Plak
Suara itu berasal dari telapak tangan yang melayang bebas ke arah pipinya dengan keras. Keringatnya mengalir deras, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Seluruh badannya gemetar ketakutan. Lagi-lagi satu kesalahan kecil membuat seluruh badannya hampir hancur.
"Jangan lakuin itu, Veyara mohon..." Bibirnya sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dan perlahan cairan berwarna merah keluar dari sudut bibir gadis itu dengan sangat deras.
"Vey-Veyara... sakit...lu-luka...gak akan ulangin itu lagi..." ujarnya dengan gemetar ketakutan. Gadis itu terduduk di lantai dengan peluh keringat yang mengalir deras.
"Bunda... Veyara, luka... sakit, Bunda..." rintihnya tak kuat lagi menahan semuanya.
Gadis itu berdiri sebisa mungkin. Di depannya ada seorang wanita paruh baya sedang menutup mulutnya menahan tangis. Wanita itu hampir saja jatuh tersungkur ke lantai jika saja pria yang ada di belakangnya tidak menahannya.
Telinganya mendengar jelas rintihan tangis dari wanita itu. Ia hanya bisa mendengarnya setelah dirinya kembali jatuh ke lantai. Ia sadar, sakit dan perih bercampur aduk. Hanya telinganya yang dapat bekerja. Tubuhnya mati rasa. Dirinya tidak bisa membayangkan bagaimana sekarang gambaran tubuhnya yang hancur.
"Vey, Veyara!"
Veyara membuka matanya. Napasnya naik turun dan keringatnya mengalir deras. Gadis itu seperti baru saja melakukan lari marathon.
"Vey, lo gakpapa kan?" Safira menatap Veyara cemas. Veyara terlihat tidak baik-baik saja. Gadis itu terlihat begitu ketakutan dengan melihat napasnya yang memburu.
Veyara menelan salivanya. Gadis itu menatap Safira dengan tatapan tidak terartikan. Tangannya bergerak meraih telapak tangan Safira lalu menggenggamnya dengan erat. Safira menatapnya, seolah ia berkata, "apa yang terjadi?"
Tanpa aba-aba, Veyara memeluk Safira. Gadis itu memejamkan matanya. Napasnya masih tidak teratur, Safira merasakannya dengan sangat jelas.
"Vey, ada apa sama lo?" ujarnya setelah ia rasa Veyara sudah sedikit tenang. Tangannya pun tidak tinggal diam. Safira mengusap punggung Veyara pelan, berharap gadis itu menjadi tenang.
Veyara melepas pelukannya. Lalu menatapnya sendu. "Makasih, Ra," ujarnya. Veyara tersenyum kepada Safira. "Ayo balik," lanjutnya. Veyara mencekal lengan Safira lalu membawanya pergi.
Namun, tiba-tiba Safira menghentikannya dengan menahan tangannya. "Lo... gak perlu bilang makasih sama gue," ujarnya. Safira tersenyum hangat begitu Veyara membalas senyumannya.
Safira merasa terenyuh dengan begitu melihat keadaan Veyara. Ia begitu melihatnya dengan jelas. Bahkan hatinya ikut teriris begitu membayangkan hal buruk terjadi pada Veyara. Ia tahu dirinya belum benar-benar kenal dan dekat dengan Veyara. Safira ingin menjadi lebih dekat dengan gadis itu.
"Ra, ayo!" panggil Veyara.
Namun, Veyara berhenti begitu melihat pintu terbuka. Veyara tertegun melihat siapa sosok yang menampakkan dirinya dari balik pintu.
"Ngapain lo ke sini?" ujarnya dingin.
Zafran, laki-laki itu menatap datar kedua gadis yang berdiri di depannya. Sementara Veyara, ia berusaha menyembunyikan raut terkejutnya dari laki-laki di depannya.
"Lain kali gak usah sok ngasih tantangan, kalo lo sendiri masih takut," ujarnya dengan datar. Zafran melangkahkan kakinya hingga sekarang laki-laki itu berdiri tepat di hadapan Veyara. Laki-laki itu mencondongkan wajahnya hingga setara dengan tinggi badan Veyara yang lebih pendek darinya. "Anak baru, ya? Gak usah sok belagu, deh," lanjutnya sebelum ia berbalik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Veyara Secret [END]
Teen Fiction❝Luka ini kembali basah hanya karena ku tahu kita saling mencintai❞ Luka yang selama ini ia lupakan kembali basah hanya karena satu laki-laki yang datang menyatakan cintanya. Zafran tidak menyangka akan bertemu dengan wajah perempuan itu...