💎Happy reading💎
****
Di sini, di ruangan besar dengan pencahayaam yang minim ini ada sekitar lima atau enam orang berbau serba hitam berkumpul membentuk sebuah lingkarang di mana di dalamnya duduk seorang laki-laki lainnya. Tidak ada lampu penerang di ruangan yang cukup luas itu seperti sengaja dibuat remang, melihat hanya ada puluhan lilin yang berjejer di sisi ruangan. Meskipun begitu sinar redup lilin sepertinya sudah cukup untuk mereka mengenali wajah satu sama lain.
Tidak semua, satu di antara enam orang itu rupanya tidak benar-benar memakai pakaian serba hitam seperti yang lain. Gadis yang tidak diketahui namanya ini terlihat memakai pakaian santai dengan atasan kaos longgar lengan pendek dan celana jeans sejengkal di atas lutut, menampakkan separuh paha putih mulusnya.
Laki-laki yang duduk di tengah lingkaran itu sepertinya adalah pemimpin di sini, singgasana berwarna merah dengan campuran hitam dan beberapa titik berhiaskan warna emas itu terlihat indah dan cocok sekali dengan dirinya. Mereka seperti serikat sekte penganut ilegal yang mampu membunuh dengan keji. Kepala sang Pemimpin itu tertunduk menatap lantai tempat kakinya menapak.
Ketika pemimpin itu mengangkat kepalanya, matanya langsung tertuju pada gadis yang memakai pakaian santai. "Kalian boleh pergi, kecuali kau." Sambil menunjuk perempuan yang berdiri paling dekat dengan singgasananya dengan tatapan mata yang tampak mengerikan.
Empat orang lainnya pergi. Tanpa pamit dan menghilang tanpa jejak dalam kegelapan yang kalau dipikir dengan akal sehat, itu tidaklah masuk akal.
Laki-laki itu menyibak tudung jubah yang sedari tadi enggan dibukanya, memamerkan wajah tampan yang tersembunyi di balik tudung jubah hitam miliknya. Mata merah darah yang terlihat indah dalam kegelapan, hidung mancung, dan kulit putih bersih, hampir terlihat sempurna.
Laki-laki itu sama dengan laki-laki yang tadi siang masuk ke kelas XII IPA1 untuk menanyakan apakah ada perempuan yang tak masuk sekolah hari ini. Laki-laki berparas tampan yang biasa dipanggil Erick dengan tatapan elang itu terlihat berbeda dari dirinya tadi siang, auranya terasa lebih gelap.
"Ternyata Tao masih hidup," kata Frederick memulai percakapan setelah sekitar satu menit mereka terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.
"Tao? Siapa dia?" tanya gadis cantik di samping Frederick yang terlihat heran.
"Hanya vampir A-blood, tapi sepertinya dia tidak mengenaliku."
Gadis itu tampak berpikir sejenak, kemudian terkejut kala dirinya mengingat sesuatu. "Putra Lard?"
Frederick mengangguk satu kali, bibir sebelah kanannya tertarik pelan, menciptakan lengkungan di wajahnya. "Menarik," gumamnya penuh misteri.
Sementara, di tempat yang jauh berbeda dengan ruangan (markas) milik Frederick dengan cahaya lampu terang di setiap ruangan. Pintu utama yang tinggi dengan dua guci besar di kedua sisinya dan beberapa ruangan besar yang juga terdapat dalam rumah bak istana itu yang benar-benar bercahaya terang.
Di sinilah Arjune tinggal bersama Stev. Rumah peninggalan Vian ini terlihat sangat terurus. Dalam ruangan bernuansa putih itu tampak Stev dan Arjune sedang duduk di atas lantai dengan tangan asyik menari di atas sebuah kertas. Sepertinya mereka sedang mengerjakan tugas sekolah yang akan dikumpulkan besok pagi.
"Selesai!" seru Arjune senang, kedua tangannya merentang di udara.
Stev mendongak mengalihkan pandangan dari buku ke arah Arjune yang menyengir lebar, kemudian Stev menutup bukunya dan menyandarkan punggungnya pada sofa tepat di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Time (Vampire) [Complete]
VampireMisteri yang Stev bawa bersama hadirnya, sedikit demi sedikit mulai terungkap.