"Kau yakin tak butuh dokter? Aku dapat menyuruh Albert untuk melakukannya."
Black Panther yang berbaring di atas kasurku pun menggeleng. Kekehan lembut lepas dari mulutnya. "Tidak, aku tak apa."
Aku menggelengkan kepala, tak habis pikir. "Katakan itu saat kau benar-benar sehat, tidak berdarah seperti itu."
Keadaan Black Panther saat ini benar-benar buruk. Beberapa luka sayatan di lengan dan kakinya. Yang paling parah adalah luka dalam di perut kirinya yang sejak tadi mengeluarkan darah dan bau amis yang khas.
"Kau sedikit berbeda semenjak terakhir kali aku melihatmu." Ia tiba-tiba berbicara.
"Maksudmu?"
"Uhuk-- kau tampak lebih bahagia. Maksudku ... entahlah, rasanya cukup berbeda."
Aku mengembuskan napas panjang. "Aku tidak paham bagaimana dirimu memandangku."
Mendengar suara milik Black Panther berhasil membuatku cukup tenang. Dan perasaan itu berhasil memancingku untuk menceritakan apa yang ada di hatiku. Mungkin lebih tepatnya, aku sedang lelah dan menemukan seseorang yang bisa aku percayai.
"Apa yang mengganggu dirimu saat ini?" Masih dalam posisi berbaring, Black Panther menghadapku.
"... Aku tak tahu, hanya sedikit penat. Dunia ini terlalu rumit."
Dengan semua kejadian ini, aku merasa cukup gila di dalam. Kejadian mistis, menghadapi orang-orang yang selalu aku hindari, juga berbagai kendala yang berada di luar kemampuanku. Rasanya aku ingin menangis. Tapi sekarang itu adalah hal yang salah.
Aku merasa bahwa masalah ini tak pantas ditangisi. Aku tidak boleh cengeng. Aku harus menghadapi ini semua dengan perasaan palsu yang mulai aku bangun.
"Aku rasa memang begitu. Dunia tidak adil."
Di mana pun akan seperti itu. Aku tidak paham dengan dunia idealis yang sesungguhnya. Kesetaraan? Terkadang tidak semuanya harus setara. Adil? Lebih sering mereka dengan hati hitam yang memiliki kuasa.
"Tapi, memikirkan hal tersebut tidak akan berujung. Berbagai penyesalan uhukk-- akan selalu ada. Lebih baik kita fokus apa yang ada di hadapan kita."
Aku mendongak berusaha menahan air mata yang hendak keluar. Beberapa kali aku menarik napas dalam untuk menetralkan emosi yang sempat bergejolak. Black Panther tidak mengatakan apapun. Entah karena ia sedang menahan sakit atau berusaha mengabaikan agar diriku merasa nyaman.
"Omong-omong apa kau sudah merasa lebih baik? Aku tidak memanggil dokter karena aku percaya padamu, tapi tetap saja ...."
Aku berusaha membalikkan suasana, tidak baik larut dalam kesedihan seperti itu.
Lagi-lagi ia terkekeh. "Aku hanya perlu waktu untuk mengumpulkan mana. Uhuk-- dengan mana nantinya aku akan menyembuhkan diri sendiri."
Aku termenung untuk sesaat. Sihir dan mana cukup asing bagiku. Bukannya apa, karena penggunanya begitu jarang menunjukkan batang hidung di publik. Kecuali jika aku berkunjung ke Kerajaan Magia, di mana para penyihir berkumpul.
Jika itu mana, mungkin 'itu' dapat membantu?
"Apa ramuan mana dapat membantumu?"
Aku ingat Black Panther pernah memberikanku sebuah botol kecil berisi cairan biru. Jika tidak salah ia menyebutkan dalam surat bahwa ramuan itu dapat menyembuhkan luka.
Segara diriku berdiri dan mencari di dalam lemari. Sudah berbulan-bulan aku tidak melihatnya, bahkan tidak yakin jika benda itu masih ada. Tapi jika itu dapat membantunya....
KAMU SEDANG MEMBACA
Actually, I'm Not The Villainess
Fantasía[Bukan Novel Terjemahan] Letta yakin bahwa dirinya sudah meregang nyawa setelah merosot ke dalam jurang. Tapi saat ia membuka mata, ia malah memiliki tubuh baru! Awalnya dia berpikir hal ini keren karena seperti manhwa yang ia baca. Tapi Letta malah...