23 - KONSPIRASI BUSUK

2.8K 284 75
                                    

Angin bertiup semilir menerpa dedaunan hijau yang mulai layu dan mengering. Rintik hujan masih setia membasahi bumi. Langit Ibukota yang biasanya cerah kini seolah berkabung. Terselimuti awan mendung yang enggan beranjak dari peraduannya. Sungguh pemandangan biasa bagi warga Jakarta, tepatnya sejak satu bulan terakhir. Sebab hujan tak pernah mengenal waktu untuk turun. Memasuki akhir tahun, sepertinya hujan semakin intens menunjukkan kekuasaannya.

Hari berlalu berganti minggu dan minggu berganti menjadi bulan.

Waktu seolah berputar lebih cepat saat manusia merasa hidup jauh lebih indah.

Ini sudah masuk awal Desember, dan itu artinya, sudah genap tiga bulan usia pernikahan kedua yang dilakukan Rakha dan Rania.

Pasca insiden keguguran yang dialami Rania beberapa bulan lalu, Rakha meminta pihak keluarga untuk kembali menggelar acara pernikahan kedua agar dirinya bisa lebih tenang dalam menjalani hubungan rumah tangganya bersama Rania kelak.

Sebagai seorang pemuka agama, Rakha hanya ingin pernikahannya dengan Rania benar-benar sah di mata agama.

Hari-hari yang mereka lalui setelahnya memang terasa lebih berwarna dan berkesan. Meski tak banyak yang berubah.

Rakha tetap dalam kesabarannya menghadapi tingkah Rania yang kekanak-kanakan dan manja. Sulit di atur dan seringkali berbicara seenaknya. Sementara Rania, masih tetap bertahan dengan rasa ego dan gengsinya yang selangit terhadap Rakha.

Bahkan, setelah kejadian 'First Kiss' mereka di rumah sakit kala itu, selanjutnya tak ada lagi hal-hal semacam itu terulang. Rania sendiri yang memang tak ingin melakukan hal itu lagi. Hal yang dianggapnya teramat sangat memalukan. Mana mungkin dirinya sebagai seorang wanita justru yang memulai duluan? Mau dikemanakan harga dirinya? Iyakan?

Meski, dari lubuk hatinya yang terdalam Rania kerap dilanda rasa kecewa ketika dia sadar, Rakha itu terlalu kaku dan bodoh.

Tidak ada sisi agresifnya sama sekali sebagai seorang pria sejati! Alias tidak punya inisiatif untuk memulai lebih dulu. Padahal, Rania sangat mengharapkannya.

Ya, walau pun Rania sendiri yang kerap menghindar, tapi setidaknya seharusnya Rakha itu tidak menyerahkan?

Kalau Rania bilang jangan sentuh, harusnya Rakha tidak usah menurut. Kalau Rania mengatakan, jaga jarak, harusnya Rakha juga tidak usah mengikuti. Rakha itu memang tidak peka! Bodoh, tolol, bloon!

Nyebelin!

Hingga pada akhirnya, pertengkaran-pertengkaran kecil di antara mereka tetap tak dapat terelakkan.

Contohnya seperti hari ini.

Saat Rakha yang diam-diam mengganti seluruh isi pakaian di dalam lemari Rania dengan pakaian Syar'i.

"Ini celana pendek gue pada kemana ya?" ucap Rania sembari meraba lemari tempat dirinya meletakkan celana-celana jeans pendeknya. "Kok jadi pakaian beginian semua?" ucap Rania lagi ketika tangannya terus menemukan sebuah pakaian panjang bahan yang sudah bisa dia tebak itu gamis.

Rakha yang saat itu sedang sibuk dengan beberapa dokumen penting yang harus dia kerjakan untuk meeting besok, hanya tersenyum simpul dengan wajah yang sama sekali tak beralih dari depan layar laptopnya.

"Kha? Rakha, lo masih di sinikan?" tanya Rania dengan wajah memberengut.

"Iya, saya ada di sini kok, takut banget saya pergi," goda Rakha seperti biasa.

"Ini semua pasti ulah lo kan? Lo kan yang udah ngacak-ngacak isi lemari gue?" ucap Rania setengah berteriak.

Lagi-lagi Rakha hanya tersenyum. "Kalau iya memangnya kenapa?" tanya Rakha menantang. Seperti biasa.

"Jadi maksud lo sekarang, lo mau gue pakai-pakaian beginian juga di rumah? I'ts okkay kalo di luar rumah sih nggak apa-apa, tapi kalau di dalam rumah nggak wajib jugakan? Toh yang liat cuma lo, Papah, keluarga gue yang lain yang ke semuanya MAHRAM gue!"

"Memangnya, Pak Slamet, Pak Unang dan Pak Tirta itu mahram kamu?" tanya Rakha balik, dengan menyebut dua nama security dan satu tukang kebun yang bekerja di kediaman Dirgantara. "Saya nggak meminta kamu memakai itu di rumah, cuma, saya tidak suka kamu memakai pakaian terbuka walau itu di dalam rumah. Makanya saya sengaja menyedekahkan semua pakaian-pakaian minim kamu ke panti asuhan. Bagus kalau dipakai sama anak kecil ketimbang kamu," beritahu Rakha, memulai ceramahnya. Rakha hanya jengah ketika melihat Rania memakai pakaian dengan bahan yang minim hingga memperlihatkan lekuk tubuh istrinya dengan sangat jelas. Walau itu hanya di dalam rumah, namun dengan keberadaan para pekerja itu, Rakha merasa harus mengambil tindakan lebih jauh. Dia tidak bisa melihat hal semacam ini berlangsung lebih lama lagi.

Ke dua bola mata Rania melotot saking kaget. "Apa lo bilang tadi? Sedekah? Semua baju-baju gue lo sedekahin?"

"Nggak semua kok, cuma celana jeans, tank top, kaos, sama beberapa pakaian tidur kamu yang udah kekecilan,"

"Terus gue harus pakai apa sekarang? Gue nggak mau pakai pakaian kayak begini di dalam rumah! Ribet!" Rania melempar asal gamis di tangannya. Kali ini, Rakha benar-benar keterlaluan! Jelas-jelas semua macam pakaian yang dia sebutkan tadi adalah pakaian pokok yang memang Rania miliki. Dan itu artinya, sama saja Rakha sudah mengganti semua pakaiannya tanpa menyisakannya sedikit pun. Nyebelin banget nggak sih?

Saat itu Rania bisa mendengar tawa renyah Rakha pecah dalam seketika. "Yaudah kalau kamu memang nggak mau memakai semua pakaian itu, begitu aja terus sampai besok! Saya nggak keberatan kok, malah seneng. Asal, jangan sampe keluar kamar aja," ucap Rakha setelah dia melirik ke arah Rania yang masih berdiri di sisi lemari, dengan ke dua tangan yang terlipat di depan dada.

Rahang Rania sontak jatuh hingga mulutnya ternganga lebar.

Wajahnya langsung memanas dalam sekejap.

Mengingat, bahwa dirinya saat ini hanya mengenakan handuk saja tanpa embel-embel apapun lagi di baliknya.

"Dasar otak mesum!"

Rania mengambil asal sebuah gamis di lemari dengan gerakan super cepat lalu dia kembali berjalan menuju kamar mandi untuk berpakaian.

Sadar dirinya tak memiliki pilihan lain selain melakukan hal ini.

Huft!

Rakha nyebelin!

Awas aja lo, Kha! Tunggu pembalasan gue!

Gumam batin Rania dengan perasaan dongkol luar biasa.

Brugghhh!

Dan bukan hal aneh bagi Rakha jika Rania mulai sewot, dia pasti akan membanting apa saja yang bisa dia banting, termasuk pintu kamar mandi.

Rakha masih terus mengulum senyum di sertai gelengan kepala sebelum akhirnya dia kembali fokus pada layar laptopnya.

Akhir-akhir ini pekerjaannya di kantor semakin sibuk. Maklum mendekati akhir tahun, angka pemasaran dan produksi biasanya akan meningkat dengan sangat pesat. Belum lagi dengan tugas untuk merekap ulang seluruh laporan keuangan dalam satu tahun belakangan ini, memang hal itu tidak menjadi pekerjaan Rakha sepenuhnya, tapi sebagai seorang manager, Rakha perlu tahu hasil rekapannya dan memastikan semuanya tidak ada yang keliru sebelum dia serahkan pada Devano.

Entah hanya sekedar perasaan Rakha atau memang ada hal yang tidak beres kerap dia rasakan ketika dirinya berada di kantor.

Sebab, bukan satu atau dua kali Rakha memergoki adanya tindak kecurangan yang terjadi di sana. Dan hebatnya para pelaku kecurangan itu tak lain dan tak bukan adalah para petinggi kantor sendiri. Mereka yang menjabat sebagai kepala Divisi keuangan dan pemasaran.

Meski hal itu belum sepenuhnya Rakha ketahui dengan pasti, namun kejanggalan itu memang ada. Dan sepertinya hal seperti ini sudah berlangsung sejak lama di dalam lingkup perusahaan Dirgantara.

Yakni sebuah konspirasi busuk yang memang sengaja dibuat terencana dan terkoordinir. Hingga semua bisa luput dari penglihatan orang lain.

*****

Sampe sini dulu ya...

Hayo siapa yang penasaran???

So stay tuned...

Silah vote dan koment yang banyak...

Salam herofah...

DEAR RANIA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang