Apapun yang terbayang saat itu dalam benaknya, seolah hilang dan sirna. Otaknya mendadak kosong. Bahkan semua hal di sekelilingnya seolah berhenti bergerak.
Hingga pada akhirnya, yang terasa hanyalah degupan jantungnya sendiri.
Si laki-laki masih diam dalam posisinya, setengah menunduk karena tubuhnya yang memang lebih jangkung.
Sementara si gadis, setengah berjinjit. Ke dua tangannya bergerak cepat melingkar di leher si lelaki.
Ketika kulit bibir mereka saling bersentuhan, si gadis bisa merasakan sebuah cengkraman kuat di pinggangnya.
Si gadis menutup matanya. Berusaha menikmati.
Sementara si lelaki, masih berusaha mengumpulkan seluruh keberaniannya. Kesadarannya.
Sepersekian detik mereka bertahan dalam posisi itu. Bahkan dengan posisi tubuh mereka yang sudah tak berjarak, ketika perlahan tangan si lelaki menarik pinggang wanitanya hingga ke dua perut mereka saling menyatu.
Rania sudah memberinya sinyal, maka Rakha tak ingin menyia-nyiakannya.
Jika sejak tadi bibir mereka hanya saling bersentuhan tanpa bergerak, tapi seiring dengan pergerakan tubuh Rakha yang tiba-tiba mengangkat tubuh Rania naik kembali ke atas ranjang, lalu mendudukkannya di sana, dengan begitu posisi kepala mereka kini bisa selaras.
Perlahan tapi pasti, ke dua bibir yang tadinya hanya saling diam dalam kecupan, kini mulai bermain dengan diawali sebuah pagutan oleh bibir Rakha. Lelaki itu memulainya lebih dulu dengan ciuman yang lebih menuntut. Sementara Rania, berusaha mengimbangi.
Permainan Rakha sangat lembut dan hati-hati. Berulang kali Rakha menyesap bibir atas dan bawah Rania secara bergantian. Memberinya kecupan dan kuluman manis.
Cukup lama ke duanya terhanyut dalam permainan mereka. Merasakan dan menikmati, betapa indahnya cinta halal yang telah direstui sang maha pencipta.
Rakha melepas pagutannya, dia tersenyum. Ditatapnya wajah Rania yang terlihat merona, lalu di usapnya sekilas bibir Rania yang tampak basah akibat ulahnya.
Sebelah tangannya terangkat dan membimbing sebelah tangan Rania menuju dadanya.
"Rasakan Rania, rasakan degupan jantung ini..." bisiknya pelan. Napas lelaki itu terlihat berat. Bahkan tatapannya kini berselimut kabut.
Rania hanya terdiam. Merasakan betapa degupan jantung Rakha memang benar-benar kencang.
"Saya tidak pernah berbohong ketika mengatakan bahwa saya mencintai kamu, karena degupan dan debaran ini hanya bisa saya rasakan jika ada kamu di samping saya," tutur Rakha meski tidak sepenuhnya benar. Mungkin iya, jika dulu sebelum pernikahan, Rakha telah berbohong akan perasaannya terhadap Rania, tapi sekarang, saat ini, detik ini, dia tidak lagi berbohong. Meski belum tahu pasti, sejak kapan perasaan semacam ini mulai dia rasakan, yang terpenting bagi Rakha saat ini, dia benar-benar serius akan kata-katanya. Bahwa dia mencintai Rania. Dia tak perlu lagi membohongi dirinya sendiri termasuk Rania pun keluarganya.
Allah telah memberinya kemudahan.
Hingga Dia pula yang memberinya perasaan ini.
Dan membuat semua terasa indah bagi Rakha.
Rakha masih tersenyum dan terus menatap ke arah yang sama, yaitu wajah Rania yang merona sebelum akhirnya dia kembali bicara. "Apa ciuman ini pertanda kalau kamu sudah bisa membuka hati kamu untuk saya, Rania?" tanya Rakha penuh harap.
Rania menjauh perlahan. Dia menggeser tubuhnya mundur hingga mentok ke bantal di atas ranjangnya. Sadar, jika semakin lama dirinya berdekatan dengan Rakha, hal itu tak baik bagi kesehatan jantungnya. Rania memalingkan wajahnya ke arah samping saat dia menjawab pertanyaan Rakha. Mendadak, dia jadi salah tingkah.
"May be yes, may be no! Dan perlu lo inget, jangan pernah berpikir cuma gara-gara kejadian tadi, lo bisa ngelakuin hal yang nggak-nggak ke gue!" ucap Rania memperingatkan.
Hingga pada akhirnya, ego dan gengsilah yang tetap saja menang.
Rakha mengulum senyum. Dia mendekatkan wajahnya sedikit condong ke arah Rania.
"Hal yang nggak-nggak? Itu maksudnya gimana?" Tanya Rakha menahan tawa.
Rania semakin menjauh saat dia merasa wajah Rakha kini terasa kembali mendekat. "Nggak usah sok polos deh!" Makinya sewot.
Rakha menarik kepalanya. Dia menggaruk tengkuknya yang seketika meremang. Sempat hadir sekelebat pikiran kotor dalam benaknya saat itu namun Rakha buru-buru beristighfar dan menepisnya. Dia tak ingin terbawa nafsu hingga justru membuat Rania merasa lebih tidak nyaman di sisinya.
Sebab, bagi Rakha saat ini, tak ada yang lebih penting dari kebahagiaan Rania.
"Sudah malam, kamu tidur ya? Besok kita lanjut lagi romantis-romantissannya," ucap Rakha seraya menaikkan kedua kaki Rania yang masih menjuntai di bawah Ranjang. Membenahi posisi bantal Rania dan menyelimuti tubuh wanitanya dengan selimut.
"Nggak usah mimpi kejadian tadi bakal terulang ya! Gue rasa, gue tadi khilaf! Atau, anggap aja tadi itu cuma ucapan terima kasih gue karena lo udah menolong gue dari Nando,"
Lagi-lagi Rakha hanya bisa mengulum senyum. Sewotnya Rania tak menjadikan Rakha kesal atau pun marah. Rakha justru malah ingin tertawa karena wajah Rania yang menurutnya lucu dan menggemaskan setiap kali wanita itu memasang ekspresi judesnya.
"Sekadar berharap kan sah-sah saja, nggak bayar dan nggak dosa?" Celetuk Rakha yang entah kenapa sedang ingin menggoda Rania malam ini.
"Nggak boleh lah! Lo itu ustadz! Jadi lo harus menjaga image lo sebagai seorang lelaki yang tahu agama! Awas aja kalo sampe lo berpikiran mesum sama gue!" Ancam Rania lagi.
"Seorang Ustadz itu juga kan manusia. Lagipula saya pikir, berpikiran mesum terhadap istri sendiri itu hal yang wajar, tidak akan berdosa. Harusnya, si istrilah yang justru paham bagaimana kewajiban yang mesti dia berikan kepada suaminya," Rakha mulai berceramah.
Rania malah mencibir. Dia menarik tangannya menjauh yang saat itu kebetulan menyentuh kulit lengan Rakha tanpa sengaja. Rania sadar dirinya sudah mulai terbawa suasana dan menjadikan tubuhnya ini mudah terpancing hanya akibat sentuhan-sentuhan kecil saja. Rania terus memaki kebodohannya dalam hati. Dia terus berusaha meyakinkan hatinya untuk tidak luluh semudah ini pada Rakha.
"Gue udah pernah bilangkan sama lo Kha? Jangan pernah berharap apapun dari gue! Karena sampai kapan pun, gue nggak akan pernah bisa menjalani peran gue sebagai seorang istri sungguhan! Hidup gue udah terlalu hancur sejak kejadian kecelakaan itu. Nggak mudah buat gue bisa menerima semuanya apalagi mengikhlaskan apa yang gue alami sekarang! Mungkin, seandainya lo ada di posisi gue, lo bisa mengerti!" Rania menelan salivanya yang mendadak pahit. Satu titik air matanya menetes membasahi pelipisnya.
Rakha tersenyum getir. Diusapnya sudut matanya yang ikutan basah sebab mendengar perkataan Rania tadi.
"Justru, keberadaan saya di sini itu untuk membantu kamu agar bisa mengikhlaskan semuanya. Sebab dengan kita ikhlas, InsyaAllah semua masalah dan beban yang kita rasakan dalam diri kita niscaya akan berkurang, mungkin bisa jadi hilang. Perbanyak ibadah dan berdoa, Rania..." Nasehat Rakha saat itu.
Namun kali ini, Rania hanya terdiam.
Masih dengan wajahnya yang berpaling dari Rakha.
Bahkan saat Rakha pamit untuk istirahat, Rania tetap saja diam.
*****
Hayo, siapa yang baper???
So stay tuned terus...
Salam herofah...
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR RANIA (End)
Romance#1. Religi Populer (18-20 Juni 2021) dari 7,9 K cerita ***** Dua minggu sebelum pernikahannya, Rania mengalami kecelakaan parah hingga menyebabkan dirinya mengalami kebutaan. Pernikahan yang telah dipersiapkan dan hampir rampung sepenuhnya mendadak...