Part 16

136 31 0
                                    

💎Happy reading💎


Stev memejamkan matanya, mencoba memberikan efek setenang mungkin pada pikirannya. Mencoba memutar paksa ingatan yang hilang dari kepalanya, menggapai kembali sesuatu yang seolah terlepas dari genggamannya. Rasanya seperti ada tembok tebal yang berdiri kokoh di depan Stev, membuat Stev tak bisa bergerak maju untuk melihat sesuatu yang mungkin lebih besar di balik dinding pembatas itu. Ingatan masa lalunya, seolah dipaksa terlupakan dan sekarang untuk mengingatnya kembali rasanya sangat sulit.

Pada dinding pembatas itu tetap masih ada sebuah lubang kecil, seperti secercah ingatan yang lama kelamaan semakin membesar dan mungkin esoknya akan hancur dan ingatan Stev akan kembali kepadanya seutuhnya, semoga. Tapi, tidak ada yang bisa menjamin jika Stev mengingat semuanya dia akan tetap bertindak seperti sekarang. Bisa saja Stev berubah seratus delapan puluh derajat dari sikapnya yang sekarang, membentuk kembali sifatnya yang dulu yang entah baik entah buruk, siapa yang tahu bukan?

Stev mengerang kuat, membuat Zoya, Arjune, dan Genta serentak memusatkan perhatiannya kepada Stev yang menarik kuat rambutnya seperti sedang menahan sakit, tapi justru semakin menyakiti dirinya sendiri.

Arjune mengulurkan tangan kanannya ke arah Stev yang disambut cepat oleh Stev. Melihat itu, entah kenapa Zoya malah ikut-ikutan mengulurkan tangannya ke arah Stev yang tentunya juga Stev raih dengan tangan kirinya yang tadi masih menarik rambutnya.

****

Stev tampak menangis dalam gendongan Adelard, matanya menatap jasad ibunya yang tergeletak tanpa jantung karena jantungnya baru saja dilahap habis oleh salah satu rekan Adelard.

"Berhentilah menangis!" kata Adelard sambil mengelus pelan punggung Stev.

"Tapi ibu." Stev terisak, tidak sepenuhnya mengerti dengan situasi saat ini.

Adelard tampak berkaca-kaca, dia lebih memilih diam, dan terus berjalan menyusuri hutan belantara yang seperti tak berujung. Rekan-rekan Adelard pun mengikuti dari belakang tanpa suara, bahkan derap langkah mereka nyaris tak terdengar. Mereka berjalan menyusuri hutan belantara yang gelap, walau hari sudah pagi tetap saja di sana gelap karena tidak ada cahaya Matahari yang berhasil masuk menembus rindangnya daun pohon.

Sampai akhirnya hutan belantara itu terlewati, digantikan dengan suasana yang sedikit lebih terang, tapi masih sedikit redup karena awan hitam yang menggumpal terlihat di atas langit.

Sebuah tempat seperti rumah, tapi jauh lebih besar untuk dibilang sebuah rumah. Bangunan besar itu memiliki halaman yang luas dengan banyak pohon-pohon besar tumbuh liar di sana, tapi tentu tidak menghalangi mata Stev untuk bisa melihat bangunan besar di baliknya mengingat betapa tinggi dan besarnya bangunan itu. Bisa diperkirakan ada puluhan tingkat di dalamnya dan ada ratusan orang yang bisa hidup di dalamnya.

Adelard membawa Stev masuk, suasana yang mencekam tampak begitu kentara di mata Stev. Semua orang yang ada di sana terlihat mengerikan dengan wajah pucat, mata merah, bibir merah, taring yan panjang, urat-urat wajah yang terlihat jelas, serta semuanya berpakaian hitam. Seperti sebuah kelompok pemuja kegelapan yang mungkin saja membenci cahaya mengingat betapa gelapnya di dalam sini.

"Kau sudah kembali rupanya." Pria di atas singgasana bersuara kala melihat rombongan Adelard kembali.

Adelard berlutut setelah lebih dulu menurunkan Stev dari gendongannya, begitu pula pasukannya yang lain pun ikut berlutut dengan kepala tertunduk dalam, memberi hormat pada dia yang terlihat seperti raja.

"Anak Kecil, kau tidak akan memberi hormat padaku?" tanya sang Raja kepada Stev yang berdiri mematung di samping Adelard yang masih berlutut.

The Time (Vampire) [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang