Jam pertama berlangsung cepat. Namun, belum ada guru yang masuk untuk mengajar. Berbeda dari kelas lainnya yang sedang memerhatikan pelajaran. Di dalam kelas Veyara semua murid asik bermain ponsel atau bercanda gurau. Namun, hal itu tidak berarti bagi Veyara.
Sedari tadi Veyara hanya diam mematung. Sering kali berbicara jika ada yang bertanya. Dan pertanyaannya tidak akan jauh dengan, "Vey, lo kenapa diem mulu?" lalu hanya ia jawab, "nggak papa." Simpel, namun cukup membuat Safira muak.
Veyara seperti hilang tujuan hidup. Ingin hilang tapi tak ingin mati. Ingin menghilang saja lalu kembali saat keadaan kembali normal. Namun, kunci normalnya keadaan ada pada dirinya sendiri. Jika ia ingin mengakhiri semuanya seharusnya ia segera bertindak.
Ayolah, kali ini Veyara seperti dililit tali. Sesak. Kabur bukan jalan utama, namun dirinya juga ingin segera bebas lalu menjalani hidup sesuai keinginannya.
Manusia tidak akan bisa hidup seperti robot. Ia juga punya hak untuk mengatur hidupnya.
Veyara mengacak rambutnya frustrasi lalu menenggelamkan kepalanya di atas meja. Suara bising yang ada di dalam kelas semakin membuat pusing. Seseorang tidak akan mengerti bagaimana rasanya menjadi dirinya. Muak! Bahkan berapa bait puisi atau kata-kata puitis tidak akan bisa mendeskripsikan perasaannya. Suara hujan, angin berembus kencang dan lainnya tidak akan berarti lagi.
Tiba-tiba terlintas di pikirannya tentang percakapannya di dalam mobil bersama Zafran. Ayolah, ia pusing salah satunya juga karena hal itu.
Pertanyaan-pertanyaan memuakkan lagi-lagi terlintas di kepalanya. Veyara sendiri juga tidak menyangka jika Zafran akan mengatakan hal-hal seperti itu. Terlebih ia dan Zafran pun tahu perjodohan gila ini terjadi hanya karena dua keluarga yang saling berkerja sama. Dua keluarga yang gila akan harta. Beginilah jadinya jika terlalu terobsesi dengan uang. Mungkin jika suatu saat mereka bangkrut dan tidak menyisakan apa pun mereka akan gila.
Perintilan cinta dan kasih sayang tidak ada dalam kamus harta tahta saham. Selain uang, semuanya hanya syarat. Tidak benar-benar tulus. Bahkan Veyara sempat berpikir bahwa kisah cinta romantis hanya sebuah khayalan semata. Tidak ada yang namanya cinta, pikirnya.
Veyara mengetuk-ngetuk meja dengan pensilnya. Sudah lama ia dalam posisi ini hingga lehernya seperti ingin patah.
Bukan hanya fisiknya yang sakit namun juga pikirannya. Bukan hanya fisik yang lelah namun juga perasaannya.
Fisik yang tak kuat lagi menahan sakit tamparan tangan yang ia terima. Dan perasaan yang tak kuat lagi menerima makian pahit yang keluar dari mulut orang tuanya. Veyara berharap jika umurnya tak panjang, ia hanya ingin mati dengan jiwa yang waras. Ia tidak boleh mati karena gila.
Tak sadar waktu, bel telah berbunyi. Veyara mengangkat kepalanya. Sungguh, rasanya sangat berat.
Gadis itu tiba-tiba terjingkat karena tepat di depannya Alvian duduk sambil tersenyum khas milik laki-laki itu. Lagi-lagi ia terpana melihat ketampanan Alvian dari dekat. Sangat dekat hingga embusan napas laki-laki iti bisa di rasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Veyara Secret [END]
Teen Fiction❝Luka ini kembali basah hanya karena ku tahu kita saling mencintai❞ Luka yang selama ini ia lupakan kembali basah hanya karena satu laki-laki yang datang menyatakan cintanya. Zafran tidak menyangka akan bertemu dengan wajah perempuan itu...