Berakhirnya jam sekolah mungkin menjadi hal yang paling menyenangkan bagi siapa saja. Mengistirahatkan diri dari berbagai macam materi sekolah.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi Veyara. Hari ini jam berakhir yang ia inginkan adalah ke lapangan basket. Ia merindukan tempat luas itu.
Bukan hanya tentang rindu namun juga melepas penat yang bersarang di otaknya. Hanya aja ia tidak sendiri. Alvian yang sebelumnya berniat mengajaknya pulang bersama harus mengurungkan niatnya karena keinginan Veyara. Gadis itu tidak memaksa, itu keinginan Alvian sendiri. Dan ia pun dengan senang hati menerimanya.
Itu adalah ringkasan kejadian setelah pulang sekolah yang berlangsung mulus sebelum Zafran datang dengan tiba-tiba. Menariknya paksa lalu membawanya pulang.
Hingga ia kembali menatap dua orang bermuka dua yang parahnya adalah orang tuanya sendiri. Tidak, ia tidak membenci dua orang itu. Hanya saja seharusnya mereka lebih mementingkan kebahagiaan seorang anak dari pada beberapa persen saham.
Ia muak. Dipaksa untuk bersikap seolah dirinya adalah anak yang kelebihan kasih sayang. Padahal nyatanya tidak. Seseorang bahkan bisa gila karena disuruh berpura-pura dengan terlihat bahagia dengan keluarga yang dimiliki.
Itu semua akan tertutup rapat dengan kata-kata, "Jika kita kaya maka kita akan bahagia!" Bum! Omong kosong dari mana itu? Mungkin ada benarnya dari kalimat itu. Tapi, ayolah! Tidak semua kebahagiaan bisa dibeli dengan uang.
Bersenang-senang dengan uang, membeli barang-barang branded, makan di restoran mahal, aksesoris dengan harga yang fantastis bahkan akan tetap kalah dengan yang sederhana namun bisa di kenang. Dunia juga bukan tentang hal.yang harus mewah. Kata 'cukup' sudah lebih dari cukup untuk bahagia dan hidup dengan tenang.
Seperti sekarang ini. Makan malam biasa dengan senyum masing-masing. Senyuman itu mungkin Veyara tunjukkan namun beda jika kau bertanya, "kenapa kau tersenyum?" tanya saja! Kau akan mendengar hal yang tidak akan pernah kau percaya.
Tidak perlu bertanya! Akan terjawab setelah Zafran pulang. Itu pun tergantung, Zafran pulang sendiri atau ikut membawa Veyara pulang. Sudah muak bukan?
Acara makan malam palsu itu selesai. Veyara bernapas lega. Gadis itu tak pernah menyangka akan mendapat perhatian lebih hanya karena kedatangan Zafran. Ia tahu apa tujuan mereka. Bersikap baik seolah-olah mereka adalah keluarga yang harmonis.
"Kalau begitu Zafran pamit undur diri, Tante, Om." Laki-laki itu menyalami keduanya. Dan dibalas senyum hangat oleh dua orang itu. Bagaimana akting mereka?
"Tunggu, bawa Veyara pulang, beberapa kali dia ingin berkunjung tapi selalu terhalang karena jadwalnya yang padat." Pria tua itu menoleh ke arah Veyara sambil mengusap puncak kepala gadis itu. Bagaimana respon Veyara? Benar, gadis itu terdiam seperti hilang akan untuk berpikir kemana jalan pikir kedua orang tuanya.
Zafran belum menjawab. Laki-laki itu sama terkejutnya. Namun, beberapa detik kemudian pesan yang terkirim ke ponselnya membuatnya terdiam lalu tersenyum. Menyembunyikan rasa kaget yang teramat karena pesan gila yang dikirimkan oleh ayahnya.
Ayah:
-Bawa Veyara ke rumah, jika tidak vasilitas hilang dan kamu tidak boleh masuk ke rumah!Damn!
Dua keluarga sama gila. Gila harta.
Mereka berdua pun berpamitan. Veyara tidak tahu harus memasang wajah apa untuk saat ini. Yang jelas ia ingin kabur. Kalau bisa, ia akan menyogok Zafran agar mau menghentikannya di tengah jalan. Lebih baik tersesat dari pada masuk ke kandang harimau.
Selama perjalanan tidak ada yang membuka suara selain bunyi deru mobil Zafran. Sepi dan gelap. Veyara hanya diam mematung. Selain mati kata ia enggan berbicara dengan laki-laki itu.
Ting!
Tiba-tiba bunyi notifikasi dari ponsel Veyara memecah keheningan.
Gadis itu tersenyum kala melihat pesan itu. Dan saat itu juga Zafran melirik sekilas Veyara.
Laki-laki itu tertegun. Baru kali ini ia menyadari jika senyuman Veyara begitu hangat di pandang. Entah ini hanya perasaannya atau setiap orang bisa merasakannya. Namun, ia benar-benar merasakan hal itu sekarang.
Karena apa gadis itu tersenyum?
Dunia tidak tahu saja Veyara tersenyum karena apa. Yang jelas pipinya kini terasa hangat, inikah yang namanya salah tingkah?
Sesaat Veyara tersadar ia harus melakukan apa. Ia segera memasukkan ponselnya lalu menarik napasnya dalam.
Sebelum memulai peperangan ia harus menyiapkan mentalnya terlebih dahulu.
"Fran, berhenti di sini!" ujar tiba-tiba tegas. Gadis itu melirik Zafran yang kini menatapnya heran.
"Kenapa?" tanya laki-laki itu.
Veyara tidak menjawab. Gadis itu justru bergerak membuka pintu mobil.
Damn!
"Lo mau kemana?" Zafran menatapnya lekat. Ia mati kata.
"Gue mau pergi!" tegasnya.
"Liat, jalanan sepi kayak gini lo mau jalan kaki?"
"Bukan urusan lo gue jalan kaki atau kayang, bukain!"
Zafran membukanya. Hal itu langsung membuat Veyara tersenyum girang. Veyara keluar dari mobil itu dan langsung pergi. Persetan dengan semuanya. Yang terpenting ia bebas.
Sudah hampir setengah jam. Namun, tidak ada angkot yang lewat sama sekali. Veyara berdecak kesal. Ia hampir menyesali keputusannya.
Namun, tiba-tiba terlintas di kepalanya untuk menghubungi Alvian. Ia membuka ponselnya lalu mencari nomor Alvian.
Beberapa detik kemudian tiba-iba dirinya berubah pikiran. Pasti akan sangat merepotkan jika tengah malam laki-laki datang menjemputnya. Akhirnya Veyara mengurungkan niatnya. Ia kembali memasukkan ponselnya.
Jalan begitu sepi. Bahkan hanya terdengar suara jangkrik. Itu bukan jalan raya, seperti jalan pintas, bedanya hanya ada pohon dan beberapa rumah kosong. Hanya lampu jalan yang menerangi. Veyara hanya berharap tidak ada laki-laki brengsek yang akan mendekapnya tiba-tiba.
"Akh!"
Hari ini nasibnya sedang sial. Baru saja ia berharap agar tidak terjadi apa-apa padanya. Dan sekarang ia benar-benar menyesali keputusannya. Dua orang laki-laki dari belakang tiba-tiba membungkam mulutnya lalu menyeratnya.
Veyara bergerak kesana-kemari agar dua laki-laki itu kesulitan untuk menangkapnya, namun sia-sia. Tenaga mereka jauh lebih kuat.
Ayolah, kali ini ia benar-benar berharap seseorang datang menolongnya.
Bugh!
Dua laki-laki itu jatuh tersungkur. Satu orang laki-laki datang. Wajahnya tidak terlihat karena tertutup masker hitam. Namun, sekilas ia hampir mengenali sorot matanya.
Laki-laki itu meninju keduanya. Veyara tertegun. Ia seharusnya ikut dengan Zafran, pikirnya. Terlambat! Penyesalan datang di akhir!
Kedua laki-laki itu babak belur. Veyara mencoba mengenali wajah laki-laki itu. Namun, ia tidak bisa.
Mereka bertatapan selama beberapa detik. Hingga tiba-tiba lengannya ditarik dengan kencang.
"Hei, berhenti!"
Laki-laki itu terus membawanya paksa. Semakin keras ia meronta semakin keras laki-laki itu menariknya.
Veyara kehilangan keseimbangannya hingga jatuh ke tanah. Hal yang membuatnya sangat terkejut hingga meneteskan air mata adalah ketika laki-laki itu menarik kerah pakaiannya dari belakang. Ia mungkin akan mati di sini.
Bugh!
KAMU SEDANG MEMBACA
Veyara Secret [END]
Teen Fiction❝Luka ini kembali basah hanya karena ku tahu kita saling mencintai❞ Luka yang selama ini ia lupakan kembali basah hanya karena satu laki-laki yang datang menyatakan cintanya. Zafran tidak menyangka akan bertemu dengan wajah perempuan itu...