Hari telah berganti pagi kembali. Veyara terbangun dari tidur panjangnya. Gadis itu tersenyum kala sinar matahari yang masuk melalui jendelanya mengenai wajahnya. Tidak ada yang lebih nikmat dari merasakan panas matahari pagi kembali.
Veyara turun dari atas ranjang. Merapikan kasur lalu masuk ke kamar mandi sebelum ia terlambat. Waktu seakan berjalan cepat. Semuanya terjadi tanpa aba-aba.
Beberapa saat kemudian. Ia sudah siap dengan seragam sekolahnya. Veyara tersenyum di depan kaca lemarinya. Mengamati dirinya dari pantulan cermin adalah bentuk dari rasa syukurnya karena saat ini ia masih bisa berdiri dengan senyum merekah. Veyara menarik napas panjang sebelum keluar dari kamarnya.
Suasana pagi di rumahnya tidak akan pernah berubah. Sepi. Itu perubahan yang terjadi ketika dirinya tinggal di sini. Tempat mewah dengan kebusukan yang berada di setiap sudut rumah.
Begitu melewati ruang makan. Veyara hanya melirik sekilas dua orang yang duduk dengan tenang, tidak lebih dari itu. Setelahnya, ia benar-benar sudah keluar dari rumah terkutuk itu.
***
Di tengah jalan seorang siswa tengah berkendara membelah jalan raya. Udara hari ini lebih dingin dari biasanya. Mungkin ini terjadi akibat hujan yang mengguyur deras di hari sebelumnya.
Zafran menatap kosong ke depan. Mungkin jika saja seseorang tahu apa yang Zafran pikirkan di tengah jalan seperti ini ia akan ditegur karena tidak fokus dengan lalu lintas yang kian padat.
Lagi-lagi dirinya teringat kejadian kemarin. Dimana sebuah pernyataan terbaca oleh mata kepalanya sendiri. Bodoh jika seseorang percaya dengan text belaka. Namun, Zafran tetap saja manusia yang kadang masih bisa berpikiran aneh-aneh. Di jaman yang serba bisa ini pikiran seseorang kadang terlalu fantasi hingga hal tak terduga di percayai benar-benar terjadi. Mana mungkin hantu bisa mengetik dengan jelas?
Zafran mengembuskan napas panjang begitu sampai di area sekolah. Tepatnya di tempat parkir yang kian penuh dengan kendaraan. Tiba-tiba sebuah pemandangan di depan matanya membuat kakinya tertahan untuk melangkah ke depan. Laki-laki itu tertegun. Alvian tengah berjalan santai menuju gerbang sekolah.
Zafran berlari menyusul laki-laki itu. Tangannya dengan cepat menggapai pundak Alvian lalu menariknya dengan cepat sebelum Alvian benar-benar melewati gerbang sekolah.
"Ngapain lo di sini?" tanya Zafran sambil menaikkan satu alisnya.
"Gue masuk sekolah, ngapain lagi?" Alvian terkekeh. Alvian tersenyum mengejek sebelum pergi meninggalkan Zafran.
Zafran berdecak kesal. Zafran berjalan memasuki gerbang sekolah. Namun, beberapa saat kemudian laki-laki itu berhenti dengan tatapan kosong. Veyara terlihat berjalan melewati koridor sekolah dengan wajah datar.
Zafran menaikkan alisnya, heran. Dirinya tidak tahu benar bagaimana kebiasaan gadis itu ketika berangkat sekolah. Satu yang ia tahu, gadis itu tidak akan sendiri ketika melewati koridor sekolah. Namun, hari ini berbeda. Dimana Safira?
Zafran melanjutkan langkahnya. Hari ini ia ingin mengistirahatkan pikirannya dari hal yang aneh. Seperti memikirkan Veyara. Melihat wajah Veyara hanya akan mengingatkan dirinya pada gadis itu. Zafran hanya ingin hidup tenang dan melupakan masa lalunya. Lukanya tentang Arletta harus benar-benar kering. Atau hidupnya akan terus seperti ini.
***
Suasana kelas pagi ini cukup membuatnya menarik senyum sebelum berjalan ke tempat duduknya. Veyara mengembuskan napasnya panjang.
'Ayolah, Vey. Bersikap seperti biasanya, dan semuanya akan berjalan dengan lancar,' batinnya.
Veyara mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruang kelas. Namun, belum juga menemukan sosok Safira dalam pandangannya. Harusnya saat ini Safira sudah sampai. Mengingat gadis itu selalu berangkat lebih awal darinya.
"Vey!" panggil seseorang dari belakang.
Veyara membalikkan badannya. Ia mengernyit heran begitu melihat Vanesa tersenyum mengarah kepadanya.
Vanesa berjalan ke arahnya dengan senyum merekah.
Wajahnya berubah seketika. "Ngapain lo?"
"Why?"
Veyara tidak menjawab pertanyaan Vanesa. Ia menaikkan satu alisnya sambil menatap Vanesa.
Ting!
Bunyi ponsel terdengar dari saku Vanesa. Gadis itu mengecek ponselnya. Vanesa terdiam sambil melototkan matanya begitu melihat isi pesan itu. Lalu menatap Veyara sekilas sebelum pergi dari ruang kelas itu.
Vanesa keluar dengan tampang terkejut. Gadis itu memencet tombol hijau kepada orang yang baru saja mengirimkan pesan kepadanya. Di dekatkannya benda pintar itu ke telinga kanannya. Vanesa tertegun. Gadis itu menutup mulutnya tidak percaya.
"Gila ya lo!" Vanesa langsung menutup ponselnya dan segera beranjak dari ruang kelas itu. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti begitu seorang laki-laki berdiri di depannya.
"Gila! Ngapain lo di sini?" tanya Vanesa.
"Alvian, jawab gue!"
Laki-laki itu tersentak. Alvian menatap Vanesa dengan tatapan bertanya-tanya.
"Lo sendiri ngapain?" tanya Alvian balik. Setelahnya laki-laki itu terkekeh lalu melangkah memasuki ruang kelas itu.
Vanesa segera mencekal lengan Alvian sebelum laki-laki itu benar-benar masuk. Ia menatap Alvian dengan tatapan khawatir. "Ian, lo mau ngapain masuk kesana?"
Alvian menepis tangan Vanesa. Laki-laki itu menaikkan satu alisnya. "Bukan urusan lo," jawabnya sambil menyunggingkan senyum di sudut bibirnya.
"Alvian, dia gak masuk!" ujar Vanesa spontan.
"Yeah, i dont care." Vanesa menatap punggung Alvian heran.
Namun, tiba-tiba seseorang dari belakang menghentikan langkah Alvian yang hendak memasuki ruang kelas itu. "Ian!"
Keduanya sama-sama menoleh. Vanesa sedikit terkejut. Dirinya bertanya-tanya, kenapa Zafran tiba-tiba datang. Keduanya sama-sama terdiam. Sementara Zafran, ia melangkah maju mendekati dua orang itu.
"Lo berdua ngapain di sini?" tanya Zafran sambil menaikkan satu alisnya.
"G-gue sama Alvian cuma lewat aja, sih. Ya, kan!" Vanesa menoleh ke arah Alvian yang kini menatap Zafran remeh.
"Gue mau masuk," jawab Alvian sambil tersenyum remeh.
Zafran menatap Vanesa lalu kembali menatap Alvian. "Bukannya kelas lo gak di sini?"
"Iya! Gak di sini, ayo, Al!" potong Vanesa. Gadis itu terlihat khawatir sambil menarik lengan Alvian agar segera pergi dari hadapan Zafran. Namun, Alvian menepis tangannya kasar.
"Gue ada perlu di sini," jawab Alvian. Lagi.
Zafran menatap datar Alvian.
"Ngapain lo masih di sini? Lo gak ada urusan, kan?" ujar Alvian. "Lo juga, kan?" lanjutnya sambil menatap Vanesa.
"I-iya, gue mau pergi!" Vanesa pun pergi dan hanya menyisakan Zafran dan Alvian.
"Kalo lo masih mau di sini, gue duluan." Alvian pun berbalik. Namun, lagi-lagi Zafran menghentikan Alvian.
Alvian mengernyit. "Lo kenapa, sih?"
"Lo pergi, deh!" ujar Zafran. Zafran terlihat kesal begitu tahu Alvian ingin masuk ke ruang kelas Veyara. Entah kenapa, laki-laki itu tidak ingin Alvian masuk ke ruang kelas Veyara.
"Harusnya lo yang pergi," jawabnya lalu menepis tangan Zafran kasar.
Bug!
Alvian tersungkur ke tanah begitu bogeman tangan Zafran melayang cepat ke pipinya. Alvian kembali berdiri sambil menyeka darah segar yang keluar dari sudut bibirnya. Alvian tersenyum sambil menatap remeh Zafran. "Kita gak ada urusan lagi."
Laki-laki itu menatap nyalang Alvian. Senyum remeh yang Alvian tunjukkan membuatnya semakin tersulut emosi. Hingga tangannya bergerak cepat mencengkeram kerah seragam Alvian. "Lo harusnya pergi dari sini!"
"Zafran!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Veyara Secret [END]
Teen Fiction❝Luka ini kembali basah hanya karena ku tahu kita saling mencintai❞ Luka yang selama ini ia lupakan kembali basah hanya karena satu laki-laki yang datang menyatakan cintanya. Zafran tidak menyangka akan bertemu dengan wajah perempuan itu...