Hampir tujuh bulan pernikahan antara Naruto dan Hinata. Keduanya menjalankan pernikahan dengan suka cita. Selama hampir tujuh bulan itu tidak ada permasalahan yang membuat mereka saling mendiami.
Namun disudut kecil hati seorang Naruto, dia mengharapkan kehadiran seorang bayi yang akan menjadi pelengkap keluarganya. Memang usia pernikahan mereka terbilang cukup muda. Namun, apa salahnya jika ia mengharapkan seorang bayi di usia muda pernikahannya itu?
Naruto tidak pernah mengatakan keinginannya itu pada sang istri. Ia takut jika dirinya mengatakan keinginannya itu, maka sang istri akan terbebani dengan keinginannya.
Malam ini dirinya kembali lembur. Padahal dia sudah berjanji pada sang istri untuk pulang lebih cepat. Namun, si bos rakus itu mendadak memintanya lembur di hari Rabu yang dingin saat itu.
Naruto menatap foto pernikahannya yang disimpannya di sudut meja kerja. Uhh dirinya sangat merindukan istri manisnya itu. Tapi, tumpukan kertas itu tidak mau diabaikannya. Dia harus segera membasmi tumpukan kertas itu agar bisa bersantai memadu kasih dengan istri manisnya.
Tepat pukul sepuluh malam, Naruto selesai membasmi tumpukan kertas di meja kerjanya. Dirinya merasa bangga bisa menyelesaikan tumpukan kertas itu satu jam lebih cepat dari biasanya.
"Waktunya pulang," Ucapnya dengan raut wajah lelah.
Ketika mobilnya mulai melaju, Naruto sebisa mungkin menjaga kesadarannya untuk tidak tertidur ketika mengemudi. Padahal dia ingin menghabiskan waktu bersama sang istri malam ini, namun rasa lelah mengerjai tubuhnya. Mungkin besok dia akan meminta izin pada bos rakusnya untuk bermanja ria kepada sang istri.
Tepat pukul sepuluh lebih lima belas menit dengan kesadaran yang hampir hilang, Naruto sampai di rumah kecilnya dengan selamat. Ketika ia membuka pintu rumah, semuanya sudah gelap gulita.
"Mungkin Hinata sudah tertidur." gumamnya dengan mata sedikit terpejam.
Kakinya melangkah menuju tangga. Namun, dirinya menyergitkan alisnya ketika menginjak mungkin sebuah balon di kakinya. Dengan kesadaran hampir minim, ia mengambil benda tersebut dan merabanya.
"Ah ternyata benar balon." ucapnya.
Sedetik kemudian alisnya kembali mengernyit heran."Kenapa ada balon di rumah? Apakah bee sedang merayakan sesuatu? tapi apa?" herannya terucap.
Ketika dirinya melanjutkan perjalanan menuju kamar, ia mengumpat dalam hati kala tanpa sengaja kembali menginjak balon namun kali ini balon tersebut meletus dengan keras.
"Shit Hinata pasti sedang tertidur. Semoga saja dia tidak terbangun." Ucapnya berlari menuju kamar untuk memastikan apakah sang istri masih tertidur pulas atau terbangun dan merengek karena ledakan balon yang menganggu tidurnya.
Dan saat dirinya membuka pintu kamar, ternyata ruangan itu masih gelap gulita. Ia bersyukur ternyata sang istri masih tertidur pulas di peraduannya.
Ia mulai membersihkan tubuhnya yang penuh keringat di kamar mandi. Setelah beberapa menit kemudian dia kembali keluar kamar dan mulai memakai piyamanya.
Naruto mendekati saklar lampu untuk memberinya penerangan di ruangan gelap gulita itu. Namun matanya terbelalak kala melihat kamarnya bersama sang istri itu penuh balon dan dekorasi ruangan. Ia menatap sang istri heran yang saat ini membawa kue di tangannya.
"Ada perayaan apa ini? Ulang tahunku masih lama kan? Ulang tahunmu juga sudah terlewat. Apakah ini perayaan tujuh bulan kita?"
Hinata menatap sang suami dengan kekehannya.
"Ini bukan perayaan semua itu." ucapnya tertawa kecil.
Naruto mendekat pada sang istri. Matanya terbelalak kaget kala melihat tulisan di kue kecil yang dibawa sang istri.
'Congratulations for new Daddy'
"Benarkah?" tanya Naruto haru.
"Tentu saja Naru. Di sini ada seorang baby yang sedang tertidur." Ucap Hinata mengelus perutnya lembut.
"Ya Tuhan terima kasih!!" Naruto segera memeluk sang istri erat. Ia tidak memperdulikan kue yang jatuh dari tangan sang istri. Ia bersyukur kepada Tuhan karena mengabulkan permintaannya.
Padahal baru saja ia berkeinginan memiliki seorang bayi. Namun ternyata Tuhan menjawab keinginannya secepat kilat.
"Selamat sebentar lagi Naru jadi ayah."
"Terima kasih Sayang!!"
Naruto masih memeluk erat sang istri. Ia mengangkat tubuh mungil istrinya itu dan berputar dengan sang istri di gendongannya.
"Aku bahagiaaaaaa... " Teriaknya yang dijawab tawa lembut Hinata.
....
Setelah ucapan terima kasih dan kebahagiaan itu, Naruto merebahkan kepalanya di pangkuan sang istri. Waktu sudah menunjuk pukul dua belas lebih, namun keduanya belum juga menutup mata mereka.
Naruto terus tangan istrinya istri manisnya. Ia benar-benar sangat bersyukur saat ini.
"Berapa usianya?" Tanya Naruto lembut.
"Kata dokter sudah dua bulan."
"Yakk kamu sendirian pergi ke dokter?"
"Hehee iya. Habisnya tadi setelah Naru pergi kerja, perutku benar-benar sakit. Jadi ya pergi ke dokter sendiri. Ternyata dapet kabar bahagia." Jawab Hinata seraya mengelus rambut halus sang suami.
"Lain kali kalo ada apa-apa hubungi Naru ya. Aku bisa pulang tadi kalo kamu telepon. Lagipula bos rakus itu bisa luluh kalo nyangkut sama menantu manisnya." Hinata memerah mendengar ucapan sang suami.
"Jangan gitu sama Tou-chan!"
"Biarin aja."
Naruto kembali mengalihkan perhatiannya pada perut datar sang istri.
"Sayangnya Ayah jangan nakal ya diperut Buna. Jangan buat Buna pilih-pilih makanan dan buat Bunamu itu meminum susunya. Dia itu sangat bermusuhan dengan susu. Jadi Baby harus membuat Buna minum susu, oke?" Hinata tertawa melihat interaksi sang suami dengan bayi yang bahkan masih berupa darah di perutnya.
Naruto mengecupi seluruh permukaan perut Hinata yang saat ini tersingkap ke atas.
"Geli Ayah..." Ucap Hinata merengek.
Mari kita biarkan kedua calon orang tua yang tengah berbahagia dengan pelengkap keluarga kecil Uzumaki. Biarkan mereka menghabiskan waktu bersama calon bayinya sampai pagi menyingsing.
....
KAMU SEDANG MEMBACA
Love For Life Season 2
RomanceLove Season 2 NaruHina Fanfiction ©Masashi Kishimoto Mereka yang berani melangkah menuju tanggung jawab besar yang hadir di depannya. Meskipun pertentangan terkadang menjumpai dua insan itu, namun mereka tetap bertahan mewujudkan keluarga yang ha...