda kecil di dalam tas slempang.

“Terimakasih, sekali lagi ambo minta maaf yo Sum. Ari (hari) ini juga ambo akan transfer, anggap sajo ini bonus lembur atau uang jajan untuk kau.”

Fiolyn tidak bermaksud menguping pembicaraan, tapi setidaknya itu lah yang ia dengar sebelum Azis menutup panggilan telepon. Kedua netra coklat gelap Fiolyn menyipit seketika, karena seulas senyum yang ia umbar.

Yang dibalas helaan nafas oleh Azis. Kemudian dia menegadahkan telapak tangan ke arah Fiolyn, bermaksud meminta.

“Lain kali, kau jangan nurut-nurut amat lah jadi orang,” katanya.

Yang diberi nasihat hanya menatap lalu berseru. “Hah?”

“Ambo kasih tahu, ndak semua yang si Hito suruh itu nyata adanya.”

Ini lebih membuat bingung Fiolyn.

“Bang Azis ngomong apa, sih?” Fiolyn mengusap tengkuk dengan kepala sedikit miring kesamping. “Bukannya Bang Azis minta saya ambil kunci?

HISTORIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang