Part 2

17 3 2
                                    

"Lo gak bakal tolak ini 'kan?" Vanesa kini tengah berdiri dengan bersedekap dada menghadap ke arahnya.

Zafran menaikkan alisnya. "Maybe, gue lagi sibuk," ujarnya.

"Zafran, ayolah!" Gadis itu memohon agar Zafran menerima permintaannya.

Bukannya menjawab, laki- laki itu justru berbalik meninggalkan Vanesa. Kini ia semakin kesal. Gadis itu menghancurkan moodnya. Tantangan bermain basket secara tiba-tiba adalah hal yang paling ia benci. Jika saja gadis itu sudah memberitahunya jauh hari mungkin ia bisa memberi sedikit toleransi. Parahnya tantangan ini hanya karena Vanesa tidak menerima kekalahannya.

***

Veyara membuka pintu kelasnya setelah menarik napas dalam lalu mengembuskannya. "Vey, lo diapain, lo gak kenapa-kenapa kan?" Safira langsung menghampirinya dengan berbagai pertanyaan yang sudah bersarang di kepala gadis itu. Sahabat satu minggunya ini benar-benar kelewat cerewet.

"Gak lah, diapain gue emangnya?" Veyara berjalan ke arah tempat duduknya. Gadis itu mengambil botol minum yang berada di dalam tasnya lalu meneguknya sampai tandas. Telapak tangannya bergerak mengacak puncak kepalanya. Hari ini adalah hari terberat untuk minggu ini.

"Vey, lo... gak bohong, kan?" tanya Safira ragu. Safira merasakan hal aneh terjadi pada Veyara. Veyara terlihat pucat. Keringatnya mengalir deras membasahi pelipisnya. Gadis itu terlihat tidak baik-baik saja.

"Ra, gue ijin sebentar tunggu di sini!" ujarnya sebelum berlari keluar kelas dengan sangat terburu-buru. Dugaan Safira tidak salah. Veyara sedang tidak baik-baik saja.

Selang beberapa menit Veyara tiba di dalam kelas. Gadis itu terlihat tersenyum seperti biasa. Senyum yang selalu ia tunjukkan. Dan Veyara benar-benar terlihat baik-baik saja. Veyara kembali duduk di tempat duduknya.

"Vey, lo kenapa sih?" tanya Safira. Dalam hati Safira, ia hanya tidak ingin Veyara hanya diam dan memendam semuanya sendirian. Dirinya hanya khawatir.

"Kenapa, ada yang salah? Oh iya, tumben jam segini masih free?" Veyara menatap Safira dengan antusias menunggu jawaban dari pertanyaannya.

"Gue sendiri gak tahu," jawabnya sambil mengangkat kedua bahunya.

"Vey, gue pengen main di rumah lo, deh." Safira menatapnya antusias berharap gadis itu dengan senang hati mengajaknya ke rumahnya.

Veyara terkejut dengan apa yang Safira ucapkan. Veyara menatap sekilas Safira lalu mengalihkan pandangannya. Gadis itu terlihat berpikir keras dengan pandangan kosong.

"Vey!" panggil Safira.

"E-eh, gue kayaknya hari ini gak di rumah, deh," jawabnya dengan gugup.

"Yah, kalo gitu lain kali, deh! Boleh, kan?"

"Bolehlah, emang bisa gue menyangkal lo?" Veyara terkekeh.

Di saat semuanya sibuk dengan dunia masing-masing di saat jam kosong. Tiba-tiba suara decitan pintu mengambil atensi murid seisi kelas. Lalu dilanjutkan dengan suara meja yang ditendang begitu keras.

Lagi-lagi Vanesa membuat kegaduhan. Datang dengan wajah merah padam bukanlah hal baru lagi bagi seluruh murid SMA Taruna. Veyara yang mengerti dan tahu betul akan terjadi apa selanjutnya pun berdiri dari tempat duduknya lalu menghampiri Vanesa.

Veyara menatap tajam Vanesa. "Mending lo gak usah buat masalah, deh," ujarnya sambil menaikkan alisnya.

"Gue gak cari masalah, gue cuma mau ngajak lo main," jawab Vanesa sambil tersenyum lebar.

Veyara tersenyum kecut menanggapi ucapan Vanesa. Gadis itu tahu apa maksud dari ucapan Vanesa. Gadis licik tak tahu diri, itu lah wujud Vanesa baginya. "Of course, dengan senang hati, Vanesa!" jawabnya dengan nada seceria mungkin. Tangannya bergerak menepuk pelan pundak Veyara sebelum ia kembali duduk di tempat duduknya.

Veyara Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang