43 - KEBENARAN

2.2K 206 63
                                    

Seorang wanita berhijab putih baru saja selesai membacakan doa di depan sebuah makam bertuliskan nama Abdullah.

Dia meraih sebuah plastik berisikan bunga yang tadi dibelinya di depan pemakaman. Dia menaburkan bunga itu di atas pusara Abdullah, sang Kakak tercintanya.

Selesai menabur bunga, Zulfa kembali berjongkok di sisi makam itu. Dia mengelus batu nisan di hadapannya sambil tersenyum.

"Hari ini Zulfa ulang tahun, Mas. Dulu, sewaktu Mas masih ada, biasanya Mas selalu ajak Mas Rakha untuk buat kejutan di hari ulang tahun Zulfa. Lalu kita merayakannya bersama-sama dengan membuat masakan untuk dibagi-bagikan kepada anak yatim," ucapnya disertai mata yang berkaca-kaca. Zulfa menghela napas berat. Dadanya terasa sesak. Ingatan masa lalu itu memang indah, tapi sayangnya, seindah apa pun hal itu tetap hanya jadi masa lalu dan adanya di belakang.

Zulfa terdiam dalam tangisnya. Cukup lama.

Lalu setelahnya dia tertawa sumbang.

"Maafin Zulfa Mas..." lirihnya disertai tetesan air matanya yang mengalir deras. Bahunya berguncang akibat isakan yang kian menjadi-jadi.

"Zulfa nggak bisa mewujudkan permintaan terakhir Mas Abdullah. Zulfa bukan adik yang baik..." Gumam Zulfa lagi di tengah tangisannya yang pilu.

Angin di sekitar pemakaman berhembus kencang. Mengayun-ayun hijab panjang Zulfa yang berwarna gelap.

Masih lekat dalam ingatannya apa yang diucapkan Abdullah pada detik-detik di mana sang Kakak meregang nyawa setelah di rawat beberapa hari pasca kejadian kecelakaan itu.

"Tolong jaga Aisyah. Rawatlah Aisyah bersama Rakha. Jika Allah mengizinkan, Mas ingin sekali melihatmu bersatu dengan Rakha, Zulfa, mungkin dengan cara itu, Mas bisa tenang..."

Tangis Zulfa semakin pecah.

Mungkin, ada saat-saat di mana Zulfa merasa menyesal.

Menyesal atas keputusannya menolak pinangan Rakha dahulu.

Tapi, Zulfa tetaplah Zulfa.

Seorang perempuan berakhlak mulia yang rela berkorban apa pun demi orang-orang yang dia cintai.

Lagi, untuk yang kesekian kalinya, ingatan Zulfa kembali berputar pada hari itu.

Hari di mana dia pada akhirnya harus benar-benar ikhlas melepaskan Rakha, lelaki yang sangat dia cintai itu, untuk selama-lamanya.

*

"Assalamualaikum, Zulfa?"

"Waalaikum salam, Mas Rakha? Ada apa? Tumben sekali malam-malam telepon?"

"Ada yang ingin saya bicarakan denganmu,"

"Iya, silahkan bicara saja,"

Hening sejenak.

"Saya ingin menanyakan sekali lagi tentang khitbahan saya? Ini sudah lewat dua tahun, apa sampai saat ini jawaban kamu tetap sama?" tanya Rakha di seberang.

"Jika saya bertanya tentang perasaan Mas terhadap saya? Apa sudah ada yang berubah? Jawab saja dengan jujur Mas," balas Zulfa tetap dengan apa yang diyakininya benar.

DEAR RANIA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang