47 - SURAT DARI CASSIE

2.1K 221 36
                                    

Lewat tengah malam, Rakha terbangun.

Tubuhnya terasa jauh lebih baik, meski nyeri di kepalanya masih sedikit terasa.

Astagfirullah...

Gumam Rakha membatin begitu dia tersadar kalau dirinya belum menunaikan shalat Isya. Padahal saat itu waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari.

Rakha hendak bangkit dari tidurnya ketika dia merasakan sebuah genggaman tangan pada pergelangan tangannya.

Dalam temaramnya lampu kamar saat itu, Rakha bisa melihat Rania tertidur dengan posisi yang sangat dekat dengannya, hampir memeluk, bahkan salah satu tangan istrinya yang lain kini melingkar di atas perutnya.

Rakha tersenyum. Dibelainya kepala Rania sekilas.

Dengan gerakan super pelan, Rakha membenarkan posisi tidur Rania berharap Rania tidak terbangun. Sayangnya harapan itu tidak terkabul. Rania terbangun begitu Rakha berdiri.

"Kha? Kamu mau kemana?" tanya Rania, dia mengerjapkan mata beberapa kali.

"Saya mau shalat," jawab Rakha sambil berlalu.

Rania menguap, masih sangat mengantuk. Tapi dia tidak mau tidur sebelum memastikan kondisi suaminya apa sudah baikan atau belum.

Sekembalinya Rakha dari kamar mandi, dia menyalakan lampu dan langsung menggelar sajadah.

"Kamu udah baikan, Kha?" tanya Rania.

Tak ada jawaban hingga terdengar suara takbir yang di ucapkan Rakha, pertanda dia sudah memulai shalatnya.

Rania menunggu dengan sabar sampai akhirnya sang suami selesai shalat.

"Kamu nggak tidur lagi?" tanya Rakha yang sudah kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur.

"Kamu udah baikan?" Rania mengulang pertanyaannya. Dia merangsek ke sisi Rakha dan menaruh kepalanya di atas dada sang suami. Sebelah tangannya memeluk perut Rakha.

Rakha menuntun tangan Rania untuk mengecek suhu tubuhnya. "Udah nggak panaskan?"

Rania tersenyum saat punggung tangannya mendapati hawa hangat di kening Rakha. Demam Rakha sudah turun dan Rania sangat lega.

"Jangan sakit lagi, kamu nggak tau tadi aku khawatir banget," ucap Rania.

Rakha mengecup ubun-ubun kepala istrinya. "Makasih ya udah mengkhawatirkan saya,"

Rania tersenyum.

Maafin aku juga udah berprasangka buruk sama kamu...

Sesalnya dalam hati.

*****

Roby masuk ke dalam sebuah kontrakan kumuh di pinggiran Jakarta.

Dilihatnya sesosok tubuh pria paruh baya sedang terkulai di lantai beralaskan tikar sambil memegang sebotol alkohol. Penampilannya terlihat sangat berantakan. Belum lagi aroma ruangan yang sangat bau, membuat Roby hampir muntah.

Ya ampun, jam segini dia masih molor!

Gerutu Roby dalam hati.

Dia sungguh prihatin melihat kondisi Rizwan saat ini.

Sejak sang Om kehilangan pekerjaan dan bercerai dengan sang istri, hidup lelaki itu jadi tidak karu-karuan. Terlebih dengan anak-anaknya yang sama sekali tak perduli dengan kondisi Ayah mereka, membuat Rizwan semakin tenggelam dalam keterpurukan.

Untungnya, istri Roby tidak gila harta macam istri Rizwan. Setidaknya dalam kondisinya yang sulit saat ini, Roby masih memiliki tumpuan harapan kasih sayang dari keluarganya, istri dan anak-anaknya.

DEAR RANIA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang