Seperti biasa, Rakha terbangun di sepertiga malam untuk menunaikan shalat sunah tahadjud.
Diliriknya ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 02.30 WIB dini hari.
Rakha duduk di tepian ranjangnya sambil mengerjapkan mata beberapa kali. Sekedar mengusir kantuk dan mengumpulkan kesadarannya.
Guncangan pelan di atas tempat tidur membuat Rakha menoleh ke belakang, dimana Rania terlihat gelisah dalam tidurnya. Meski saat itu rambut panjang Rania kelihatan berantakan, namun bagi Rakha, hal itu tak sama sekali mengurangi kecantikan Rania. Diam-diam, Rakha tersenyum tipis, ketika ingatannya tertuju pada kejadian semalam sebelum mereka tidur.
Ada kemajuan dalam hubungan ini, ucap batin Rakha. Dia sangat bersyukur jika kini perlahan Rania mulai bisa mengungkapkan isi hatinya meski belum secara gamblang. Setidaknya, Rania sudah mulai bisa di ajak bicara dari hati ke hati dengannya.
Dari pengakuan Rania tadi malam, Rakha tahu bahwa sampai detik ini Rania belum mampu menerima kenyataan perihal hubungannya yang harus kandas bersama lelaki bernama Nando. Dan hal itu jelas mengusik ketenangan hati Rakha.
Mungkin yang sekarang perlu Rakha lakukan adalah bersabar dan terus bersabar untuk menunggu waktu dimana Rania bisa benar-benar membuka hati untuknya.
Tak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Jika Allah sudah berkehendak, semua pasti terjadi. Sesuai ketetapan takdir-Nya. Jika Allah telah memuluskan niat Rakha untuk menikah dengan Rania, itu artinya Allah telah memberi jalan bagi Rakha untuk menjadikan hal itu sebagai ladang pahala baginya. Yakni, dengan menjelma menjadi seorang Imam yang baik untuk Rania.
Setelah kesadarannya dirasa sudah terkumpul sempurna, Rakha menyibak selimut yang masih menempel di pangkuannya. Hawa dingin seketika menyeruak menerpa kulitnya. Rakha bergegas bangkit untuk segera membersihkan diri.
Keintiman yang sempat terjadi di antara dirinya dengan Rania tadi malam membuat Rakha mengalami mimpi basah dalam tidurnya malam ini. Dan itu artinya dia harus mandi wajib terlebih dahulu.
Setelah mengatur suhu air di kran shower di dalam kamar mandi, Rakha membiarkan air hangat yang mengalir dari kran itu membasahi tubuhnya perlahan. Aliran air hangat itu seolah memberikan semangat baru bagi Rakha untuk mengawali hari. Sebab, Rakha memang tak pernah sekalipun tidur kembali usai dirinya menunaikan shalat malam. Jika bukan membaca Al-Quran, Rakha akan menghabiskan waktunya untuk berdzikir menunggu waktu shubuh tiba. Rasa letih yang kerap dia rasakan sama sekali tak melunturkan semangatnya untuk beribadah. Sebab letih dalam beribadah adalah sebuah nikmat yang selalu Rakha syukuri.
Selesai mandi dan berwudhu, Rakha keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang jauh lebih segar. Diliriknya kembali ke arah tempat tidur, Rania masih tertidur dalam posisi yang sama seperti tadi.
Rakha sudah berpakaian lengkap. Dia pun sudah menggelar sajadah.
Setelah membaca basmalah, Rakha hendak memulai shalatnya.
Ke dua tangannya sudah terangkat dan mulutnya baru saja hendak melafalkan kata "Allahuakbar..."
Dan di saat yang bersamaan, Rania tiba-tiba berteriak. Membuat kekhusuyuan Rakha langsung sirna.
Dia menoleh cepat ke arah Rania yang sedang meringis sambil memegangi perutnya.
"Saaakiiitt... Perut gue sakit banget, Rakhaaaaaa..." teriak Rania yang mulai menangis.
Rakha berhambur ke arah sisi tempat tidur dimana Rania terbaring. Selimut yang menutup tubuh Rania sudah tersibak sebatas lutut. "Saya disini Rania, kamu kenapa?"
"Perut gue sakiiiitt..." Rania terus berteriak kesakitan. Masih memegangi bagian bawah perutnya yang nyeri. Seperti di kuliti oleh benda tajam.
Sementara itu, Rakha yang memang sudah teramat sangat panik justru membeku di sisi Rania, saat dilihatnya darah mengalir begitu deras dari ke dua pangkal paha Rania.
Astagfirullah... Apa yang terjadi?
Tanya Rakha membatin dalam kepanikannya.
Tanpa pikir panjang, masih dengan sarung yang melilit di tubuhnya serta peci yang menutup sebagian kepalanya. Rakha mengangkat tubuh Rania. Menggendongnya keluar untuk segera melarikan Rania ke rumah sakit.
Sungguh, Rakha benar-benar takut saat itu.
Ya Allah, selamatkan Rania...
Doanya dalam hati.
*****
Rakha baru saja kembali usai menunaikan shalat shubuh di mushola rumah sakit.
Kakinya mendadak lemas saat dia harus kembali melihat beberapa orang yang duduk dengan penuh gelisah di depan ruangan operasi.
Sudah hampir dua jam berlalu, tapi operasi belum juga selesai.
Entah apa yang terjadi menimpa Rania, tak ada yang tahu hingga saat ini.
Mereka hanya bisa menunggu dengan perasaan cemas serta takut yang membayang di pelupuk mata.
"Ya Allah, yang maha pemurah lagi maha penyayang, sembuhkan istri hamba... Hamba mohon..." bisik batin Rakha.
Dia berdiri tepat di depan ruangan operasi. Berharap keajaiban datang.
Dia takut disalahkan. Dia takut jika seandainya sesuatu hal buruk terjadi menimpa Rania. Lantas, haruskah Rakha kembali pada masa-masa itu? Dimana dirinya harus melihat penderitaan dan kepedihan Rania pasca tragedi kecelakaan itu.
Tidak.
Itu tidak boleh terjadi.
Rania pasti akan baik-baik saja.
Insya Allah...
Kuatkan hamba ya Allah, kuatkan hamba...
Tasbih di tangan Rakha terus bergulir tanpa henti. Dalam keadaan duduk, berdiri hingga berjalan mundar-mandir di depan ruangan operasi, Rakha tak berhenti berdzikir.
Hingga pada saatnya, operasi pun selesai.
Seorang dokter keluar dari ruangan operasi masih dengan seragam operasi dan sarung tangan karet yang menempel di tangannya.
Rakha bisa melihat di sarung tangan sang dokter saat itu terdapat sedikit bercak darah segar.
Itu pasti darah Rania...
"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Bastian dengan raut wajah rentanya yang terlihat begitu panik.
"Masa kritisnya sudah lewat. Tapi maaf, kami tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan janin di dalam rahim Rania. Jika di teliti lebih lanjut, kami menyimpulkan bahwa kejadian ini terjadi akibat penyalahgunaan obat. Saya menduga, ada kemungkinan, Rania memang sedang mengkonsumsi obat-obatan penggugur kandungan. Dan kabar buruknya, obat yang sudah dikonsumsi Rania, masuk dalam kategori obat berat yang berefek jangka panjang. Ada kemungkinan di masa yang akan datang nanti, Rania bisa mengalami kesulitan hamil akibat kerusakan rahim yang dia derita karena efek dari penggunaan obat tersebut. Tapi kembali lagi pada takdir, kami selaku tim medis hanya bisa memprediksi, karena yang lebih berkuasa atas diri manusia hanya Allah semata. Itu saja yang ingin saya sampaikan, permisi Pak, Bu,"
Tangis pilu di depan ruangan operasi kembali pecah sepeninggal sang dokter. Raline memeluk Bastian dengan sangat erat. Dia terus menangis. Sama halnya seperti Bastian yang tak mampu lagi menahan buliran bening air matanya yang susah payah dia tahan sejak tadi.
Sementara itu, Devano yang juga ikut menunggu keadaan Rania saat itu langsung berjalan menghampiri Rakha yang duduk tepekur di salah satu bangku tunggu.
Di tepuknya pelan bahu Rakha. Sebelum akhirnya, lelaki berwajah setengah bule itu berkata.
"Sabar ya Kha. Keajaiban itu pasti selalu ada untuk mereka yang selalu percaya akan kekuasaan Allah. Dulu, Zia juga sempet di vonis bakal susah punya anak karena cuma memiliki satu indung telur, tapi kuasa Allah membuktikan sebaliknya, bahkan sekarang, gue hampir buat kesebelasan di rumah. Jadi, lo nggak usah terlalu cemas..." tutur Devano menyemangati.
Rakha tersenyum tipis menimpali ucapan sang Kakak ipar.
Baginya sekarang, bukan masalah Rania bisa memiliki anak atau tidak setelah kejadian ini, mendengar keadaan Rania baik-baik saja, itu sudah lebih dari cukup bagi Rakha.
*****
Hmmm, masih penasarankah?
Vote dan koment dulu...
Salam herofah...
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR RANIA (End)
Romance#1. Religi Populer (18-20 Juni 2021) dari 7,9 K cerita ***** Dua minggu sebelum pernikahannya, Rania mengalami kecelakaan parah hingga menyebabkan dirinya mengalami kebutaan. Pernikahan yang telah dipersiapkan dan hampir rampung sepenuhnya mendadak...