💎Happy reading💎
"Jangan khawatirkan aku. Lihat! Aku tak apa-apa." Stev membuka tudung hoodie-nya dan merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan itu.
"Apa kau berniat menemuinya?" tanya Zoya ragu-ragu.
"Tak ingin, tapi harus."
"Harus? Apa maksudnya? Kau bisa bersembunyi saja 'kan? Kau tidak harus membahayakan nyawamu untuk menemuinya 'kan?" Lagi-lagi wajah khawatir itu terlihat kentara di wajah Zoya.
Stev menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya secara perlahan. "Kalau aku bersembunyi, kau dalam bahaya. Itu lebih buruk."
"Aku?" Zoya menunjuk dirinya sendiri.
Stev mengangguk, kemudian menceritakan kejadian sebelum dia datang ke rumah Arjune kepada Zoya. Di mana tadi Frederick datang menemuinya, saat Stev sedang sendirian di taman yang saat ini juga mereka tempati. Waktu itu, tanpa basa-basi Frederick meninju keras wajah Stev, membuat Stev harus gemetaran untuk kesekian kalinya pada hari ini. Setelahnya Frederick mengancancam Stev, kalau saja Stev tidak menemui Frederick saat jam dua belas nanti, dia akan membunuh Zoya di depan mata Stev. Membuat Stev mau tak mau harus menemuinya, Stev tentu tidak mau Zoya terbunuh di tangan Frederick, walau tak ada jaminan Frederick tidak akan membunuh Zoya kalau saja Stev sudah mati di tangannya.
Zoya membulatkan matanya sempurna, mulutnya menganga mendengar penjelasan Arjune, membuat Zoya semakin khawatir. Tangannya terlihat bergetar, tapi Zoya berusaha menyembunyikan tangan yang bergetar itu di balik lengan kaosnya.
"Kalau begitu, kau tak perlu menemuinya. Kita akan mencari tempat persembunyian bersama. Tidak ada di antara kita yang boleh mati."
"Tidak ... terlalu beresiko. Erick bukan tipe vampir yang mudah dikelabuhi. Dia bisa saja membunuh kita dalam waktu lima menit kalau dia mau. Aku akan menemuinya, waktuku tinggal dua jam lagi."
Zoya menggeleng, kemudian menggenggam tangan kanan Stev kuat-kuat dengan kedua tangannya. "Ka--kalau begitu, aku ikut."
"Jangan gila! Ini bukan permaian, Zoya!" kata Stev sedikit meninggikan suaranya.
****
Stev berjalan pelan menelusuri sebuah lorong yang seperti tak berujung, lorongnya begitu gelap, membuat orang normal tak akan bisa melihat dengan jelas tanpa bantuan penerangan seperti senter, tapi bagi Stev ini tak terlihat segelap itu.
Sebentar lagi jam dua belas malam, kalau saja Stev terlambat menemui Frederick sedetik saja, mungkin Frederick akan melakukan sesuatu yang tak Stev inginkan terjadi.
Sementara Zoya mengikuti Stev diam-diam dari belakang, mengatur jarak sejauh mungkin agar tidak ketahuan, tapi tentu harus waspada agar tidak kehilangan jejak Stev juga. Padahal tadi Stev sengaja membuat Arjune tertidur lelap agar Arjune tidak sadar kalau Stev memasuki rumahnya, lalu mengikat Zoya dalam sebuah kamar, dan menguncinya. Tapi, entah bagaimana caranya Zoya bisa ke luar dan mengikuti Stev diam-diam. Zoya tahu Stev mengikatnya bukan karena dia jahat, tapi karena Stev peduli akan keselamatan Zoya.
Stev memejamkan matanya rapat-rapat, menghirup dalam-dalam aroma yang tercium oleh indera penciumannya. 'Sudah sejauh ini, tapi aromanya masih tercium. Apa tadi aku tak sengaja melukainya dan membuat sepercik darah menempel di bajuku?' batin Stev mencoba menduga-duga.
Tanpa Stev sadari aroma yang tercium olehnya itu karena Zoya yang tak jauh darinya, bukan karena ada darah Zoya yang menempel pada tubuhnya.
Kaki Stev mulai gemetaran saat pintu besar dan tinggi di hadapannya itu terlihat berdiri kokoh. Di dalamnya pasti Fredrick sudah menunggunya, mungkin seorang diri karena bagi Frederick menaklukan vampir A-Blood itu sangat mudah, tak perlu bantuan dari Maura atau pengikutnya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Time (Vampire) [Complete]
VampiriMisteri yang Stev bawa bersama hadirnya, sedikit demi sedikit mulai terungkap.