Sudah satu hari berlalu sejak insiden tidak sengaja menguping di balkon kamar. Dan selama stau hari ini pun, Yudi tetap bersikap seperti biasanya, hanya berbicara ketika ada perlu atau penting saja. Seakan obrolan dengan Hito pada malam itu tidak terjadi sama sekali. Tapi berbeda dari Yudi, Fiolyn justru merasa terganggu. Dia tidak pintar dalam hal berpura-pura. Setiap sarapan, makan malam, atau tak sengaja berpapasan di ruang tengan dengan Yudi, Fiolyn lebih banyak menundukkan kepala. Enggan bersitatap mata.
Padahal Yudi tidak pernah menyinggung pembicaraan yang bersangkutan dengan Hito. Sama sekali, ayah tirinya itu bahkan sepertinya bungkam dan tidak memberi tahu apa pun pada Adelia.
Ah!
Tentunya ini bukan pertama kali Fiolyn ditaksir oleh seorang laki-laki, dia pernah berpacaran dulu sebanyak tiga kali. Tapi, dari ketiga mantannya tidak ada yang berani secara terang-terangan mengakui perasaannya, seperti Hito kepada Yudi. Bahkan mantan pacarnya dulu setiap apel ke rumah, hanya sebatas salaman tangan saja dengan Yudi. Tidak sampai mengobrol banyak.
Biasanya juga Fiolyn tidak pernah merasa seresah ini, sebingung ini, dan sebimbang ini. Perasaan dan hatinya selalu tegas, jika dia tidak suka, makan akan lantang berkata tidak. Begitu juga jika dia suka, maka dengan senang hati ia akan terima.
Tapi sekarang? Dia malah seperti orang linglung. Hilang arah.
Sejak kemarin mulutnya masih terus berkelakar tidak. Tidak mungkin dia menyukai Hito, tidak mungkin dia menjalin hubungan dengan Hito, dan masih banyak ketidakmungkinan lainnya yang berusaha Fiolyn urai. Tapi semakin banyak dia mengurai, semakin besar juga gumpalan kusut benang kerumitan dalam pikiran. Dia benar-benar terganggu.
Dia pusing.
Dia butuh bercerita pada seseorang, maka yang Fiolyn lakukan adalah duduk di kursi cafe bersama seseorang di sebrang meja sana.
"Nih, udah aku cuci bersih," katanya sembari mengangsurkan paper bag berisi jaket yang kemarin dia pinjam.
"Cucinya pakai downy, kan? Bukan molto? Soalnya aku gak suka bau molto."
"Iya, sesuai perintah. Downy mistique consentrat."
Atan mengangguk, tersenyum puas sembari menghidu aroma lembut dari dalam paper bag.
"Jadi, ada masalah apa?" tanya Atan diiringi backsound lagu Versace On The Floor dari Bruno Mars yang mengalun dari audio disetiap sudut cafe.
"Gak tahu."
"Kok? Tadi ditelepon katanya mau cerita sesuatu?"
Fiolyn menghela dalam, "maksudnya gak tahu mau mulai cerita dari mana."
"Dari mana aja, asal ceritanya gak bertele-tele. Langsung ke inti." Atan melahap macaron yang tersaji di atas meja.
"Tapi kamu jangan ketawa, ya?" Matanya menyipit, memperingati.
"Kalau lucu, ya, harus ketawa."
"Ini serius Atan."
"Oke, jadi kenapa?" Tampang jenakanya memudar dalam hitungan detik.
"Menurut kamu ... normal gak, kalau orang dewasa suka sama yang tiga belas tahun lebih muda dari usianya?"
Sejenak ada kerutan samar di dahi Atan, kedua alisnya menyatu, matanya mengerjap, dan jarinya menghitung.
Kemudian dia memekik, "gila!"
Sudah Fiolyn duga, pasti reaksinya seperti itu.
"Gila, kan? Sama, aku juga awalnya mikir begitu."
"Bukan cuma gila, kamu juga gak waras! Masa iya suka sama anak sembilan tahun?! Cringe banget, astaga..."
Oh, sial! Laki-laki itu salah sangka.
KAMU SEDANG MEMBACA
HISTORIA
Chick-LitAwal pertama melamar kerja Fiolyn memilih untuk berada di urutan tingkatan terendah karyawan, ya.. Bukan sebagai Office Girl juga. Intinya ia tidak ingin terlalu sering berurusan dengan atasan. Karena menurutnya, semakin tinggi jabatan sebagai kary...