06

5.2K 654 17
                                    

4 Jan 1544

Kenapa aku yang kena hukuman? Harusnya pelayan itu yang dihukum.

Pelayan itu yang mencuri perhiasan ibu dan menyembunyikannya di kamarku. Tapi kenapa aku yang kena hukuman?

Kenapa kalian tidak mendengarkan ceritaku dan memutuskannya secara sepihak? Aku korban di sini.

Kenapa kalian tega melakukan ini padaku?

Aku ... semakin membenci diriku.

---

"Apa aku berbuat salah?"

Aku mendongak. Sedikit tersentak karena pertanyaan dari orang yang menawariku dansa beberapa saat yang lalu.

"Apa kau menghindariku?"

Lagi, ia bertanya. Aku masih diam, berpikir apa jawaban paling baik yang harus dilontarkan saat pemuda bersurai perak itu bertanya.

"T-tidak, Yang Mulia," balasku.

Alexander menatapku. Iris biru bagaikan langit itu menyiratkan suatu emosi yang tak bisa aku jabarkan. Aku tersenyum canggung, mencoba menutupi rasa gugup yang semakin jadi.

"Kenapa kau tidak datang ke istana?" tanyanya lagi. Ia menatapku serius.

"Maaf, Yang Mulia, saya terlalu sibuk akhir-akhir ini."

"Kalau begitu kau akan datang kembali ke istana besok?"

Aku kan besok berangkat ke Desa Rech, astaga ... kenapa juga dia menanyakan itu kepadaku? Harusnya dia membencinya jika aku datang istana.

"Maaf Yang Mulia, akan tetapi ... saya tidak bisa datang ke istana untuk beberapa saat."

Dahi Alexander berkerut. Walau sejak tadi tidak bereskpresi, tapi pernyataanku berhasil menghancurkan pertahanannya. Ia terlihat kebingungan sekarang.

"A-ah, saya perlu melakukan sesuatu. Jadi ... saya tidak bisa datang ke istana," jelasku.

Namun penjelasanku malah memperumit ekspresi pemuda itu. Alexander mengembuskan napas pelan, lalu memejamkan matanya sejenak. Ia menatapku intens dan berhasil menghantarkan rasa merinding di sekujur tubuhku.

Matanya begitu indah, namun terasa sangat dingin. Berwarna biru langit yang cerah, namun kesan laut yang dalam dan gelap begitu melekat padanya.

Tuk!

Tanpa sengaja aku menginjak ujung kakinya karena salah mengambil langkah. Aku sedikit panik dan segera berkata, "M-maaf, Yang Mulia."

Alexander mengeratkan pegangannya pada pinggangku, menarikku lebih dekat padanya. Ia mendominasi seluruh gerakan. Tempo dansa kami dua kali lebih cepat. Tubuhku bahkan terasa melayang karenanya.

"Gerakanmu terlalu kaku," bisiknya di dekat telingaku. Napas yang ia embuskan menyapu kulitku. Aku dibuat geli karenanya.

Degup jantungku menjadi tak beraturan. Sentuhan tangan Alexander begitu terasa. Seakan-akan ia sedang memelukku erat.

Actually, I'm Not The VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang