Part 18

2 2 0
                                    

"Gue minta maaf sama lo, Al." Veyara semakin menundukkan kepalanya. Semua yang pernah ia rasakan tidak akan terulang lagi.

Alvian tidak menjawab perkataan Veyara. Laki-laki itu terdiam. Yang harus ia lakukan adalah tenang. Meraih setitik nada indah dari rintik hujan mungkin lebih baik dari pada diam dengan segala pikiran yang semakin membuatnya kacau. Tidak. Ia tidak kacau dengan penolakan gadis itu. Ia hanya mencoba tenang.

Beberapa menit kemudian dengan segala keheningan dan bunyi rintik hujan yang tak kian berhenti. Tiba-tiba seseorang dengan jaket hitam masuk lalu berdiri tepat di depan Veyara.

Veyara yang mengira awalnya adalah seorang pembeli merasa tidak percaya. Kenapa laki-laki itu muncul di saat yang tidak tepat seperti ini.

"Ikut gue pulang!"

Laki-laki itu menariknya pergi sementara Alvian hanya diam setelah tahu dan sadar siapa yang lebih berhak.

"Lepasin gue," ucap Veyara. Gadis itu memandang lawan bicaranya. Zafran, laki-laki itu terdiam.

"Lo mau apa, Fran?"

"Vey, gue—"

"Lo mau ngadu? Gue capek sama semua ini, terserah apa mau lo, deh! Gue muak, lo bisa pergi." Ia menatap sekilas Zafran lalu berbalik pergi meninggalkan laki-laki itu.

Zafran memandangi punggung Veyara yang kian menjauh tapi masih dalam penglihatannya. Tiba-tiba rasa sakit muncul begitu mendengar apa yang Veyara katakan. "Let, maksud lo apa, sih?" ujarnya dari jauh. Zafran terdiam begitu menyadari apa yang baru saja ia katakan. Bahkan hal itu dengan spontan ia katakan. Zafran mengacak rambutnya frustrasi.

Seketika Veyara menghentikan langkahnya. "Let? Arletta? Jadi dia udah tahu?" gumamnya. Ia pun melanjutkan kembali langkahnya. Bagus jika laki-laki itu sudah tahu kebenarannya. Hidup penuh kebohongan tidak selalu berakhir baik.

"Veyara!" panggil Zafran dari belakang. Laki-laki itu semakin frustrasi. Pakaiannya basah kuyup. Hujan sama sekali tidak memberi celah untuk reda.

Zafran pun akhirnya memutuskan untuk pergi. Hari sudah mulai gelap. Namun, ia merasa harus menunggu di sini lebih lama. Tepatnya menunggu Veyara. Ia yakin gadis itu akan pulang sendiri di tengah malam seperti ini. Dan akhirnya ia memutuskan untuk menunggu di depan tempat dimana Veyara berkerja. Sebelum hujan reda ia tidak akan pulang.

Zafran terdiam. Udara dingin yang berembus membawa rintik hujan kecil begitu membuat malam ini terasa begitu dingin. Entah kenapa sejak ia mengenal Veyara kenang itu kembali terulang. Bentuk wajah gadis itu persis dengan Arletta. Hingga tiap kali ia menatap gadis itu, rasa sesak menjalar ke tubuhnya. Penolakan demi penolakan yang terekam pada saat itu kembali terulang.

"Lett," panggilnya.

Gadis itu diam.

"Gw suka sama lo," ujarnya. Laki-laki itu menatap lekat dua manik mata Arletta.

"Gw harap lo percaya dengan apa yang gw katakan," lanjutnya.

"Sebenarnya tujuan lo apasih?" tanya Arletta sambil menaikkan sebelah alisnya. "Jujur, apa tujuan lo, kalo gw punya salah lo bilang, gw bakal sujud sama lo, gw cuma pengen bebas," lanjutnya.

Memori itu terus terulang tiap kali ia menemukan dua manik mata Veyara. Terkadang dirinya bahkan berpikir bahwa cinta tak akan pernah berpihak kepada dirinya. Namun, lagi-lagi kalimat itu juga begitu menenangkannya.

"Cinta juga bukan perihal harus memiliki," ujarnya, menatap laki-laki iu datar.

Setiap kali ia mengingat satu kalimat itu semua harapannya seketika pupus untuk menemukan siapa yang harus ia perjuangkan. Selama ini ia selalu hidup dengan kesendirian dan obsesi semata. Hingga dirinya buta dengan semua itu.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Laki-laki itu segera mengecek ponselnya.

+62xxxxxxxxxxx
Hai, gue Arletta

Lagi-lagi seseorang yang mengaku sebagai Arletta kembali mengirimkannya pesan. Bahkan ia tidak tahu apa maksud pesan ini, dan siapa Arletta yang dimaksud?

Namun, kali ini perasaannya berbeda dari pertama awal sosok ini mengiriminya pesan. Awalnya ia mengira bahwa Arletta benar-benar kembali karena dirinya tidak mungkin percaya dengan arwah gentayangan lalu bermain ponsel. Menurutnya hal itu sangat aneh. Kali ini ia lebih percaya bahwa sosok bernama Arletta adalah orang lain. Dan bukan Arletta Geola.

Dirinya juga berpikir jika gadis itu benar-benar kembali, tidak mungkin Arletta akan dengan sengaja mengiriminya pesan. Gadis itu terlalu benci padanya. Bahkan Zafran menyesal pernah mengenal Arletta dan membuat gadis itu menderita karena mengenalnya.

Laki-laki itu mengembuskan napasnya lalu mengacak rambutnya frustrasi. Ia mungkin akan stress karena memikirkan perjodohan gila ini. Zafran tidak tahu apa yang harus dilakukannya sedangkan semuanya sudah terlanjur berjalan. Membantah keinginan pria itu hanya akan membuat hidupnya sengsara. Bahkan ia tidak yakin masih bisa bernapas setelahnya.

Zafran pun melajukan motornya. Ia benar-benar merasa putus asa. Memikirkan bagaimana mengakhiri semuanya sudah bersarang di otaknya begitu ia sadar dengan rumah yang ia datangi saat itu. Zafran hanya tidak ingin melukai gadis. Lagi. Mengingat bagaimana Arletta berakhir tragis karenanya membuatnya takut mencintai seseorang.

Di tengah perjalanan tiba-tiba ponselnya berdering dari saku celananya. Zafran pun berhenti di tepi jalan lalu merogoh saku celananya hingga menemukan benda pintar itu.

Laki-laki itu terdiam. Dirinya tidak tahu harus mengatakan hal apa. Ayah Veyara tiba-tiba meneleponnya. Ia yakin bahwa pria itu sudah dipastikan akan menanyakan perihal Veyara yang tak kunjung pulang. Sedangkan dirinya tidak bisa membawa gadis itu pulang.

Ia pun mengangkat panggilan itu. Didekatkan ponsel hitam itu ke telinganya.

"Bagaimana, apa Veyara sudah bersama kamu?"

Zafran terdiam sejenak. Ia menarik napasnya dalam sebelum membalas pertanyaan pria itu. "Maaf, Om. Saya belum ketemu sama Veyara, mungkin dia ada di rumah Safira," ujarnya berbohong.

"..."

"B-baik, Om." Panggilan pun terputus. Zafran menghela napasnya panjang. Tidak ada harapan. Terpaksa ia harus pulang tanpa membawa Veyara.

***

Jam kerjanya sudah habis. Yang berarti ia sudah dibolehkan untuk pulang. Veyara menarik napasnya panjang kalu menghembuskannya. Hari ini terasa sangat berat. Ditambah segala perdebatan yang membuat hidupnya semakin kacau.

Setelah tenggelam dengan rasa canggung yang luar biasa, Alvian tiba-tiba membuka suara. "Vey, ayo pulang bareng gue," ujar laki-laki itu sambil menatapnya.

Veyara yang masih canggung dengan laki-laki itu terlihat gugup. "Enggak, deh, makasih." Setelah berucap ia melangkah pergi.

"Gak ada penolakan, ayo!" Alvian langsung menarik lengan gadis itu lalu membawanya masuk ke mobil.

Udara dingin yang masuk dan jalan yang sepi membuat keduanya sama-sama terdiam. Alvian yang fokus dengan jalanan dan Veyara yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Di mobil itu seperti tidak ada kehidupan sama sekali. Hanya ada suara deru mobil.

Mungkin jika bukan karena pernyataan yang Alvian ucapkan tiba-tiba keduanya tidak akan sampai sehening ini.

Tak lama keduanya pun sampai. Veyara turun dari mobil itu diikuti Alvian. Laki-laki itu tersenyum sambil menatapnya.

"Makasih, Al," ujarnya. Setidaknya ia tahu diri untuk mengucapkan terima kasih.

"Iya, gue balik ya," kata Alvian. Namun, laki-laki itu tiba-tiba mengernyit heran sambil menatap kedepan. Pandangannya terfokus pada seseorang yang berdiri di belakang Veyara.

Veyara yang sadar akan tatapan Alvian menoleh ke belakang.

"Lo?"

Veyara Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang