"Jika kamu membuat masalah dan mengacaukan semuanya, jangan harap kamu bisa kembali ke rumah ini!" ujar ayahnya. "Bahkan jika kamu ingin pergi aku tetap akan bisa menemukanmu, lalu mengurungmu di ruang bawah tanah tanpa makan," lanjutnya.
Sementara Ibunya, wanita itu hanya berdiri di belakang suaminya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk melindungi putrinya.
Veyara mendongak, ia seperti diperbudak oleh mereka lalu menghasilkan uang untuk mereka. Lalu berakhir mengenaskan tanpa ada yang perduli dengannya.
Setelah itu mereka berdua pergi. Perlahan air matanya jatuh. Dirinya bahkan tidak kuat lagi untuk berpikir bagaimana ia bisa keluar lalu pergi dan hidup sendiri dengan tenang.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Gadis itu meraih ponselnya. Satu pesan masuk ke ponselnya. Ia tertegun begitu membaca pesan itu.
Zafran
-Vey, gue minta maafIa tahu semuanya memang tidak mudah untuknya. Namun, menghindar dari semuanya ini bukanlah hal yang mudah baginya. Itu justru akan semakin memperburuk keadaan.
Veyara tidak membalas pesan tersebut. Gadis itu hanya membacanya. Jangankan membalas pesan, bahkan saat ini ia menyesal telah membaca pesan tersebut.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Veyara langsung bergegas pergi sebelum jam kerjanya terlambat. Akhir-akhir ini dirinya kerap tidak datang berkerja karena tubuhnya yang sudah sangat lelah. Di tambah lagi segala beban pikiran yang ada di otaknya membuatnya tidak fokus. Terlebih dengan Alder yang mulai mengganggunya.
Veyara pun sampai di tempat ia berkerja. Gadis itu menarik napas panjanh lalu menggosok-gosok kedua tangannya sebelum masuk ke tempat itu. Di tengah perjalanan tiba-tiba hujan turun sangat deras hingga ia terpaksa berhenti d untuk meneduh. Ia bahkan tidak sadar cuaca sedang sangat dingin. Ia berharap atasannya tidak memecatnya tiba-tiba.
Begitu masuk ia terdiam sesaat begitu melihat sosok yang berdiri di tempat kasir.
"Alvian?"
Laki-laki itu menoleh lalu berjalan menghampirinya. Alvian tersenyum sambil menatap gadis itu lekat.
"Lo baik-baik aja? Kenapa lo bisa di sini?" tanya Veyara. Mengingat kemarin laki-laki itu penuh lebam membuatnya ragu jika Alvian baik-baik saja.
"Kenapa? Gue baik-baik aja," jawab laki-laki itu.
"Dan kenapa lo bisa ada di sini?" Veyara menatap heran Alvian.
"Gue gantiin tempat lo."
Veyara terdiam sesaat mencermati kata-kata Alvian. Kemudian matanya membulat kaget. "M-maksud lo, gue dipecat?"
Alvian terkekeh geli menanggapi keterkejutan Veyara. Bagaimana ia melihat kepolosan Veyara membuatnya semakin menyukai gadis itu. Benar.
"Dih, kenapa lo ketawa gitu?"
"Lo, sih! Ya gak, lah! Ngapain lo dipecat?" Alvian terkekeh melihat Veyara yang semakin tidak mengerti.
"Maksud lo apaan, sih?"
"Udahlah, intinya lo itu gak dipecat," jawabnya masih terus terkekeh sambil memandangi wajah Veyara.
"Terus lo ngapain di sini?"
"Gue kerja, lah!"
Veyara mengangkat satu alisnya lalu berlalu pergi menuju kasir, diikuti Alvian di belakangnya.
"Oh iya, lo udah lama di sini?" tanya Veyara. Aneh saja, begitu ia masuk Alvian sudah berada di meja kasir. Karena biasanya teman kerjanya bukan Alvian.
"Baru, sih."
Veyara mengangguk mengerti. Gadis itu terdiam. Ia bingung harus melakukan apa selain diam dan berkutat dengan ponselnya.
"Vey, gue suka sama lo."
Dari situasi yang canggung menjadi sangat canggung begitu kalimat itu terdenga jelas. Veyara memejamkan matanya sejenak sebelum menanggapi ucapan Alvian yang begitu membuatnya terkejut.
Sesaat kemudian Veyara menoleh menatap Alvian lalu terkekeh di depan laki-laki itu. "Lo bercanda kan, Al? Lucu banget asal lo tahu!"
"Gue serius, Vey!" ujar Alvian dengan tegas sambil terus menatap lekat Veyara.
"Jangan bercanda, deh, Al!" ujarnya tidak percaya.
Veyara terdiam. Sementara Alvian, laki-laki itu masih menatapnya. Keduanya menjadi semakin canggung.
"Vey, lo gak percaya sama gue?" Alvian menatap gadis itu sendu. Biar bagaimanapun juga, Veyara harus tahu walau ia yakin ini hanya akan sebatas menyatakan. Gadis itu tidak akan mudah membalasnya.
Veyara terdiam dan tidak menjawab apa yang laki-laki itu ucapkan.
"Vey," panggilnya dengan nada suara yang sangat rendah.
Veyara pun akhirnya menoleh menatap Alvian. Gadis itu masih terdiam. Ia bingung harus menjawab apa walau semua jawaban itu sudah ada di kepalanya. Ia takut perkataannya akan melukai Alvian. Karena ia tahu bagaimana sakitnya sebuah luka yang hanya diciptakan dengan beberapa kalimat.
"Gue harus apa, Al?"
Alvian terdiam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan Veyara kali ini. Ia sendiri sudah menduga apa yang terjadi setelahnya. Sebuah penolakan sudah memberinya salam terlebih dahulu untuk melangkah mundur.
"Gue minta maaf sama lo, Vey," ujarnya. "Tapi dengan ini gue jadi lega," lanjutnya lalu tersenyum tanpa beban sekalipun. Laki-laki itu menundukkan kepalanya. Ia rasa memang dirinya hanya akan berdiri di belakang gadis itu lalu berlari mengejar Veyara jika gadis itu sedang terjatuh. Ia tidak pantas berdiri di sampingnya.
"Gue minta maaf sama lo, Al. Bahkan rasanya hati gue udah nggak berfungsi buat siapapun."
Alvian mendongak lalu menatap Veyara. Lagi-lagi tatapan sendu itu begitu hangat untuknya.
"Apa boleh, gue perbaiki semuanya?" tanya Alvian penuh harap. Rintik hujan yang semakin deras membuat suasana di antara mereka begitu terasa sangat ramai. Walau di tempat itu hanya ada mereka berdua, tidak ada yang lain.
Veyara menarik napasnya lalu menatap ke luar jendela. Hujan kali ini bahkan sedang sangat mengerti bahwa perasaannya sedang sangat rumit. Ia pun kembali menatap Alvian.
"Gue takut nyakitin lo, Al." Veyara tahu ini adalah jalan terbaik. Karena semuanya tidak akan ada yang tahu apa yang terjadi selanjutnya. Pada dasarnya cinta datang secara tiba-tiba. Namun, hal itu tidak bisa dipaksa. Ia takut akan memberi laki-laki harapan palsu.
"Gue takut kejadian itu terulang lagi," lanjutnya.
Alvian semakin tertegun. Ia tahu apa yang gadis itu maksud. Ia tahu apa yang selama ini Veyara rasakan adalah hal terberat bagi siapapun juga. Ia mengerti semuanya.
"Gue minta maaf sama lo, Al." Veyara semakin menundukkan kepalanya. Semua yang pernah ia rasakan tidak akan terulang lagi.
Alvian tidak menjawab perkataan Veyara. Laki-laki itu terdiam. Yang harus ia lakukan adalah tenang. Meraih setitik nada indah dari rintik hujan mungkin lebih baik dari pada diam dengan segala pikiran yang semakin membuatnya kacau. Tidak. Ia tidak kacau dengan penolakan gadis itu. Ia hanya mencoba tenang.
Beberapa menit kemudian dengan segala keheningan dan bunyi rintik hujan yang tak kian berhenti. Tiba-tiba seseorang dengan jaket hitam masuk lalu berdiri tepat di depan Veyara.
Veyara yang mengira awalnya adalah seorang pembeli merasa tidak percaya. Kenapa laki-laki itu muncul di saat yang tidak tepat seperti ini.
"Ikut gue pulang!"
Laki-laki itu menariknya pergi sementara Alvian hanya diam setelah tahu dan sadar siapa yang lebih berhak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Veyara Secret [END]
Teen Fiction❝Luka ini kembali basah hanya karena ku tahu kita saling mencintai❞ Luka yang selama ini ia lupakan kembali basah hanya karena satu laki-laki yang datang menyatakan cintanya. Zafran tidak menyangka akan bertemu dengan wajah perempuan itu...