Hari ini Rakha pulang telat ke kediaman Dirgantara.
Sore tadi sepulang dari kantor, Rakha di telepon oleh Wisnu yang memberitahunya bahwa keadaan Siti tiba-tiba kritis. Jadilah, Rakha langsung beranjak ke rumah sakit detik itu juga.
Kondisi sang Kakak sama sekali tak menunjukkan kemajuan melainkan justru semakin memprihatinkan.
Di sepanjang perjalanan menuju kediaman Dirgantara, Rakha terus menangis di metromini dengan tasbih yang tergenggam di tangannya. Lelehan air matanya seolah tak mau berhenti. Tangisan Runi di rumah sakit membuat batin Rakha ingin berteriak sekencang mungkin. Meneriakkan bahwa dirinya tak sanggup melihat sang keponakan menjadi seorang piatu jika sampai sesuatu hal buruk terjadi menimpa Siti.
Takdir Allah memang sudah digariskan tak ada yang bisa merubahnya. Rakha tahu betul hal itu. Untuk itulah, Rakha berusaha untuk tetap tegar menghadapi apapun hal yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu terhadap diri Mbak Siti.
Sosok seorang Kakak yang begitu baik. Sholeha. Penyayang. Sabar dan santun.
Setelah Umi dan Abi, sosok Mbak Sitilah yang selalu menjadi suri tauladan Rakha dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Rakha belajar banyak hal positif dari diri Mbak Siti yang pastinya bisa Rakha jadikan sebagai pegangan hidup di masa depannya kelak.
Di usianya yang masih terbilang muda, Mbak Siti sudah diberi cobaan berat dengan penyakit yang dia derita. Namun tak pernah sekalipun Rakha mendengar keluhan keluar dari bibir tipisnya. Mbak Siti selalu tersenyum dan berkata, "Allah sayang sama Mbak, makanya dia beri Mbak sakit. Insya Allah dengan adanya penyakit ini, Allah akan mengangkat seluruh dosa-dosa Mbak di masa lalu. Jadi, Mbak pikir, tidak ada yang perlu Mbak khawatirkan,"
Sekali lagi Rakha mengusap sudut matanya yang kembali basah.
Saat itu dia sudah berada di pekarangan halaman utama kediaman Dirgantara. Rakha memasukkan tasbih di tangannya ke dalam saku celana bahannya. Saat dia menoleh ke samping, Rakha mendapati beberapa mobil asing terparkir di halaman itu.
Yang pasti, itu bukan mobil Devano, atau pun mobil keluarga Dirgantara lain yang pernah Rakha lihat sebelumnya. Sebab, kebanyakan dari mobil-mobil itu adalah mobil sport yang biasanya dimiliki oleh remaja-remaja kekinian.
Dan menjadi sebuah keterkejutan saat Rakha justru mendapati kembali keberadaan si mobil sedan hitam yang sebelumnya sudah pernah dia lihat memasuki rumah ini.
Masih dengan rasa penasaran yang menghantuinya, Rakha berjalan ke arah mobil sedan hitam itu terparkir.
Diperhatikannya sejenak keadaan mobil itu dari arah kap depan mobil.
Keadaan mobil itu baik-baik saja. Tak ada lecet atau pun penyok sedikit pun. Semuanya tampak normal. Tak ada yang aneh.
Hingga setelahnya, Rakha pun mengedikkan bahu seraya berbalik badan untuk kemudian masuk ke dalam rumah. Tidak seharusnya dia menaruh curiga berlebihan. Bukankah mobil seperti itu banyak di Jakarta?
Pikir Rakha dalam hati.
"Assalamualaikum," ucap Rakha memberi salam.
Salamnya disambut oleh Raline yang kebetulan sedang membereskan meja makan dibantu oleh Mbok Surti.
"Waalaikum salam. Eh, kamu baru pulang Rakha? Sayangnya kamu telat, baru aja kita makan malam bareng tadi, soalnya teman-teman kampusnya Rania sedang berkunjung ke sini, makanya Mamah menyediakan makan malam lebih awal, nggak enak sama mereka. Nanti kalau kamu mau makan, ambil sendiri aja ke dapur ya?" jelas Raline setengah sungkan. Raline sudah tahu alasan kepulangan Rakha yang telat karena Rakha sudah lebih dulu mengabari Rania melalui ponsel khusus yang dimiliki Rania saat ini. Ponsel yang memang di desain khusus untuk digunakan mereka yang memiliki keterbatasan fisik, alias tunanetra.
"Iya Tante, terima kasih. Rakha mau ke atas dulu,"
"Memangnya, bagaimana keadaan Kakakmu Rakha?" tanya Raline lagi sebelum Rakha benar-benar beranjak dari hadapannya.
"Belum ada kemajuan, Tante," jawab Rakha apa adanya.
Raline tampak prihatin. "Yang sabar ya, Kha," ucap Raline memberi semangat.
"Iya Tante, permisi, Rakha ke atas dulu,"
"Iya, silahkan,"
Rakha menoleh ke arah pintu menuju kebun belakang sebelum dia mulai menaiki tangga. Saat itu, dia mendengar suara ribut dari arah kebun belakang di mana terdapat kolam renang di sana. Seperti suara perkumpulan manusia yang sedang bercengkrama. Dan tampaknya, bukan hanya suara perempuan saja, tapi ada suara laki-lakinya juga.
Rakha sudah bisa menebak itu pasti suara teman-teman kampusnya Rania.
*****
Rakha baru saja selesai mandi.
Dia keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada sambil menggosok-gosokkan handuk ke kepalanya. Sementara tubuh bagian bawahnya hanya terbalut celana boxer pendek.
Tubuhnya yang berkulit putih tampak bersinar terkena pantulan cahaya lampu yang cukup terang. Belum lagi lekuk otot tangannya yang kekar dan kokoh, menunjukkan betapa dirinya adalah seorang pekerja keras sejati.
Rakha sudah mencoba segala macam pekerjaan sewaktu dirinya berkuliah di Kairo. Dari pekerjaan yang hanya memerlukan otak sampai pekerjaan kasar yang melibatkan otak dan otot.
Untuk itulah, Rakha tidak akan kaget seandainya dia harus kembali bekerja sebagai kuli angkut barang di pasar atau pun buruh bangunan yang pekerjaannya memerlukan tenaga ekstra.
Baru saja Rakha membuka pintu lemari pakaian untuk mengambil sebuah kaos di sana, ketika tiba-tiba pintu kamarnya dibuka dari luar oleh seseorang.
Rakha memang tidak langsung menoleh sebab dia sudah bisa menebak bahwa itu pasti Rania, siapa lagi?
"Eh, maaf! Gue kirain nggak ada orang," ucap sebuah suara lain yang asing di telinga Rakha.
Lelaki itupun menoleh cepat ke arah pintu dan didapatinya seorang wanita asing berdiri di sana. Wanita itu tersenyum kikuk sambil menggigit bibir. Fokusnya buyar saat dia melihat betapa sempurnanya laki-laki yang ada di dalam kamar itu.
Rakha buru-buru memakai kaosnya.
"Kamu siapa? Maaf, ada keperluan apa?" tanya Rakha setengah panik. Dia kebingungan harus berbuat apa.
"Gue Cassie, temen kampusnya Rania. Gue cuma mau ambil ponsel gue kok. Tadi gue numpang ngecharger di sini," jawab wanita bernama Cassie itu. "Gue boleh masukkan?"
"Eh, jangan! Biar saya yang ambilkan, kamu di situ saja," cegah Rakha cepat.
Wajah Cassie tampak kesal. Meski, dia tak memungkiri bahwa dirinya sempat terpesona melihat betapa sempurnanya Rakha. Apalagi ketika lelaki itu masih dalam keadaan bertelanjang dada tadi.
Jadi ini yang namanya Rakha? Suaminya Rania? Seriusan? Setampan ini?
Oh God, kenapa sih, Rania itu selalu aja lebih beruntung dari gue?
Nggak Nando, nggak Rakha, semuanya sempurna!
Huft!
Keluh Cassie membatin.
*****
Penasaran khan???
Makanya di vote dan koment dulu...
Salam herofah...
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR RANIA (End)
Romance#1. Religi Populer (18-20 Juni 2021) dari 7,9 K cerita ***** Dua minggu sebelum pernikahannya, Rania mengalami kecelakaan parah hingga menyebabkan dirinya mengalami kebutaan. Pernikahan yang telah dipersiapkan dan hampir rampung sepenuhnya mendadak...