16 - ALLAH YANG MENJADI SAKSINYA

3.2K 312 57
                                    

Malam kian larut, Bastian bahkan sudah pamit undur diri untuk tidur setelah dia memperlihatkan hadiah motor yang diberikannya pada Rakha.

Sebuah motor kawasaki ninja keluaran terbaru yang Rakha perkirakan harganya berada di kisaran 50 jutaan keatas. Meski tidak memiliki motor, sebagai seorang lelaki, Rakha tentu tahu sedikit hal tentang otomotif.

Meski dirasanya berlebihan, tapi kali ini Rakha menerima pemberian itu. Bahkan dia berulang kali mengucapkan banyak terima kasih pada Bastian.

Sudah hampir satu jam Rakha duduk di halaman samping kediaman Dirgantara sambil berulang kali melirik arah jam di tangannya.

Mobil sedan hitam milik teman Rania yang bernama Cassie masih terparkir di tempat semula dan itu artinya, wanita itu masih ada di dalam kamar Rania. Mengetahui hal itu, Rakha jelas enggan untuk masuk ke kamar. Dan lebih memilih untuk menunggu sampai Cassie pulang.

Tak berselang lama, saat kantuk sudah benar-benar menyerangnya, Rakha akhirnya mendapati kendaraan milik Cassie sudah pergi. Dan itu artinya kini saatnya dia kembali ke kamar.

Sesekali Rakha menguap saat dirinya melangkah menuju kamar. Kantuk sungguh menyerangnya dengan sangat dahsyat. Mungkin karena hari ini dia cukup lelah setelah mengantar kepulangan keluarganya di Stasiun tadi.

Rakha masuk ke dalam kamarnya dan mendapati Rania yang sedang berada di dalam kamar mandi.

Saat Rakha hendak membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, Rania keluar dari kamar mandi. Wajahnya tampak basah. Mungkin dia habis cuci muka. Pikir Rakha membatin. Hingga tatapan Rakha beralih pada pakaian tidur yang dikenakan Rania saat itu.

Rakha menelan salivanya satu kali membuat jakun lelaki itu terlihat naik turun tepat saat tatapannya tertuju pada beberapa bagian tubuh Rania yang biasanya tertutup namun kini terekspos dengan sangat jelas. Terutama, bagian seputar bahu, bagian atas dada seputar leher dan paha mulus Rania yang indah.

"Ehm," Rakha berdehem satu kali sekadar memberi kode akan kehadirannya. Rakha tak berani menatap terlalu lama ke arah Rania. Pakaian Rania membuatnya salah fokus.

"Eh, lo udah di kamar, Kha?" tanya Rania yang saat itu masih meraba-meraba ke arah tempat tidur.

"Iya," jawab Rakha singkat. Dia langsung tidur, mengambil posisi menyamping memunggungi Rania. Entah kenapa Rakha merasa suhu tubuhnya tiba-tiba saja memanas dalam sekejap. Bahkan pikirannya terus tertuju pada hal yang bukan-bukan. Rakha buru-buru memejamkan mata dan terus berdoa. Melafalkan ayat-ayat suci agar pikirannya bisa kembali jernih dari hal-hal kotor.

"Lo udah mau tidur?" tanya Rania lagi sembari membenamkan tubuhnya di balik selimut.

"Iya, saya ngantuk," lagi-lagi Rakha hanya menjawabnya dengan kalimat singkat.

"Itu tadi, kado pemberian temen lo yang dari kampung itu, nggak tau siapa namanya gue lupa, tadi kadonya udah gue buka, isinya kayak kalung gitu, terus gue taruh di laci nakas samping tempat lo tidur," ucap Rania menjelaskan maksudnya. Sedikit memancing Rakha agar lelaki itu menceritakan sedikit saja tentang siapa sebenarnya sosok Zulfa yang dibicarakan Latifah tadi di Stasiun. Sosok yang terus mengganggu pikiran Rania sejak sore tadi.

Tanpa berucap apapun tangan Rakha terulur ke arah laci nakas di sisinya, di ambilnya sebuah benda dari dalam sana. Lalu dia tersenyum lebar. "Ini bukan kalung Rania, tapi ini tasbih," ralatnya.

"Oh, gue kirain kalung. Ya maklum, guekan nggak bisa liat," ucap Rania lagi.

Ada sentilan tajam yang terasa menohok hati Rakha saat Rania yang tanpa sengaja mengatakan kalimat 'Guekan nggak bisa liat'. Mendadak, hatinya perih, pedih dan  sakit.

DEAR RANIA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang