Part 15

3 2 0
                                    

"Veyara gak mau sama Alder!" ujarnya tiba-tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Veyara gak mau sama Alder!" ujarnya tiba-tiba. Kedua orang tuanya saling menatap lalu mengalihkan pandangannya. Mereka tidak perduli apapun kecuali menyangkut tentang uang.

Hingga beberapa menit kemudia bel rumahnya berbunyi. Saat pintu terbuka lebar Veyara mematung begitu melihat sosok yang berdiri tepat di depan pintu.

"Alder?" gumamnya. Tak hanya dia, kedua orang tuanya pun juga ikut terkejut karena kedatangan Alder yang tiba-tiba.

Ayahnya pun berdiri dari tempat duduknya. Pria itu berdiri dengan menatap datar Alder. "Maaf, tapi kami sudah tidak berhubungan lagi, alangkah baik kamu segera pulang," ujar pria itu. Mungkin memang sangat formal. Namun, setidaknya untuk saat ini tidak terjadi kegaduhan. Mengingat sifat Alder yang temperamental. Dan juga sebentar lagi mereka akan kedatangan tamu.

Alder menaikkan alisnya sebelah sebelum melangkah maju lalu mencekal pergelangan tangan Veyara. "Maaf, tapi saya mau bawa Veyara."

Veyara terkejut hingga matanya membulat sempurna. Veyara tahu memang seharusnya ia pergi dari rumah ini. Namun, dengan mengambil keputusan untuk bersama Alder akan jauh lebih salah dari pada menuruti perjodohan ini.

Dengan cepat Veyara menepis tangan Alder dengan kasar. "Gak!" tegasnya. Mungkin memang ada benarnya dirinya menjadi orang yang kasar hingga melupakan apa arti sopan santun. Seperti itu akan lebih baik, pikirnya.

Tidak ada yang menyahut setelah Veyara menyatakan penolakannya. Bahkan kedua orang tuanya hanya diam mematung. Tanpa mengeluarkan sedikit saja pembelaan.

"Ikut gue!" bantah Alder. Ia kembali mencekal lengan Veyara. Laki-laki itu menatapnya tajam seolah semua yang keluar dari mulutnya adalah mutlak.

"Gak, cukup sekali untuk satu tahun yang lalu, Der! Gue capek!" ujarnya. Mungkin dengan ini laki-laki itu akan pergi dengan mudah. Namun, sialnya hal itu hanya akan menjadi angan.

"Tapi gue belum puas!"

Mendengar penyataan Alder seketika langsung membuat seluruh tubuhnya seakan mati rasa. Ia tahu bukan saatnya untuk mengeluarkan air mata kesedihan. Hanya saja lagi-lagi ia merasa menjadi manusia paling sengsara di bumi ini.

Ceklek

***

Di tengah perjalanan Zafran hanya diam sambil sibuk dengan pikirannya sendiri. Jauh dari ekspektasinya bahwa Veyara akan lebih memperhatikan Alvian yang baru saja gadis itu kenal. Pikirannya sibuk bukan hanya soal itu, ia lebih memikirkan tentang pesan singkat seseorang yang mengaku sebagai Arletta.

Beberapa menit kemudian akhirnya mereka sampai. Zafran mengembuskan napasnya panjang sebelum keluar dari mobil hitam itu. Alih-alih segera keluar, begitu melihat bagian depan rumah itu Zafran terkejut. Rumah ini sama persis seperti rumah Veyara.

Petir menggelegar hebat. Laki-laki itu tersadar setelah sibuk dengan pikirannya sendiri. Zafran segera berlari ke mana Veyara menghilang. Ia baru saja tahu dan ingat, bahwa Veyara takut dengan petir. Kalut, bagaimana bisa Veyara bertahan di tengah hujan deras dengan ketakutannya terhadap petir semakin menggentayanginya.

Zafran terus berjalan hingga menemukan seorang gadis yang tengah terduduk di bawah derasnya hujan. Zafran terdiam mengamati gerak-gerik gadis itu dari belakang sebelum semakin mendekat. Hingga laki-laki itu tersadar. Sekilas dari belakang sangat mirip dengan Arletta. Lagi-lagi gadis itu terlintas jelas di pikirannya.

"Arletta?" gumamnya. Kakinya melangkah mendekati gadis itu. Kalut, ia tidak yakin itu adalah Arletta. Gadis itu sudah benar-benar hilang.

Zafran kini berada tepat di belakang gadis itu. Ia berjongkok agar menyamai tinggi gadis itu. Tangan kanannya bergerak menyentuh pundak gadis itu.

"Vey?"

Tiba-tiba Veyara kehilangan kesadarannya. Wajahnya bertambah pucat dan dingin. Laki-laki itu kalut. Ia tidak tahu dimana alamat rumah Veyara.

Hingga akhirnya ia memutuskan untuk membawa gadis itu ke tempat yang teduh. Zafran merogoh sakunya hingga mendapat ponselnya. Ia segera menghubungi Safira, berharap gadis itu tahu tempat tinggal Veyara.

Panggilannya pun tersambung.

"Saf, lo tahu gak alamat rumah Veyara?"

"Gue cuma dikasih tahu alamatnya dari google map doang, gue belum pernah kesana," jawab gadis itu dari balik ponsel.

"Kirim ke nomor gue sekarang!"

"Oke."

Panggilan pun terputus. Zafran akhirnya mendapat alamat rumah itu dari Safira. Laki-laki itu segera menggendong Veyara lalu berlari ke tepi jalan untuk menghentikan taxi. Mungkin akan lebih cepat dengan motornya. Namun, ia hanya tidak tega karena hujan yang semakin deras.

Mereka pun sampai. Zafran segera membawa gadis itu masuk lalu membaringkan Veyara di salah satu kamar. Zafran menatap sejenak wajah damai Veyara. Entah kenapa, gadis itu selalu membayanginya hingga mengingatkan dirinya tentang Arletta.

***

"Veyara?" gumamnya dengan pandangan kosong. Tapi bagaimana bisa, ia tahu dengan jelas Veyara berada di sekolah dengan sifat berbeda. Tapi ia yakin gadis itu adalah Veyara. Tapi kenapa mereka berhenti di tempat ini.

Zafran pun keluar dari mobil hitam itu. Ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Hingga ia menangkap sebuah motor berwarna biru berada di tepi jalan. Ia semakin mengernyit.

Tanpa sadar dirinya langsung berlari memasuki rumah itu. Pikirannya kalut seketika mengingat kemarin gadis itu baru saja bertemu dengan Alder. Laki-laki brengsek itu tidak mudah di percaya.

"Zafran berhenti!" Tiba-tiba suara berat terdengar dari belakang. Pria itu menghentikannya.

"Apa yang kamu lakukan? Tugasmu hanya menampakkan diri dan bersikap sopan di hadapan mereka, jangan berulah, Zafran!" tegas pria itu.

"Maaf, Zafran gak bisa, Pah!" Kalut. Ia tidak perduli apa yang pria itu katakan. Laki-laki itu langsung saja masuk tanpa mempedulikan panggilan dari ayahnya.

Begitu ia masuk matanya langsung menangkap sosok laki-laki yang ia yakini adalah Alder tengah mencekal lengan Veyara.

"Zafran, apa yang kamu lakukan!" Ayahnya menarik kencang pundaknya.

"Zafran, lo ngapain di sini?" Veyara pun ikut terkejut. Melihat penampilan mereka, Veyara bertambah yakin jika Zafran adalah orang yang ayahnya maksud. Lagi-lagi ia akan kembali dibuang oleh ayahnya hanya demi sebuah saham perusahaan.

Situasi semakin canggung. Kedua orang tua Veyara bahkan sama sekali tidak bergerak atau berusahan mengenhentikan tidakan Alder. Mereka malah dengan santai mengamati ketiganya tanpa wajah belas kasih. Bukankah perjodohan ini juga sebuah kesepakatan antar keluarga. Namun, kenapa kedua orang tua Veyara malah hanya diam. Bahkan Zafran serta keluarganya heran. Terlebih orang tua Zafran yang tidak tahu apa yang sedang terjadi.

Alder dengan tidak tahu malu tiba-tiba menarik Veyara dengan keras. "Alder, lepas!"

Zafran yang tahu semua akal busuk Alder segera menghentikan laki-laki itu. "Berhenti, Brengsek!" teriaknya.

Alder pun berbalik dengan wajah tersenyum remeh. "Maaf, gue gak ada urusan sama lo." Alder pun kembali berbalik sambil terus mencekal lengan Veyara.

Zafran yang naik pitam langsung mencengkeram kerah baju laki-laki itu lalu melayangkan kepalan tangannya dengan keras.

Bugh

"..."

Veyara Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang