💎Happy reading💎
Arjune terbangun dari tidurnya kala jam di dinding kamar menunjukkan pukul dua malam. Dengan mata yang setengah tertutup, Arjune menyibak selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya, kemudian terkejut karena sadar akan sesuatu. Jantung Arjune berdetak dua kali lebih cepat saat ini.
"Ke--kenapa aku bisa tertidur?" monolog Arjune.
Buru-buru dia berlari ke luar kamar dan berlari menyusuri ruang keluarga, ruang tamu, dan terakhir ruangan kecil di depan pintu yang hanya ada dua buah guci besar di samping kanan dan kiri pintu dan satu buah tempat sampah yang memang sengaja ditata seperti itu. Arjune meraih gagang pintu dan membawa seluruh raganya keluar dari dalam rumah.
Arjune dibuat terkejut dengan pemandangan yang ada di depan matanya. Seorang perempuan yang sangat dikenalinya tengah berjalan mendekat, dia tak sendirian, dia tampak bersama seorang laki-laki yang juga sangat Arjune kenali. Seperti yang terlihat, laki-laki bernama Stev itu tidak terlihat baik-baik saja, buktinya saja untuk berjalan dia membutuhkan bantuan perempuan di sampingnya.
"A--apa yang terjadi, Zoy?" tanya Arjune panik ketika kaki Stev dan Zoya sudah berhasil menginjak teras rumah Arjune.
"Bantulah aku membawa Stev ke dalam!" Bukannya menjawab, Zoya malah memerintah Arjune yang hanya terpaku di tempatnya.
Arjune buru-buru mengambil alih tubuh Stev yang Zoya bopong, tapi tak sepenuhnya karena dari sisi yang berbeda, Zoya masih menahan tubuh itu agar tidak jatuh.
Zoya dan Arjune membopong Stev ke dalam rumah, menduduknya di atas sofa panjang yang sengaja diletakkan di ruang tamu. Kondisi Stev memang jauh dari kata baik-baik saja, tapi kesadaran masih bersamanya. Stev tidak pingsang, lebih tepatnya sedang tak berdaya.
Dari mimik wajahnya, jelas Arjune sangat ingin menanyakan banyak hal kepada dua orang ini, tapi tertahan karena situasi yang kurang memungkinkan.
"Erick benar-benar menyerangnya?" Akhirnya dari sekian banyak pertanyaan yang ingin Arjune tanyakan, satu pertanyaan lolos dari mulutnya.
Zoya mengangguk, mengiyakan pertanyaan Arjune, tapi kemudian menggeleng, membuat Arjune mengernyitkan dahinya secara refleks.
"Lebih tepatnya Stev sendiri yang mendatangi Erick," jawab Zoya setelah lebih dulu mengelap sisa darah yang ada di wajah Stev dengan lengan kaosnya.
Stev sama sekali tak bersuara, tubuhnya benar-benar terasa lemah, beberapa bagian tulangnya mungkin saja sudah remuk, membuat Stev hanya diam dalam posisi duduk.
Arjune memberikan tatapan penuh tanyanya ke arah Zoya, tentu itu terdengar gila di telinga Arjune. Tapi, Zoya buru-buru melanjutkan perkataannya sebelum Arjune sempat bertanya untuk kedua kalinya.
"Dia harus melakukannya, bagaimanapun juga Frederick itu bukan orang--ah, maksudku bukan vampir sembarangan," ujar Zoya memperjelas maksud perkataan sebelumnya, tapi melihat ekspresi Arjune, dia masih belum benar-benar paham dengan penjelasan Zoya.
"Sudahlah ... itu tidak penting, sekarang bagaimana dengan Stev? Apa dia akan baik-baik saja?" tanya Zoya mengubah topik pembicaraan.
Arjune teringat akan sesuatu, perkataan Stev kemaren yang sempat dilupakannya itu kembali teringat, di mana Stev secara terang-terangan mengatakan bahwa dia hanya memanfaatkan Zoya dan dirinya saja. Tapi, kepercayaan yang tertanam pada diri Arjune untuk Stev membuat semua itu seolah hanya gurauan semata, walau Arjune tak dapat menyangkal dirinya sempat meragukan Stev.
"K--kau butuh darah?" tanya Arjune sedikit gugup, takut kalau Stev malah mengiyakan pertanyaannya.
Sedari tadi Stev tidak membuka matanya sama sekali, mata itu terpejam seperti sedang menikmati setiap sisi tubuhnya yang terasa ngilu. Kala mendengar perkataan Arjune, mata itu sedikit terbuka, tak benar-benar terbuka, tapi masih bisa melihat di mana keberadaan Arjune yang mengajakmya berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Time (Vampire) [Complete]
VampiriMisteri yang Stev bawa bersama hadirnya, sedikit demi sedikit mulai terungkap.