PROLOG

10.5K 558 39
                                    

Fiolyn Anjani.

Ia tidak pernah mengira akan berurusan dengan duda beranak satu.

Hito Adipta, yang tidak lain dan tidak bukan adalah bosnya sendiri.

Coba, apa yang ada dipikiranmu jika mendengar kata duda beranak satu?

Sudah pasti anggapan 'tua' ada diurutan teratas. Tapi angggapan itu sungguh salah besar. Diusianya yang sudah memasuki kepala tiga. Hito memiliki perawakan tinggi tegap, kulit putih, dengan wajah oval yang memiliki sedikit garis-garis halus, hidung mancung, matanya agak sipit, lalu bibir penuhnya yang berwarna pink pucat.

Jika semua orang memandang dari segi fisik, tentu tidak akan ada yang mengira bahwa Hito adalah seorang ayah dari anak laki-laki berusia 16 tahun.

Percaya atau tidak, itu merupakan suatu hal yang nyata.

Pria itu memang memiliki wajah yang jauh lebih muda dari usianya, mungkin karena rutin berolahraga. Dan Hito juga bukan seorang perokok aktif.

Hanya saja Fiolyn enggan mengakui, baginya, Hito tetaplah si tua yang menyebalkan. Karena sikap Hito yang egois, ingin menang sendiri, tidak mau dianggap salah, selalu marah-marah dan semua prilaku buruk lainnya yang terkadang membuat Fiolyn tertekan.

"Makannya, lo, tuh, jangan molor terus kalau lagi kerja. Gak beres-beres 'kan laporannya!"

"Neng, bikinin kopi."

"Ruangan gue kotor, bersihin dong!"

"Gue lapar, beliin makanan."

Fiolyn merasa diperlakukan tidak adil. Dipaksa lembur dan mengerjakan hal yang sama sekali bukan ranahnya. Lalu, entah kenapa selama bekerja Hito seperti sengaja mencari-cari kesalahan Fiolyn.

Hito memang tidak pernah membentak ketika marah, hanya memandang sinis lalu menendang kursi. Dan itu tidak berlangsung lama, beberapa menit setelahnya Hito akan kembali memerintah seenaknya.

"Neng, bantuin packing barang di gudang sekarang. Di gudang lagi kurang orang."

Nah, ini dia orangnya!

Si gadis yang merasa di panggil berdecak samar sembari menggeser mouse. "Ini aja belum selesai, Pak!"

Pasalnya, lelaki itu baru saja tiga puluh menit lalu memintanya untuk menyalin laporan stock opname, yang memerlukan waktu tidak sebentar.

Hito mengernyit tidak suka, pupilnya malah menyipit tajam."Sekarang."

Meski Fiolyn tidak melihat tatapan sinis Hito, namun ia tahu. Nada rendah yang digunakan Hito tidak pernah terdengar ramah ditelinga Fiolyn, justru sebaliknya.

Terdengar seperti sebuah titah dan paksaan.

Kalau sudah begini, Fiolyn akan menghela lalu diam menuruti. Ia enggan berdebat atau menimbulkan masalah lain yang pasti akan dibesar-besarkan oleh manusia setengah tapir itu.

***

"Ini gak ada barcode-nya," kata Fiolyn ketika ia memeriksa satu persatu barang yang akan dipacking.

Hito yang sedari tadi hanya diam sembari memainkan game online diposelnya menoleh sejenak. "Terus?" tanyanya santai.

"Bisa tolong print barcode sebentar gak, Pak? Filenya ada di laptop saya."

"Lo nyuruh gue?"

"Saya minta tolong, yang lainnya lagi sibuk semua, tuh." Fiolyn mengedikkan dagu. Menunjuk beberapa karyawan bagian staff gudang. "Dari pada Bapak diam aja disitu," sindirnya.

HISTORIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang