40: Sebuah Pengakuan

5K 274 9
                                    

Tiara terduduk diam didepan meja rias saat ini, menatap dirinya sendiri dalam lamunannya. Tiara tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini nantinya Tiara hanya bisa berharap semua akan menjadi lebih baik setelah semua ini terungkap.

"Tiara tolong ambilkan jam tangan saya," ucap ustadz Fauzan.

Tiara sama sekali tidak merespon ucapan ustadz Fauzan, ustadz Fauzan menarik kursi kayu dan duduk disamping Tiara saat ini.

"Tiara," panggil ustadz Fauzan lembut.

"Ustadz, ustadz butuh sesuatu?" Tanya Tiara.

Ustadz Fauzan menggelengkan kepalanya, justru saat ini ustadz Fauzan menetap wajah Tiara mencari kebenaran dalam tatapan Tiara.

"Ada apa? Apa yang kamu pikirkan?"

"Nggak ada ustadz," ucap Tiara.

"Jangan berbohong, saya suami kamu Tiara, kamu kenapa hmm?" Ungkap ustadz Fauzan.

Ya, ustadz Fauzan memang benar.

Tiara tersenyum sambil menggenggam tangan ustadz Fauzan. Tiara menundukan wajahnya membuat ustadz Fauzan semakin yakin ada sesuatu yang Tiara sembunyikan.

"Tiara cuma takut ustadz," ungkap Tiara.

"Tiara takut, setelah semua ini terungkap, semua nggak akan baik-baik aja ustadz, apa lagi semua ustadz dan juga ustazah tau belum lagi semua santri tau kalau ustadz menikahi wanita seperti Tiara," jelas Tiara mengeluarkan semua isi hatinya.

Tangan ustadz Fauzan bergerak mengelus lembut pipi Tiara, bahkan senyuman ustadz Fauzan juga terlihat menangkan Tiata saat ini.

"Semua akan baik-baik saja, kamu ingat apa yang pernah saya katakan, saat saya menikahi mu dulu," ucap ustadz Fauzan.

Tiara mengangguk mendengar itu, Tiara masih sangat mengingat jelas dengan semua perkataan ustadz Fauzan.

"Sekarang atau nanti akan sama seperti itu, jangan khawatir mereka akan menerima semua ini," kata ustadz Fauzan yang langsung membuat Tiara tenang.

Sementara bagi para santri dan juga pengurus pesantren malam ini akan menjadi malam yang sangat ditunggu oleh mereka, dimana acara meriah akan diadakan oleh seluruh warga pesantren.

"Fa, aku mau tanya sama kamu deh," ucap Maira.

Syafa terus merapihkan hijab pasmina miliknya. "Tanya apa Mai?"

"Aku mau tanya, kenapa ya kok Tiara bisa bebas dateng ke ndalem, padahal santri atau pengajar aja nggak bisa sebebas itu, tapi kok Tiara sebaliknya," ujar Maira.

"Perasaan kamu aja kali Mai, menurut aku nggak kok," balas Syafa.

Maira manggut-manggut mungkin ada benarnya apa yang dikatakan Syafa.

"Aisyah mana? Kok nggak keliatan sih?" Tanya Maira.

"Tadi pamitnya mau ke Ndalem, ketemu pak kiyai sama umi," jawab Syafa.

Semum Maira terlihat diwajahnya membuat Syafa penasaran kenapa Maira senyum sendiri seperti itu.

"Menurut kamu, kalau aku kagum sama satu ustadz disini berlebihan nggak sih?" Tanya Maira mendadak.

Syafa langsung memutar badannya, melihat kearah Syafa.

"Nggak sih menurut ku, selagi itu bisa buat kamu semangat belajar," balas Syafa.

"Emang siapa yang kamu kagumin? Hayo siapa, spil namanya dong, atau nggak inisialnya deh," kata Syafa penasaran.

Maira hanya terus tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Syafa.

Cinta Dalam Doa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang