+6281xxxx
Lg dimana? Ketemu yuk?Sebaris chat itu ia terima tiga jam lalu, tapi tak juga berniat mengetik balasan. Fiolyn agak heran, kenapa Septian yang dulu sudah hilang tanpa jejak itu muncul lagi dengan sifat sok friendly?
Sebenarnya tidak ada rasa benci, hanya saja berteman dengan mantan suatu hal yang haram dan terlarang. Karena, bagaimana bisa berpura-pura menjadi teman dengan bayang masa lalu penuh kenangan? Sekedar say hi di pertemuan yang kebetulan sih gak pa-pa. Tapi kalau akrab lagi, males saja rasanya. Terlebih perpisahan keduanya bukan tipikal berpisah dengan 'baik-baik'.
Jadi, ketimbang merespon chatnya Fiolyn lebih beralih pada lampiran kontrak kerja yang diberikan Yudi. Ada beberapa hal yang dia cermati, setiap baris perjanjian serta peraturannya. Tidak ada yang aneh dan mencurigakan, hampir sama saja dengan lampiran kontrak kerja pada umumnya.
Tapi, sebuah perjanjian tambahan melintas dipikiran. Berdiri mencari bolpoin di meja rias, kemudian ia tulis dengan seksama dibagian paling bawah kertas lampiran sebelum akhirnya menggores tinta tandatangan diatas materai. Niscaya kalimat tersebut mungkin bisa membuat Yudi bereaksi antara marah atau pasrah.
Ponsel di atas tempat tidur berdering. Menampilkan nama Artania sebagai keterangan.
Fiolyn beranjak meraih ponsel, baru menekan icon hijau persekian detik saja sudah berisik di sebrang sana.
"Dimanaa??"
Lesakan halus terdengar dari bed kala ia membaringkan setengah tubuh, menjawab "Di rumah," pada lelaki itu.
"Temenin main dong. Sombong amat sih, gak ada kabar udah lama." Suaranya setengah berteriak. Dari gemuruh kendaraan yang terdengar samar, Fiolyn tebak dia sedang ada di pinggir jalan. Mungkin.
"Lagi males keluar."
"Aku lagi patah hati, nih," curhatnya sendu, tiba-tiba.
Fiolyn menghela seraya memejam sejenak, "Terus?" tanyanya tanpa minat.
"Kita kan bestie. Hibur kek, biar gak galau."
Tidak biasanya Atan seperti ini. Memang seringkali ia bercerita tentang penolakan wanita incaran, atau pdkt yang gagal total, tapi tidak pernah berlarut-larut sampai minta dihibur begini. Seringnya hanya dianggap angin lalu saja. Entah jika kelakarnya barusan hanya iseng.
"Mau kemana emang?"
Akhirnya Fiolyn memilih keluar saja, karena sepertinya juga dia butuh hiburan sebentar untuk sedikit melupakan kelumit drama yang bercokol dalam pikiran.
"Kemana aja lah, nongkrong depan indomaret juga jadi." Atan memberi usul.
"Oke."
Setelah menutup panggilan, Fiolyn bangkit dari posisinya. Membereskan kontrak kerja di atas meja rias lebih dulu sebelum meraih hoddie di gantungan belakang pintu kamar. Karena nongkrongnya di minimarket rasanya ia tidak perlu ganti baju, hanya celana denim dan kaus yang dilapisi hoddie oversize warna avocado juga cukup. Tidak akan terlalu memalukan.
Baru saja ia hendak meraih kunci motor di atas nakas, chat dari Atan berdenting. Menyampaikan bahwa lelaki itu akan menjemputnya. Dengan begitu, Fiolyn urung dan kembali duduk di atas karpet bulu, menunggu. Pinggangnya bersandar pada sisian bed yang diletakan lesehan.
Aplikasi WhatsApp belum ia exit setelah membalas 'iya' pada Atan. Pusat netranya tertuju pada sebaris nomor telepon dibagian bawah, ada beberapa chat masuk dari nomor itu sejak kemarin. Tapi belum berani Fiolyn buka atau pun ia balas. Padahal hanya pertanyaan ringan seperti;
KAMU SEDANG MEMBACA
HISTORIA
Chick-LitAwal pertama melamar kerja Fiolyn memilih untuk berada di urutan tingkatan terendah karyawan, ya.. Bukan sebagai Office Girl juga. Intinya ia tidak ingin terlalu sering berurusan dengan atasan. Karena menurutnya, semakin tinggi jabatan sebagai kary...