"Kamu sudah shalat isya, Rania?" tanya Rakha ketika Rania sudah selesai dengan acara kumpul-kumpul bersama kawan-kawan satu kampusnya.
Baru juga gue masuk kamar, udah ditanyain begituan! Keluh Rania dalam hati.
"Nggak usah mulai deh!" ucap Rania acuh. Dia masih berjalan dengan tongkatnya mencari keberadaan ranjang tempat tidurnya.
"Ini udah hampir jam sebelas malam! Kamu dari mana aja tadi? Kenapa nggak ijin dulu sama saya kalau kamu mau keluar sama temen-temen kamu? Kamu pikir saya ini apa? Patung?" ucap Rakha. Suaranya terdengar tegas.
"Gue udah bilang Mama kok tadi, ribet lo! Lagian juga gue cuma nongkrong di kafe doang sama mereka, nggak jauh-jauh juga," jawab Rania yang mulai kesal. Dia melepas sepatu ketsnya, lalu kaus kakinya dan hendak merebahkan diri ke atas tempat tidur.
Sehabis mandi tadi, Rakha langsung menunaikan shalat isya dan larut dalam dzikirnya. Pukul setengah sepuluh malam Rakha menyudahi ibadahnya dan sadar kalau Rania belum juga masuk kamar. Untuk itulah Rakha mengecek ke kebun belakang, tapi keadaan di sana sudah sepi. Dan saat Rakha bertanya pada Mbok Surti, wanita paruh baya itu bilang, "Non Rania tadi pergi sama temen-temennya Mas Rakha, saya juga nggak tahu kemana. Tadi dia cuma izin sama Ibu, terus Ibu bilang suruh izin dulu ke Mas Rakha, tapi kata Non Rania, dia udah izin ke Mas Rakha terus di izinin, begitu..."
"Shalat dulu Rania," suara Rakha kembali terdengar.
Rania yang hendak memejamkan mata langsung menggeram. "Besok aja deh gue Shalat Subuh, gue udah ngantuk nih!" balasnya seraya menarik selimut tinggi-tinggi.
"Siapa yang bisa memastikan kalau besok Subuh kamu masih bisa menunaikan shalat? Memangnya kamu tahu umur kamu sampai mana?" ucap Rakha membalas.
Rania membuka kembali selimut yang menutupi tubuh hingga wajahnya, dia menoleh kesal ke arah suara Rakha. "Lo sumpahin gue mati?" sarkasnya dengan suara lantang.
"Tak ada yang tahu kapan maut akan menghampiri kita, Rania. Jika kamu berpikir kamu hendak menunaikan shalat besok, tapi jika ternyata Allah berkehendak lain bagaimana?"
"Yaudah sih, itu berarti udah jadi takdir gue! Lo nggak usah banyak BACOT!"
"Dan sebelum maut itu datang, sudah sepatutnya kita mencari bekal banyak-banyak, supaya kita tidak tersesat," potong Rakha cepat.
"Iiihhhh!" teriak Rania frustasi. Dia menggaruk ke dua telinganya dengan kasar. "Sumpah ya, lo itu nyebelin banget! Berisik tau nggak! Gue lagi males berdebat malam ini, gue capek, gue mau istirahat, oke?"
"Saya ini suami kamu, sudah sepantasnya saya menegur kamu jika kamu salah. Mengingatkan kamu jika kamu mulai lupa. Dan menuntun kamu menuju jalan yang sesuai dengan ketetapan-Nya. Semua urusan kamu, menjadi urusan saya juga. Sebab saya bertanggung jawab penuh atas diri kamu mulai sekarang. Kalau kamu nggak mau berdebat sama saya, lebih baik kamu turuti perintah saya sekarang," tegas Rakha dengan intonasinya yang mulai meninggi. Entah apa yang membuat seorang Rakha tiba-tiba saja terpancing emosi dalam menghadapi Rania, malam ini.
Padahal, dia sudah susah payah untuk tetap berusaha sabar, meski akhirnya dia kalah juga. Beban pikirannya hari ini membuat Rakha tak bisa lagi mentolerir sikap Rania.
Rania cukup tersentak mendengar suara Rakha yang membentaknya tadi.
Keheningan sempat menyergap keduanya dalam kekalutan. Sampai akhirnya, suara Rakha kembali terdengar. Pelan dan getir.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR RANIA (End)
Romance#1. Religi Populer (18-20 Juni 2021) dari 7,9 K cerita ***** Dua minggu sebelum pernikahannya, Rania mengalami kecelakaan parah hingga menyebabkan dirinya mengalami kebutaan. Pernikahan yang telah dipersiapkan dan hampir rampung sepenuhnya mendadak...