Part 3

16 3 1
                                    

Pagi itu Zafran berangkat lebih pagi dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi itu Zafran berangkat lebih pagi dari biasanya. Tentu saja karena permintaan Vanesa yang mengharuskannya memenangkan tantangan ini. Parahnya tantangan ini hanya karena Vanesa tidak menerima kekalahannya. Walau kemarin dirinya mabuk berat hingga pingsan, kini kesadarannya sudah kembali pulih. Namun, seperti pada umumnya dirinya tidak ingat jelas dengan apa yang ia lihat semalam.

Tiba di sekolah Zafran langsung bergegas untuk berganti pakaian. Karena yang jelas ia butuh latihan setelah sekian lama ia tidak menyentuh bola basket. Ia sendiri pun tidak ingin terlihat lemah. Ia hanya berharap semuanya akan berakhir dengan kemenangan di tangannya.

Vanesa bukan lah tipikal gadis cerewet banyak bicara. Gadis itu cukup pintar untuk membuat harga dirinya tinggi. Tentu saja Vanesa tidak lupa menyuruh Zafran agar mengikutsertakan tiga temannya itu. Gentha, Gilang, dan Aji tidak boleh sampai terlewatkan begitu pula pemain yang lain. Hanya saja untuk skill bermain basket Vanesa kurang dalam hal itu. Gadis sombong tidak tahu diri mungkin cocok menggambarkan Vanesa.

Zafran melewati lorong demi lorong sekolah untuk sampai di lapangan basket. Namun, langkahnya tiba-tiba berhenti ketika seorang gadis menghentikan langkahnya dengan mencekal erat pergelangan tangannya.

Zafran berdecak kesal. “Mau apa lagi sih lo, Van?” Ia memandang Vanesa kesal sementara gadis itu malah tersenyum menampilkan deretan giginya.

“Gue sangat berterima kasih sama lo, Fran.” Tidak tahu malu. Jika saja semua orang dapat mendengar hal ini ia yakin harga diri dan kesombongan Vanesa akan menjadi mimpi buruk bagi Vanesa.

“Gila ya lo? Minggir sana!” Zafran terlihat kesal dengan Vanesa.  Moodnya terlihat sedang tidak baik-baik saja.

"Zafran! Lo batu banget, sih!" Tangan kanan Vanesa bergerak menggapai lengan Zafran sementara tangan kirinya meletakkan air mineral di atas telapak tangan laki-laki itu. "Nih, hitung-hitung lo udah mau bantu gue," ujarnya sebelum Zafran membalikkan badannya pergi dari hadapannya.

"Jangan dibuang, Fran!" teriaknya  sebelum Zafran menghilang dari pandangannya.

***

Veyara mengusap keringat yang mengalir dari pelipisnya. Napasnya terengah-engah. Gadis itu berhenti tepat di bawah pohon mangga yang cukup rindang. Hari ini mungkin ia akan datang terlambat. Di pagi buta ia harus mengatar koran untuk penghasilan tambahan. Demi ekstrakurikuler basketnya, apa pun akan ia lakukan selagi ia bisa. Satu kalimat yang akan membuatnya bangkit itu selalu tersemat di pikirannya.

'Balas dendam dan jatuhkan dia, Veyara.' Kalimat itu akan terus ada dalam hidupnya sebelum semuanya berakhir.

Veyara kembali berlari sebelum gerbang sekolah ditutup.

"Veyara, hitung-hitung ini buat pemanasan sebelum tanding sama Vanesa," gumamnya pada dirinya sendiri. Itu yang akan ia lakukan ketika dirinya butuh penyemangat. Berbicara pada dirinya sendiri dan membuat seluruh jiwanya bangkit. Karena pada akhirnya bergantung kepada orang lain tidak akan membuat dirinya berhasil.

Veyara Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang